Kopi TIMES

Das Sollen dalam Penyelesaian Sengketa Pulau Pasir dengan Australia

Sabtu, 27 April 2024 - 06:08 | 22.75k
Hayatunufus, Master of International Relations.
Hayatunufus, Master of International Relations.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Das Sollen merupakan sebuah konsep yang menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan agar dapat meraih sesuatu yang menjadi tujuan kita. Hal ini termasuk pada upaya penyelesaian sengketa pulau pasir, ada beberapa poin yang mendasar dan harus dilakukan agar masalah sengketa ini segara teratasi. Sengketa Kepulauan Pasir telah menjadi isu Indonesia dan Australia berakar pada era kolonial. Inggris mencaplok Pulau Ashmore pada tahun 1878 kemudian pada tahun 1931 pulau Ashmore ditempatkan di bawah kekuasaan Persemakmuran Australia pada tahun 1931 dan secara resmi menjadi wilayah pada tahun 1934. 

Meskipun demikian, masyarakat Indonesia terutama para nelayan yang menggantungkan mata pencahariannya di Pulau Pasir juga mengklaim pulau-pulau tersebut berdasarkan bukti sejarah adanya penangkapan ikan tradisional dan hubungan budaya. Pertikaian ini terus menjadi perdebatan antara kedua negara, termasuk pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Pada masa pemerintahan Joko Widodo isu ini kembali menjadi sorotan ketika masyarakat adat Laut Timor mengancam akan mengajukan gugatan terhadap Australia agar mereka menarik diri dari kepulauan tersebut. Hal ini terjadi karena masyarakat berpendapat bahwa mereka mempunyai hak adat atas pulau-pulau tersebut dan kehadiran Australia di sana merupakan pelanggaran terhadap hak-hak tersebut.

Padahal pada perjanjian yang telah disepakati pihak Australia mengklaim bahwa pulau tersebut merupakan milik mereka karena merupakan bekas jajahan dari Britania yang kemudian diserahkan kepada Australia. Selain itu, Kementerian Luar Negeri Indonesia juga menyatakan bahwa Pulau Pasir merupakan milik Australia. Hal ini didukung oleh ketiadaan Pulau Pasir dalam peta Republik Indonesia sejak tahun 1957. Namun para nelayan di perbatasan kurang memahami dan masih tetap menganggap bahwa pulau tersebut merupakan bagian dari milik Indonesia. 

Walaupun sebenarnya ada pulau-pulau tertentu milik Australia yang terletak diantara Indonesia dan Australia yang disepakati untuk memberikan izin bagi para nelayan Indonesia untuk melakukan penangkapan ikan disana. Namun hal ini berlaku untuk pulau-pulau tertentu dan tidak termasuk Pulau Ashmore. Sehingga dapat dikatakan secara hukum nelayan Indonesia tidak berhak  untuk melakukan penangkapan ikan disana. Akhirnya ketidaktahuan para nelayan akan hal ini membuat beberapa dari mereka akhirnya ditangkap oleh pihak Australia. Penelitian ini kemudian berusaha untuk memberikan evaluasi terkait dengan apa yang dapat dilakukan oleh pihak Indonesia dalam mengatasi hal ini. 

Ada alasan mengapa Pulau Pasir masih menjadi topik persengketaan hingga saat ini salah satunya adalah karena pemahaman warga NTT bahwa Pulau Pasir merupakan bagian dari Indonesia. Hal ini kemudian menyebabkan kesalahpahaman masyarakat yang beranggapan bahwa kesepakatan mengenai sengketa Pulau Pasir lebih menguntungkan Australia dan mengorbankan nelayan tradisional Indonesia yang telah menjadikan Pulau Pasir sebagai lahan kehidupan. Selain itu ada batas-batas wilayah perairan antara Pulau Pasir dan wilayah Indonesia yang saat ini masih belum jelas. Hal ini kemudian mengakibatkan masyarakat terutama nelayan lokal tidak terjamin keamanannya saat mencari ikan di wilayah perbatasan. Dalam mengatasi hal ini pemerintah Indonesia harus membentuk tim diplomasi guna mengkaji ulang MoU terkait dengan Pulau Pasir. 

Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo pembahasan dengan Australia mengenai batas laut dan sengketa kerjasama strategis dilakukan guna meningkatkan keamanan wilayah di kawasan Indo Pasifik. Namun tidak secara spesifik dilakukan dalam rangka untuk memperjelas batas wilayah perairan antara Indonesia dan Australia dan pembahasan mengenai sengketa Pulau Pasir. Hal ini menandakan bahwa pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo belum ada tindakan yang signifikan terkait dengan penanganan sengketa Pulau Pasir.  

Sengketa mengenai perbatasan salah satunya Pulau Pasir merupakan hal yang sangat penting untuk segera dibahas dan diatasi oleh pemerintah dengan serius. Hal ini karena banyaknya dampak negatif dari kasus sengketa Pulau Pasir antara Indonesia dan Australia. Dampak negatifnya meliputi meningkatnya ketegangan, potensi konflik, kolaborasi dalam membangun kapasitas kelembagaan dan pertukaran informasi dengan negara lain, hilangnya mata pencaharian nelayan tradisional Indonesia, kesulitan ekonomi, dan keterlibatan hukum internasional. 

Dampak negatif tersebut juga mencakup pelanggaran dan permusuhan yang dilakukan kedua belah pihak sehingga menimbulkan berbagai potensi antara lain kerusakan laut, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lingkungan hidup, serta kerugian sosial, ekonomi, dan sumber daya manusia. Adanya kejelasan batas wilayah menjadi suatu hal yang penting untuk dicapai selain menciptakan keamanan bagi para masyarakat perbatasan dan perekonomian para nelayan hal ini juga dapat memupuk hubungan baik antara dua negara dengan mengurangi sumber konflik seperti isu perbatasan. 

Das Sollen, Optimalisasi Foreign Policy  Start at home dan Inward Looking 

Politik luar negeri suatu negara merupakan hasil dari refleksi kondisi dalam negeri yang dipengaruhi oleh situasi internasional. Politik luar negeri menunjukkan kepentingan nasional dari suatu negara dapat berupa aspirasi maupun operasional. Tujuan nasional yang hendak dijangkau melalui politik luar negeri merupakan formulasi yang dirancang dengan mengaitkan kepentingan nasional terhadap situasi internasional yang sedang berlangsung serta kekuatan yang dimiliki dalam upaya untuk mencapainya. Namun, negara mengeluarkan kebijakannya untuk memenuhi dan mencapai kepentingan pribadi maupun kolektifnya. 

Pada umumnya kebijakan luar negeri suatu negara dilakukan agar dapat mempengaruhi terhadap negara lain, menjaga keamanan nasional, memiliki prestise, serta benefit untuk negaranya. Menurut Hans. J Morghentau, kepentingan nasional merupakan pilar utama untuk mendukung politik luar negeri dan politik internasional suatu negara. Kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan yaitu apa saja yang bisa menjadikan suatu negara lebih kuat dan memiliki pengaruh untuk mengendalikan negara lain dilakukan dengan tujuan menjaga keamanan nasional, memiliki prestise, serta benefit untuk negaranya.

Merujuk pada pemaknaan politik luar negeri dan kepentingan nasional suatu negara, penulis berargumentasi belum adanya tindakan yang signifikan dalam mengatasi sengketa Pulau Pasir yang terjadi antara Indonesia dan Australia disebabkan karena fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah untuk melakukan pembangunan dalam negeri. Hal ini didukung dengan aksi prinsip politik luar negeri yang memanfaatkan instrument ekonomi sebagai salah satu alat diplomasi untuk melakukan pembangunan dalam negeri yang berfokus pada inward looking. 

Salah satu implementasi bentuk kebijakan inward looking yang diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang lebih berfokus pada pembangunan dalam negeri daripada membangun hubungan luar negeri.  Ini dapat dilihat dalam rumusan visi dan misi hubungan luar negeri Presiden Joko Widodo, yakni “terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”.

Namun hal ini kemudian mengurangi elemen aktif pada prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif Indonesia yang sebenarnya juga dibutuhkan. Karena keadaaan Internasional tidak statis, tetapi selalu berkembang sehingga kebijakan luar negeri perlu untuk menyesuaikan perkembangan tersebut dan perlu untuk mengantisipasi sejauh mungkin perkembangan selanjutnya. Dalam menangani hal ini dibutuhkan praktek Politik Luar Negeri Indonesia yang aktif untuk mengatasi sengketa perbatasan. Pemerintah Pusat tetap harus memiliki andil dengan mengawal Kementrian Luar Negeri untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah. 

Inward Looking meskipun terkesan seperti mengesampingkan hubungan luar negeri dan lebih berfokus pada pembangunan dalam negeri namun hal ini juga dibutuhkan dalam investasi politik luar negeri jangka panjang. Membangun kembali domestik untuk kebijakan luar negeri memiliki beberapa fungsi kunci. Pertama, hal ini membantu memastikan bahwa politik luar negeri yang diimplementasikan mencerminkan kebutuhan masyarakat. Kedua, ini membantu memperkuat fondasi politik di dalam negeri yang dapat mendukung politik luar negeri yang lebih kokoh dan berkelanjutan. Ketiga, membangun kembali domestik untuk politik luar negeri juga dapat membantu memperbaiki citra suatu negara di mata dunia. 

Dalam hal mengatasi wilayah perbatasan dibutuhkan fokus khusus sehingga praktik inward looking untuk pembangunan dalam negeri yang dapat dilakukan. Ada beberapa hal yang dapat dilaksanakan untuk menyelesaikan sengketa Pulau Pasir yang disesuaikan model politik luar negeri Presiden Joko Widodo dengan mewujudkan foreign policy start at home dengan menggunakan politik luar negeri inward looking. Antara lain adalah melakukan pemberdayaan Instansi nasional seperti Departemen Luar Negeri dan TNI harus dipemberdayakan dalam melakukan diplomasi dan mengambil tindakan hukum, melakukan komunikasi terbuka dengan masyarakat umum yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam melaporkan kemajuan penyelesaian sengketa. Hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui dan memahami secara benar batas-batas wilayah negara saat ini, karena bisa saja terjadi perubahan seiring dengan kesepatan dan perjanjian baru yang dibuat dengan Australia. 

Memberikan pengetahuan khusus pada para nelayan diperbatasan mengenai wawasan perbatasan wilayah perairan juga menjadi hal yang sangat penting. Hal ini dilakukan untuk mengurangi adanya resiko nelayan yang melwati batas wilayah dan mengurangi adanya peristiwa penangkapan nelayan Indonesia oleh Australia. Memberikan wawasan perbatasan dapat meningkatkan keamanan di laut. Dengan mengenali peraturan dan perundangan yang berlaku di wilayah perbatasan, para nelayan dapat menghindari kecelakaan dan konflik dengan instansi keamanan. Wawasan perbatasan dapat meningkatkan produktivitas para nelayan. Dengan mengenali area penangkapan ikan yang potensial dan area yang dilarang untuk ditangkap, para nelayan dapat memperbaiki rute dan strategi nelayan mereka. 

Kemudian penanganan penyebaran isu berita tidak benar yang disampaikan oleh media juga harus ditanganin secara khusus. Pada kasus sengketa Pulau Pasir sempat terjadi isu yang kurang baik oleh media yang menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo mengancam Australia terkait dengan kasus Pulau Pasir. Namun telah diklarifikasi melalui Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Abraham Liyanto bahwa hal ini tidak benar. 

Pemerintahan selanjutnya yang akan menjabat pasca pemerintahan presiden joko Widodo dapat melakukan praktek politik luar negeri yang lebih aktif dalam mengatasi isu perbatasan. Masih banyak upaya politik luar negeri yang dapat dilakukan dalam rangka menyelesaikan sengketa Pulau Pasir. Politik luar negeri dalam mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan berangkat dari dua hal, pertama yang paling mendesak dan kedua yang paling memungkinkan diatasai dengan cepat. Pertama yakni membuka diplomasi untuk mengadakan dialog dengan Australia terkait dengan batas wilayah perairan yang jelas. Kedua, berdasarkan foreign policy start at home hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan edukasi kepada para masyarakat perbatasan terutama nelayan mengenai dengan batas-batas wilayah perairan. 

Hal ini dengan tujuan meningkatkan pemahaman terkait perbatasan yang berfungsi agar mengurangi jumlah nelayan yang tertangkap oleh Australia akibat ketidaktahuan mereka akan ketentuan perbatasan perairan. Hal ini juga dapat berfungsi untuk untuk mengurangi ketegangan konflik sehingga dapat memperlancar kesepakatan antara Indonesia dan Australia. Melihat dari banyaknya sisi negatif dari sengketa ini, maka diperlukan tindakan yang tegas dan cepat dalam menyelesaikannya demi menghindari adanya eskalasi konflik dan kerugian, penangkapan nelayan serta untuk membangun hubungan bilateral yang lebih baik dengan Australia. 

***

*) Oleh : Hayatunufus, Master of International Relations 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Hainorrahman
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES