TIMESINDONESIA, MADINAH – Ada Asep, Rudi, Siti Aisyah, Ruhanah, Amel, Ainun, Eni, Ana, Nia, Setiawan, Rijani, Nur Aisa, Mirwan, Zaki, Sudiman, Hidayat, Andi, Nurul, Keysa, Yasin, dan juga Pitri. Dan, masih ada ribuan bahkan mungkin jutaan, tulisan identik nama orang yang terukir di batu marmer merah dan hitam pada gugusan Jabal Uhud, Madinah.
Entah apa maksudnya. Tapi, masih banyak lagi tulisan bernada nama dari berbagai bahasa belahan dunia, tertera di batu-batu marmer Jabal Uhud.
Goresan berwarna hitam, ada yang putih, bisa dijumpai jika jemaah berziarah mendaki ke puncak Uhud. Lokasi bersejarah, tempat di mana Rasulullah Muhammad SAW pernah berperang melawan kafir Quraisy atau yang dalam sejarah dikenal sebagai perang Uhud.
Jabal Uhud bukan gunung biasa. Jabal Uhud memiliki nilai sejarah bagi umat Islam. Tak seperti gunung atau bukit lainnya di Kota Madinah, Jabal Uhud memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan Jabal Uhud adalah salah satu gunung yang dijanjikan kelak ada di surga. “Jika kita hendak melihat gunung yang terdapat di surga, maka ziarahlah ke Gunung Uhud. Nabi Muhammad SAW bersabda, Gunung Uhud ialah salah satu dari bukit-bukit yang terdapat di surga,” demikian hadits yang diriwayatkan HR Bukhari.
Apakah karena itu para peziarah menuliskan nama pada batu-batu di gugusan Uhud? Wallahu a'lam, hanya mereka yang menulis, tahu maksudnya. Atau mungkin hanya sekadar ikut-ikutan. Begitu banyak goresan nama, karena menaiki Jabal Uhud tak begitu tinggi. Apalagi saat sore, malam atau pagi hari. Matahari belum beranjak tinggi, menaiki Jabal Uhud tak begitu menguras tenaga karena cuaca tidak panas menyengat.
Di kawasan Jabal Uhud, terdapat makam para syuhada. Diriwayatkan sekitar 70 syuhada pahlawan perang Uhud yang dimakamkan di maqbarah ini. Makam tersebut dipasang pagar keliling.
Salah satu pahlawan yang gugur di medan perang Uhud, adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Pria yang dijuluki Singa Allah tersebut merupakan paman Rasullullah.
Doktor Studi Islam, H. Ubaidillah menilai, peziarah yang menuliskan nama di batu-batu bukit Uhud, adalah fenomena kuktural. "Menurut saya itu fenomena kultural daerah masing-masing peziarah. Memahaminya bahwa tulisan-tulisan tersebut dimaksudkan orang sebagai kenangan. Umpama, tertulis nama A, dimaksudkan sebagai kenangan kalau si A ini sudah pernah berziarah ke gunung Uhud yang punya nilai sejarah pada masa perjuangan Rasulullah SAW," jelasnya.
Menurutnya, fenomena itu tidak ada hubungannya dengan ibadah, karena tidak dijumpai anjuran atau juga larangan yang bersumber dari Alquran maupun Sunah. (*)
Pewarta | : Bambang H Irwanto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Dari Kandang Dlingo Bantul ke Istana, Sapi Bagong Milik Bayu Dibeli Presiden Prabowo
Kaca Bus Tim Persik Kediri Pecah Dilempar Batu saat Tinggalkan Stadion Kanjuruhan
Ada 43 Jemaah Haji Cadangan di Bondowoso Diharapkan Bisa Berangkat Tahun Ini
Banjir Bandang Menerpa, 119 Penduduk Kongo Afrika Meninggal Dunia
Hasil Pertandingan Piala Soeratin Askab PSSI Banyuwangi, Minggu 11 Mei 2025
Sebanyak Delapan Visa Jemaah Haji Asal Bondowoso Belum Terbit
PLN Mobile Proliga 2025, Samator Kunci Juara Tiga Usai Bekuk Bank Sumsel
Harmoni Budaya, Religi dan Ekonomi dalam Festival Jogokariyan 2025 Kota Yogyakarta
Jalur Seleksi Mandiri UNAIR Tahun Akademik 2025 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Jadwalnya
Laga Arema FC vs Persik: Ditonton 2.850 Aremania, Diamankan 2.113 Personel Gabungan