Kopi TIMES

Transformasi Pendidikan Bersama Kurikulum Merdeka

Senin, 06 Mei 2024 - 09:31 | 16.64k
Azizah Luthfi Nur Utami, Penulis dan Ketua Ranting Nasyiatul Aisyiyah Palumbungan
Azizah Luthfi Nur Utami, Penulis dan Ketua Ranting Nasyiatul Aisyiyah Palumbungan

TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Pendidikan Indonesia dari zaman kolonial masih menjadi perdebatan dan permasalahan yang terjadi secara turun temurun. Berbagai studi nasional dan Internasional memperlihatkan bahwa Indonesia telah lama mengalami krisis dan kesenjangan pembelajaran. Acapkali, sistem pendidikan kita melakukan tolak ukur kelulusan atau ketuntasan peserta didik dengan mengedepankan aspek nilai ujian. 

Salah satu prinsip pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Peserta didik dituntut untuk menguasai semua mata pelajaran dengan indikator keberhasilannya adalah nilai yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan kemampuan dalam bidang bakat dan minat cenderung kurang diperhatikan.

Alegori dari seorang ilmuan Sains, Albert Einsten bahwa “Setiap orang itu jenius, namun jika anda menilai ikan dari memanjat pohon, dia akan meyakini sepanjang hidupnya bahwa dia itu bodoh”. Dari kalimat tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak ada anak yang bodoh. Tokoh Pendidikan dan Psikologi terkenal, Horward Gardner, menyatakan bahwa setiap orang tidak dapat disamakan. 

Cara yang dibutuhkan seseorang untuk mengeluarkan dan mengembangkan potensinya berbeda dari orang lain. Jadi, Ketika anak tidak menunjukkan potensi lebih dalam hal pelajaran atau kemampuan tertentu, bisa jadi dia memiliki kecerdasan tinggi pada aspek yang lain. 

Dalam dunia Pendidikan, penerapan kurikulum sangatlah penting. Arah dan tujuan Pendidikan diatur di dalam kurikulum sehingga dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran guru akan berpatokan pada kurikulum yang dipakai di satuan pendidikannya. Tanpa kurikulum, pelaksanaan Pendidikan akan tidak terarah sehingga hasilnya tidak akan jelas.

Realitas tersebut menjadi evaluasi dalam dunia Pendidikan di Indonesia.  Sehingga pada tahun 2021, Pemerintah melalui Kemendikbudristek meluncurkan Kurikulum Merdeka yang mulai diterapkan di Sekolah Penggerak dan pada saat ini pada tahun ajaran 2024/2025 Kurikulum Merdeka ditetapkan sebagai Kurikulum PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah secara Nasional berdasarkan Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024.

Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler dengan muatan yang beragam sehingga hasilnya akan lebih optimal dan peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep serta menguatkan kompetensi. Selain itu, guru diberikan kesempatan melakukan asesmen awal untuk menentukan terlebih dahulu intervalnya dan tindak lanjut yang akan dilakukan untuk para peserta didik, sehingga guru dapat mendiagnosis kemampuan dasar siswa dan mengetahui kondisi awal siswa. 

Inti dari Kurikulum Merdeka ini adalah Merdeka Belajar. Suatu konsep agar masing-masing peserta didik dapat mendalami minat dan bakatnya. Misalnya, apabila terdapat dua anak dalam satu kelas memiliki minat yang berbeda, maka tolak ukur yang dipakai untuk menilai tidak sama. Kemudian anak juga tidak bisa dipaksakan mempelajari suatu hal yang tidak disukai sehingga akan memberikan otonomi dan kemerdekaan bagi siswa dan sekolah.

Di dalam kurikulum ini terdapat proyek untuk menguatkan Pencapaian Profil Pancasila (P5), kemudian dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Program ini memberikan alokasi waktu khusus untuk pengembangan karakter (kompetensi moral-spiritual, sosial, dan emosional) melalui pembelajaran yang aplikatif dan kolaboratif. Sehingga lebih mengedepankan aspek kreativitas peserta didik dan tidak terikat pada muatan wajib mata pelajaran saja. 

Kurikulum Merdeka dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada muatan esensial yaitu pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerisasi serta muatan pengembangan karakter peserta didik. Kemampuan dasar ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, literasi merujuk pada kemampuan peserta didik dalam membaca, menulis, dan memahami suatu teks tertulis, sedangkan numerisasi merujuk pada kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan memanipulasi angka.

Selanjutnya, pengembangan karakter siswa kurikulum Merdeka ini diimplementasikan dalam Gerakan Penguatan dan Pendidikan Karakter (PPK), siswa diarahkan agar memiliki kebiasaan belajar, baik hard skill maupun soft skill. Sehingga siswa bukan saja pintar dalam hal literasi dan numerisasi, namun memili karakter dan moral yang baik. Urgensi Pendidikan moral ini membentuk siswa memiliki nilai-nilai luhur yang kokoh sebagai bekal menghadapi persaingan global. 

***

*) Oleh : Azizah Luthfi Nur Utami, Penulis dan Ketua Ranting Nasyiatul Aisyiyah Palumbungan

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Hainorrahman
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES