Wisata

Sejarah Bangunan SMAN 3 Malang: Dibangun Sederhana agar Tak Saingi Balai Kota

Selasa, 30 April 2024 - 16:25 | 25.72k
Bangunan SMAN 3 Malang yang ada di Jalan Sultan Agung no 7 Kota Malang. (Istimewa)
Bangunan SMAN 3 Malang yang ada di Jalan Sultan Agung no 7 Kota Malang. (Istimewa)

TIMESINDONESIA, MALANG – Ada banyak bangunan bersejarah yang menarik di Kota Malang. Salah satunya yakni Gedung SMAN 3 Malang yang ada di Jalan Sultan Agung No.7, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Gedung sekolah SMAN 3 Malang secara resmi ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya oleh Pemkot Malang pada 12 Desember 2018.

Di lihat dari aspek sejarahnya, bangunan SMAN 3 Malang merupakan bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1931. Dulunya sekolah ini diberi nama Algemeene Middlebare School (AMS) atau Sekolah Menengah untuk Umum, dan juga HoogereBurger School (HBS) atau  Sekolah Tinggai Warga Negara atau Sekolah Menengah untuk Belanda.

Dilansir dari Surat Keputusan Wali Kota Malang tentang penetapan bangunan SMAN 3 Malang sebagai Cagar Budaya,
Gedung ini dirancang oleh Ir. W. Lemei dari Landsegebouwendienst (Jawatan Gedung Negara) Jawa Timur. Pembangunan gedung ini hampir bersamaan waktunya dengan pembangunan balaikota Malang pada tahun 1929.

Supaya tidak terkesan sebagai bangunan yang ingin menyaingi gedung Balaikota, yang menimbulkan kesan monumental pada gedung tempat penguasa Kota Malang itu, maka gedung sekolah ini dibuat sesederhana mungkin bentuk keseluruhan dari sekolah ini dibuat dengan karakter seperti villa.

Pada awal pembelian tanahnya, lahan tersebut dimaksudkan untuk keperluan HBS saja, tetapi karena berbagai alasan kemudian dirancang untuk dua sekolah sekaligus, meskipun akhirnya HBS memiliki kapasitas yang lebih kecil dari AMS. Pemecahan masalah ini menurut Lemei memerlukan pemikiran yang cukup rumit. Meski demikian, tidak semua bangunan di kompleks sekolah ini terdiri dari satu lantai.

Tujuan tidak menyaingi ketinggian Balai Kota Malang rupanya tak menghalangi perancang bangunan yaitu Ir. Lemei untuk mengkombinasikan gedung berlantai dua di dalam bangunan karyanya tersebut. Ruangan semacam aula ini sifatnya fleksibel, karena sekat-sekat ruangannya terbuat dari partisi semi permanen, sehingga mudah untuk dipindahkan.

Di kemudian hari, sistem penataan yang open plan seperti ini menjadi ciri khas arsitek beraliran modern. Atapnya terbuat dari sirap kayu besi. Atap tempat parkir sepeda yang datar memakai bahan yang relatif baru pada waktu itu, berasal dari American Sheet and Tin Plate Company. Lantai aula tempat olahraga dibuat dari kayu marbau yang keras. Demikian juga dengan tangganya yang dicat dengan warna merah kecoklatan. Kayu pada tempat sepeda dicat warna coklat dan oranye gelap. Talangnya dicat biru tua.

Pada masa pendudukan Jepang, Sekolah Tugu sempat berubah menjadi interniran bagi warga keturunan Belanda. Sempat pula dibeberapa gedungnya menjadi ruang penyiksaan bagi tahanan Belanda oleh tentara Jepang. Dilantainya masih terdapat bekas-bekas peristiwa tersebut.

Di aula sekolah juga memiliki ruang bawah tanah yang berfungsi sebagai sirkulasi udaran dan sistem akustik ruangan. Faktanya bangunan ini terlihat berbeda dengan sekolah lain. Arsitektur bangunan kolonial yang ciri khas dengan zaman dahulu. Pintu dan jendela juga mencerminkan gaya kolonial.

Penetapan yang dilakukan terhadap bangunan yang di duga cagar budaya tersebut tidak mencakup seluruh bangunannya melainkan hanya bagian-bagian tertentu seperti pada SMA Negeri 3 Malang yang tidak semua bangunan merupakan bangunan lama. Ada beberapa bagian yang sudah di renovasi dan merupakan bangunan baru.

Bangunan lama yang masih asli dapat dilihat dibagian lorong, dan aula dari SMA 3 Malang tersebut. Yang dimana memang Aula tersebut merupakan aula bersama yang digunakan oleh SMA Negeri 4, 1, dan 3. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES