
TIMESINDONESIA, DENPASAR – Pria paru baya bernama Pawardi (42), sedang sibuk melayani beberapa pembeli tas hasil kerajinannya dari bahan pohon Ate dan Rotan, di tempat indekosnya, di Jalan Gumitir, nomor 16, Banjar Kertha Jiwa,Tohpati, Denpasar, Bali.
Para pembeli ini datang, untuk membeli atau mengorder untuk dijual kembali di Art-art Shop di wilayah Bali, atau dikirim keluar negeri jika ada pesanan tas yang berbentuk bulat nan unik tersebut.
Advertisement
Pawardi pria yang berasal dari Desa Landah, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah (NTB), sudah menekuni kerajinan anyaman dari bahan pohon Ate dan Rotan ini sekitar tahun 1966.
"Dulu di Desa, kita sering membuat anyaman ini untuk alas piring atau alas gelas," ucap ayah tiga anak ini, Sabtu (12/5/2018).
Kemudian, untuk mengembangkan kerajinan ayaman tas tersebut Pawardi pindah ke Bali pada tahun 1998 untuk menjual dan memasarkan hasil karya anyamannya dan kemudian menetap di Bali.
Berlalunya waktu, kerajinan anyaman pun berkembang dengan beraneka bentuk mulia dari tempat tisu, dan tas bulat.
Sehingga, mulai banyak peminatnya dari lokal maupun mancenagara. Sehingga, Pawardi mengokosi para orang-orang di Desannya yang bisa mengayam tas bulat tersebut.
Selain itu, Pawardi juga menuturkan bahwa memang di Lombok Tengah kebanyakan aktivitas yang rata-rata masyarakat berprofesi menjadi petani, jika lagi musim panas atau menunggu panen mengabiskan waktunya umembuat anyaman dari pohon Ate dan Rotan.
"Kalau di Lombok Tengah banyak pengerajinnya (anyaman), kalau orderan ramai saya mengongkos setelah selesai, dikirim ke Bali untuk dijual," imbuhnya.
Menurut Pawardi, untuk proses pembuatan tas bulatnya itu, berawal dari pohon Ate dan rotan, kemudian dibelah agar lebih kecil. Kemudian, dibersihkan dan mulai di anyam sesuai dengan beberapa variasi mortif.
"Dalam satu hari bisa satu tas saja yang selesai mengayam, karena lama mengayamnya. Kalau mereka tekun, kerja dari pagi sampai sore mungkin baru dapat satu. Apalagi jika motifnya agak rumit," ungkapnya.
Sampai di tangan Pawardi, tas bulat tersebut kemudian di percantik dengan aneka bubuk warna permanen.
Lalu dijemur sekian jam, selanjutnya dipasangkan bermacam corak kain menggunakan lem kuning dan di jahit agar kuat. Proses terakhir tinggal diberikan tali tas yang berbahan sapi, sehingga tas bulat tersebut terlihat eksotis dan menarik.
"Kalau disini saya hanya pengepul dan mempercantik tas itu. Untuk ukuran mulai dari 12 sampai 25 centi meter," jelas Pawardi.
Untuk kisaran harga, biasanya para pembeli yang ingin menjualnya berbeda harga, karena banyak. Namun, jika dijual di Art Shop atau lainnya sekitar Rp 120 sampai Rp 150 ribu. Selain itu, untuk di pemasaran tas tersebut sampai tembus ke Eropa, Kanada dan Jepang.
"Tapi kalau saya kan pengepul, iya cuma jual di Bali saja. Saat ini lagi laris tas Ate dan rotan ini. Tiap hari, kiriman bisa sampai 500 dan 1000 dari Lombok," Kata Pawardi.
Pawardi juga mengungkapkan, bahwa sebenarnya untuk pengasilan dari tas anyaman Ate ini tak begitu bagus atau kecil. Karena, para pengerajin membeli bahannya sangat mahal.
Satu iket bahan ate dan rotan sekitar Rp 45 ribu. Karena, bahan tersebut didapat dari Sumatra, Kalimantan, dan Flores (NTT).
"Sebenarnya, kalau ada pekerjaan yang lain pasti ngambil pekerjaan yang lain. Karena tidak sesuai dengan ongkosnya," ujarnya.
"Bahannya sudah mahal, seandainya Rp 60 ribu diambil oleh orang (Pembeli). Bahannya, sekitar Rp 45 ribu. Paling dapat pengasilan Rp 15 atau 20 ribu dalam sehari," katanya.
Karena tambah dia, saat ini musim panas dan tidak panen. "Jadi para petani tidak ada pekerjaan di sawah. Kalau waktu panen, bahan tas ini langkah," ungkapnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rochmat Shobirin |