Petani Salak Banjarnegara Resah Harga Salak Terus Turun

TIMESINDONESIA, BANJARNEGARA – Para petani salak di Desa Gununggiana Kecamatan Madukara terpaksa membiarkan buah salaknya membusuk di pohon karena harganya 'terjun bebas' hingga kisaran Rp1000-1500/kg. Padahal harga minimal ada untung adalah Rp2500-3000/kg.
Kepala Desa Gununggiana Kadi SE saat dikonfirmasi TIMES Indonesia, Kamis (2/4/2020) membenarkan hal tersebut. "Jadi bukan hanya milik warga kami, punya saya sendiri sekitar 1 ha, dibiarkan karena merugi. Sebab harus mengeluarkan ongkos tenaga petik dan lain-lain," katanya.
Advertisement
Kecuali dipetik sendiri dan dijual ke pasar ya masih mendingan.Tapi kalau dalam jumlah banyak, kita bingung jualnya kecuali ada pesanan. Belum lagi, banyak salak dari Wonosobo masuk ke Banjarnegara.
"Misal panenan buah salak 7-8 kwintal. Jadi kalau tidak ada pembeli, kita mau jual kemana," ujar Kades Kadi.
"Padahal sekitar 800 KK warga Gununggiana adalah petani salak. Apalagi sekarang ada virus Corona atau Covid-19. Sekarang warga sudah mulai resah bagaimana nasib 14 hari ke depan," lanjutnya.
Para pemuda desa resah, sehingga pihak desa memutuskan mendirikan posko di pintu masuk perbatasan. Pos dijaga 24 jam oleh pemuda dan hansip. Semua orang asing dan kendaraan dipantau. Jumlah urbani harus dilaporkan untuk update data.
Kita akhirnya mengalokasikan dana APBD sebesar Rp85 juta untuk penanganan pencegahan virus corona. "Yang penting sekarang bagaimana warga bisa tenang. Semoga wilayah Banjarnegara aman Covid-19," ujar Kadi.
Kades Kadi mengatakan, masyarakat termasuk petani salak semakin resah. Saat dilanda kesulitan ekonomi, ada virus Corona. Sehingga menambah beban hidup mereka. Ada kekhawatiran yang berlebihan karena takut tertular virus ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |