Ekonomi

Pendapatan Perkapita Penduduk Ngadas Melejit Lima Kali Lipat

Rabu, 25 April 2018 - 16:14 | 180.78k
Desa Ngadas terus membenahi infrastrukrur menuju lahan-lahan pertanian untuk memudahkan arus eskonomi dan Kepala Desa Ngadas, Mujianto.(FOTO: Widodo Irianto/TIMES Indonesia)
Desa Ngadas terus membenahi infrastrukrur menuju lahan-lahan pertanian untuk memudahkan arus eskonomi dan Kepala Desa Ngadas, Mujianto.(FOTO: Widodo Irianto/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Pendapatan perkapita penduduk desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur melejit lima kali lipat menjadi Rp 35 juta/tahun.

Ini terjadi setelah gunung Bromo erupsi bulan Mei tahun 2010 lalu. Akibatnya waktu itu areal pertanian di sana tertutup abu vulkanik. Tiga tahun kemudian yakni tahun 2013 tanah di sana menjadi sangat subur. Sejak itu pula pendapatan petani di sana merangkak naik hingga kini.

Advertisement

"Karena harga sayuran seperti kentang, bawang, kubis dan sebagainya terus naik. Bahkan stabil sampai kini," kata Kepala Desa Ngadas, Mujianto kepada TIMES Indonesia, Rabu (25/4/2018) siang.

Mujianto.jpgKepala Desa Ngadas, Mujianto

Karena pendapatan perkapitanya melejit, secara otomatis taraf hidup para petanipun menjadi melonjat. "Tapi mereka belum bisa menyimpan uang di bank. Sehingga hasil panenan mereka kebanyakan digunakan untuk kepentingan konsumtif. Beli mobil dan sebagainya," ujar Mujianto.

Meski demikian para petani di sana, dalam mengelola pertanian lebih fokus karena mereka sudah merasakan hasilnya. Sehingga perputaran uang di desa yang berpenduduk 2003 jiwa dengan 536 KK itu setiap harinya tak kurang dari Rp 13 juta. "Kami sedang menjajaki kerjasama dengan Bank tentu yang ada fasilitas ATM-nya untuk bisa membuka kantor di sini agar masyarakatnya gemar menabung," kata Mujianto.

Kondisi itulah yang menjadi salah satu alasan Bupati Malang Dr H Rendra Kresna menetapkan desa Ngadas menjadi desa literasi dalam soal keuangan.

Menurut Mujianto hampir semua usia potensi kerja telah memiliki pendapatan. Mayoritas penduduknya memang petani. "Anak-anaknya yang sudah besar, dewasa dan bisa menaiki motor dalam musim panen kentang penghasilannya sebagai ojek sayuran sehari bisa sampai Rp 300 ribu," tegasnya.

Ini karena mereka sekali angkut ongkosnya Rp 10 ribu/sak kentang. Padahal sekali angkut mampu sampai lima sak. Dan sehari ojekan sayuran ini bisa lima sampai enam kali angkut.

Tahun 2013 jumlah mobil jip di desa ini hanya ada lima unit. "Tetapi sekarang sudah 50 jip dengan harga sewa Rp 600 ribu. Pokoknya di desa sini sekarang total ada 80 unit dari berbagai jenis. Ada yang punya Pajero. Bahkan satu petani ada yang memiliki lebih dari tiga mobil," kata Mujianto.

Itulah yang kemudian, lanjut Mujianto menjadikan para petani di desa Ngadas semakin bergairah. Bahkan jumlah Homestay di desa yang dekat dengan kawasan Gunung Bromo ini terus menyusut dan kini tinggal 15 homestay saja. Jumlah homestay di desa Ngadas itu semula sempat membengkak karena Ngadas selalu dilewati wisatawan yang menuju Bromo.

Bahkan saat musim perawatan tanaman pertanian, nyewa jip ditawar sampai Rp 1 juta pun tak akan mau karena mereka lebih memilih merawat pertanian. 

Sebagian dari para petani kini memablng sudah berubah pikiran. Mereka beralih berkonsentrasi menggarap dunia pertanian mereka yang seluas 381 hektare itu.

Bego.jpg

"Namun bukan berarti kami tidak care terhadap dunia wisata. Sampai kini kami masih aktif menggairahkan wisata kunjungan ke Bromo. Bahkan kami telah menandatangani kontrak kerjasama dengan travel dalam kunjungan wisatawan asing," kata Mujianto lagi.

Dua kali dalam seminggu dari desa Ngadas selalu mendapat kunjungan wisatawan asing yang kebanyakan dari Eropa. "Kami secara rutin menjemput wisatawan Eropa di stasiun KA Kota Baru Malang,"  tambah Timbul, Sekretaris lembaga desa wisata Ngadas.

Menurut Timbul, program kunjungan wisata tetap digarap oleh desa. Para wisatawan yang dijemput dari stasiun KA itu kemudian diinapkan di desa Ngadas.

Wisatawan yang kebanyakan dari Belanda, Inggris, Perancis, Jerman Australia itu diinapkan di homestay yang telah disiapkan. Esoknya mereka diberi sarapan pagi.

Setelah itu mereka diajak tour kampung. Sore harinya shering budaya sejarah pengenalan kebudayaan asli Ngadas yang sampai kini masih dipertahankan keasliannya.

Mereka juga kemudian diajak tracking jalur leluhur ke Bromo jalan kaki selama 2 jam. Jalur leluhur adalah jalan setapak orang Ngadas sejak jaman dulu dalam menuju upacara Bromo seoanjang kurang lebih 10 km. Jaman dulu jalur ini digunakan jalur menuju upacara Kasodo.

Setelah itu mereka juga diajak kunjungi Danyang, yakni tempat yang disakralkan tempat pemakaman petra simbul roh leluhur yg disucikan. Proses pensucian dinamakan namanya entas entas.

"Mereka juga kami ajak ke makam mbah Sedek, orang pertama yang memberi nama desa Ngadas tahun 1774," kata Timbul.

Mbah Sedek ini sebenarnya orang Mataram. Tapi ia menyusul saudaranya yang ada di Majapahit menuju gunung-gunung diantaranya ke desa Ngadas yang ada di wilayah gunung Bromo.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES