Kopi TIMES

Metamorfosis Terorisme ala JAD dari Khilafah Terstruktur ke Aksi Individu

Jumat, 03 Mei 2024 - 15:11 | 23.59k
Yusuf Arifai, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan
Yusuf Arifai, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan

TIMESINDONESIA, PACITAN – Jamaah Ansharut Daulah (JAD), organisasi terorisme yang berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), telah mengalami metamorfosis strategi dalam melancarkan aksi terornya di Indonesia. 

Awalnya, JAD bergerak secara terstruktur dengan membangun jaringan dan organisasi. Pola serangannya pun terbilang acak, menyasar publikasi dan tempat-tempat ramai. 

Namun, strategi ini berubah setelah pemerintah Indonesia semakin gencar memberantas terorisme. JAD mulai mengadopsi strategi "jihad fardiyah" atau jihad individu, di mana serangan dilakukan oleh kelompok kecil yang terisolasi tanpa koneksi dengan organisasi induk.

Sejarah Lahirnya JAD dan Strategi Awalnya

JAD dibentuk pada tahun 2014 atas inisiatif Aman Abdurrahman, narapidana terorisme di Nusakambangan. Dia mendirikan organisasi ini dengan tujuan memfasilitasi orang-orang Indonesia yang ingin berperang di Suriah dan mendukung ISIS. 

JAD memiliki struktur organisasi yang terstruktur dengan Marwan alias Abu Musa sebagai orang nomor dua setelah Aman Abdurrahman. Zainal Anshori kemudian menggantikan Marwan sebagai operator lapangan dan menjadi ketua JAD setelahnya.

Di bawah kepemimpinan Zainal Anshori, JAD melakukan sejumlah serangan teror besar di Indonesia, seperti bom bunuh diri di Thamrin, bom di Samarinda, serangan Mapolda Jawa Barat, dan bom bunuh diri di Kampung Melayu.

Perubahan Strategi JAD dan Dampaknya

Sejak tahun 2015, pemerintah Indonesia semakin gencar memberantas terorisme, termasuk dengan menangkap para anggota JAD. Hal ini membuat JAD mengubah strateginya menjadi "jihad fardiyah".

Strategi ini membuat JAD lebih sulit dilacak oleh aparat keamanan karena mereka bekerja dalam kelompok kecil yang terisolasi dan tidak memiliki koneksi dengan organisasi induk. 

Beberapa contoh kasus terorisme oleh sel-sel JAD yang menggunakan strategi ini adalah bom Sibolga pada Maret 2019 dan penusukan Wiranto pada Oktober 2019 di Banten.

Perubahan strategi JAD mempertegas pola bahwa kelompok teroris terus beradaptasi dengan situasi yang dihadapi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi aparat keamanan untuk melacak dan mencegah aksi teror.

Masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan kepada pihak berwenang jika melihat aktivitas yang mencurigakan. 

 Sebagai pengingat bagi kita semua, bahwa terorisme bukan solusi untuk menyelesaikan masalah. Kita harus bersama-sama melawan segala bentuk terorisme dan menjaga keutuhan bangsa.

Dengan kewaspadaan dan kerja sama bersama, kita dapat menjaga keamanan dan perdamaian di Indonesia. 

***

*) Oleh : Yusuf Arifai, Dosen Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Hainorrahman
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES