CEK FAKTA: Tingginya Sinar Ultraviolet Melindungi Indonesia dari Covid-19 Varian Omicron

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Beredar unggahan di media sosial terkait Covid-19 varian Omicron yang kurang bisa tersebar luas karena tingginya sinar ultraviolet di Indonesia.
Unggahan tersebut dibagikan akun Facebook Angelus Solapung II pada 19 Desember 2021. Unggahan berisi video pernyataan Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN, yang menjelaskan tentang asal mula nama omicron dan alasan mengapa omicron tidak banyak menyebar luas di Indonesia.
Advertisement
Pengunggah juga menyertakan narasi berikut:
Bersyukurlah Sinar UV (Ultraviolet) di Indonesia bisa menjadi tameng Virus Omicron.
#TetapWaspadaTapiJanganPanik
#TetapProkes
#KarenaVirusCoronaMasihMengintai
#TetapJagaImanImunAman.Amin.
Sumber: Facebook (https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1626997084305059&id=100009843482723)
Unggahan serupa juga ditemukan di Facebook oleh akun Iga Aju Nitya Dharmani pada 22 Desember 2021. Adapun narasi yang disertakan dalam unggahannya sebagai berikut:
Virus omicron takut sama sinar matahari
Sumber: Facebook (https://www.facebook.com/gung.ayurai/videos/1350840645328396)
Benarkah klaim bahwa covid-19 varian Omicron kurang bisa tersebar luas karena tingginya sinar ultraviolet di Indonesia?
CEK FAKTA
Berdasarkan hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia, klaim bahwa covid-19 varian Omicron kurang bisa tersebar luas karena tingginya sinar ultraviolet di Indonesia, tidak benar.
Cek Fakta TIMES Indonesia menelusuri dengan mesin pencari dan menemukan pernyataan dari pihak terkait mengenai hal tersebut. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa tidak terdapat hubungan antara penyebaran covid-19 varian omicron dengan sinar UV (ultraviolet).
"Tidak ada hubungannya penyebaran Omicron dengan tingkat sinar ultraviolet di Indonesia. Omicron sendiri pertamakali terdeteksi di Afrika Selatan yang punya cuaca panas seperti Indonesia," ujar dr. Nadia, Senin (20/12/2021), dikutip dari liputan6.com.
dr Nadia menegaskan pula bahwa apapun varian covid-19 bisa dicegah dengan vaksinasi, penerapan protokol kesehatan yang ketat, serta melakukan deteksi dini apabila ada keluhan.
"Banyak masyarakat yang lebih percaya hoaks dan misinformasi, itu sebabnya edukasi harus terus dilakukan agar kejadian Juli kemarin tidak terulang," ujarnya.
Masih dikutip dari laman yang sama, seorang relawan Covid-19, dr. Muhamad Fajri Addai mengatakan, tidak ada bukti ilmiah manapun yang menyebut varian Omicron tidak menyebar di Indonesia karena tingginya sinar ultraviolet.
Dia menjelaskan, banyak faktor yang bisa menyebabkan varian Omicron tidak menyebar seperti tingginya vaksinasi. "Atau di sini mungkin kekebalannya sudah tinggi atau mungkin karena tidak terdeteksi. Tapi bisa saja terjadi lonjakan lagi, tidak ada yang bisa menjamin," ujarnya.
Mengutip dari Tirto.id, masih dari pernyataan dr. Siti Nadia Tarmizi, bahwa Omicron sendiri pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan yang memiliki cuaca panas seperti Indonesia. Hal tersesebut untuk menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara penyebaran Omicron dengan tingkat sinar ultraviolet di Indonesia.
Sumber: Tidak Benar Sinar UV Melindungi Indonesia dari Varian Omicron | Tirto
Terkait dengan asal usul nama Omicron, sebagaimana muncul dalam video yang diunggah akun Angelus Solapung II dan Iga Aju Nitya Dharmani, laman who.int menyebutkan, penamaan varian dari covid-19 didasarkan pada alfabet Yunani. Penetapan label sederhana oleh WHO ini dimaksudkan agar mudah diucapkan dan diingat.
Sumber: WHO announces simple, easy-to-say labels for SARS-CoV-2 Variants of Interest and Concern | WHO
Menurut juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, WHO melewatkan alfabet Nu dan Xi, langsung melompat ke Omicron. Hal itu karena ‘Nu’ terlalu mudah disalah artikan sebagai ‘New’ atau baru, ‘Xi’ dilewatkan karena sering digunakan sebagai nama belakang.
Sumber: How Omicron, the New Covid-19 Variant, Got Its Name | The New York Times
Menurut Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat, hingga kini keefektifan berbagai jenis sinar UV C untuk menonaktifkan virus SARS-CoV-2 belum diketahui.
Data yang tersedia baru terbatas pada panjang gelombang, banyaknya UV C yang dibutuhkan, hingga durasi paparan UV C yang diperlukan untuk menonaktifkan virus SARS-CoV-2.
Sumber: UV Lights and Lamps: Ultraviolet-C Radiation, Disinfection, and Coronavirus | FDA
Hal terkait efektivitas sinar UV untuk membunuh virus juga disampaikan oleh de Muatiara Lirendra. Pendiri komunitas artner Sehatku ini mengonfirmasi perangkat sterilisasi dengan sinar UV C nyatanya efektif membunuh bakteri dan virus.
"Pada dasarnya perangkat dengan sinar UV C sering dipakai di rumah sakit untuk mensterilisasi alat-alat medis," ujar dr Mutiara, mengutip dari Antara.
Dia menjelaskan, sinar UV C merupakan sinar ultraviolet dengan gelombang paling pendek namun tingkat energi tertinggi. Radiasi UV C sepenuhnya disaring oleh lapisan ozon sehingga tidak bisa tembus ke bumi.
Sinar UV C tidak bisa didapatkan secara alami dari sinar matahari melainkan harus direkayasa menggunakan alat tertentu.
Dia menambahkan bahwa sinar UV C bisa berbahaya jika mengenai kulit atau mata. "Oleh sebab itu, harus dipastikan perangkat benar-benar aman," ujarnya.
Sumber: Efektifkah alat sterilisasi dengan UV C bunuh virus? | ANTARA News
KESIMPULAN
Hasil penelusuran tim Cek Fakta TIMES Indonesia, klaim bahwa covid-19 varian Omicron kurang bisa tersebar luas karena tingginya sinar ultraviolet di Indonesia, tidak benar. Tidak ada bukti ilmiah terkait hal tersebut. Pun, pihak Kemenkes mengatakan tidak ada kaitan antara tingkat penyebaran covid-19 varian Omicron dengan sinar UV di Indonesia.
Menurut misinformasi/disinformasi yang dikategorikan oleh FirstDraft, informasi tersebut termasuk dalam kategori misleading content (konten menyesatkan). Konten jenis ini dibuat secara sengaja dan diharap mampu menggiring opini sesuai dengan kehendak pembuat informasi.
Misleading content dibentuk dengan cara memanfaatkan informasi asli, seperti gambar, pernyataan resmi, atau statistik, akan tetapi diedit sedemikian rupa sehingga tidak memiliki hubungan dengan konteks aslinya.
---
Cek Fakta TIMES Indonesia
TIMES Indonesia adalah media online yang sudah terverifikasi faktual di Dewan Pers. Dalam kerja melakukan cek fakta, TIMES Indonesia juga bekerja sama dengan 23 media nasional dan lokal, untuk memverifikasi berbagai informasi hoaks yang tersebar di masyarakat.
Jika anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silakan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA TIMES Indonesia di email: [email protected] atau [email protected] (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |