Instalasi "Nandur Beton", Oka Sampaikan Fenomena Ahli Fungsi Lahan Pertanian di Bali

TIMESINDONESIA, DENPASAR – Puluhan instalasi Nandur Beton tertancap tegak di tepian pinggiran sebuah persawahan, yang berlokasi di Desa Pakung Tibah, Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali. Instalasi yang terbuat dari bahan sampah kayu dan seng bekas ini, sengaja dibuat oleh seniman muda Bali, Gede Oka Astawa yang merupakan kelanjutan dari project Agriculture-nya.
Oka panggilan akrabnya, menamai proyek instalasinya dengan tajuk "Nandur Beton” atau "Menanam Beton". Puluhan instalasi, Oka membuatnya seorang diri untuk menyuarakan rasa gelisahnya terhadap perubahan atau pembangunan di Bali.
Advertisement
"Bahan dari sampah kayu dan seng yang saya ambil dari pantai. Saya bikin sendiri karena ini kelanjutan project-project saya sebelumnya," ucapnya, Selasa (5/2/2019).
Oka yang merupakan alumni Insitut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta, Jawa Tengah ini, selalu menciptakan karya seninya tentang arti lingkungan yang harus di lestarikan.
Ia menuturkan, saat ini kondisi lingkungan ditengrai semakin mencemaskan, di banyak tempat, tanah semakin tidak produktif, bahkan sebagian tidak dapat ditanami lagi. Air semakin tercemar dan tidak layak untuk di minum serta udara pun semakin terpolusi sehingga menyesakan nafas.
Selain itu, banyak hutan menjadi gundul akibat dari lemahnya kontrol dalam proses penebangan dan upaya reboisasi yang lamban.
Menurut Oka, ada beberapa faktor penting yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan. Yakni, pesatnya peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan industri.
Perkembangan industri, khususnya industri pariwisata Bali memang telah terbukti mampu menjawab persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Namun, harus dibayar sangat mahal karena menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan.
"Pesatnya pertumbuhan industri, telah terjadi erupsi pada tanah pertanian serta penggaraman pada tanah yang produktif. Disamping itu, telah terjadi proses pendangkalan sungai dan danau. Apabila kecenderungan semacam itu dibiarkan, bukan mustahil kehidupan manusia kelak menjadi lebih sengsara," ungkap Oka.
Dengan persoalan lingkungan tersebut, Oka menilai, kelak kehidupan generasi selanjutnya akan menderita karena alam tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Oka juga memaparkan, tanah tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan papan. Melainkan juga sebagai tempat sandaran hidup untuk memenuhi kebutuhan pangan. Maka, dengan melihat dinamika pembangunan industri pariwisata dan alih pungsi lahan produktif yang begitu cepat di Bali.
"Saya merespon dengan membuat karya instalasi dengan judul “Nandur Beton”. Seperti yang kita ketahui Bali memiliki ke indahan alam dan budaya yang mempesona serta menjadi daya tarik wisatawan," ujarnya.
Menurut Oka, industri pariwisata di Bali melejit dengan pesat, maraknya pembangunan hotel, villa, penginapan, perumahan, restoran yang tumbuh bagai jamur diatas lahan-lahan produktif sawah dan ladang di Bali.
"Budaya agrarisnya dengan organisasi subaknya seakan tidak mempunyai daya menahan atau membendung serangan industri pariwisata yang hegemoni dan perkasa tersebut," ungkapnya.
Oka juga menilai, saat ini hamparan sawah tibah-tiba disulap menjadi bangunan-bangunan perumahan dan villa, ladang-ladang dibelah oleh jalan yang begitu lebar. Desa yang dulu tenang dan damai tiba-tiba bergemuruh dan bergeliat penuh sesak dan bising oleh aktivitas pembangunan di segala bidang.
"Musim tanam padi kali ini, dibarengi dengan musim tanam beton oleh para insvestor. Pertanyaan yang ada dibenak saya, apakah musim depan para petani masih bisa menanam padi? Sampai kapan budaya agraris kita mampu bertahan dari serangan industri ini?" tanya Oka.
"Semoga kita kembali diingatkan dengan konsep Tri Hita Karana yaitu bagian palemaha, hubungan yang baik antara manusia dan alam," harap Oka terkait puluhan instalasi Nandur Beton yang dibuatnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |
Sumber | : TIMES Bali |