
TIMESINDONESIA, DEMAK – Di Desa Kembangarum, Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak ada sekitar lima puluh orang yang merupakan perajin batu bata.
"Kalau di sini itu jualnya biasanya enam ratus lima puluh rupiah, tergantung dengan kualitas batu batanya," ujar Sarjito, salah satu warga Kembangaraum yang memproduksi batu bata di desa tersebut.
Advertisement
Sarjito mengungkapkan, bata yang dihasilkannya itu mempunyai kelebihan seperti proses pembakarannya yang mateng. "Kalau pembakarannya mateng itu hasil batu batanya bagus, yaitu kuat," imbuhnya.
Selanjutnya ia memaparkan bahwa setiap produksi batu bata itu masing-memiliki kelebihan. "Kalau di sini itu harganya lebih mahal karena pembakaran batu batanya itu prosesnya lama sehingga hasilnya benar-benar mateng," ujarnya.
"Batu bata yang diproduksi oleh daerah lain juga memiliki kelebihan tersendiri seperti di Desa tetangga Karangsono itu memiliki kelebihan batu batanya keras dan memiliki bobot yang ringan," sambungnya.
Sementara di Desa Karangsono Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak juga terdapat sentra pembuatan batu bata. Hampir tujuh puluh persen warga di Desa Karangsono memproduksi batu bata.
"Sebenarnya komoditas di Desa kami adalah pertanian, tapi sebagian ada juga yang memproduksi batu bata," ujar Muhammad Faizun, perajin batu bata di Desa Karangsono Kecamatan Mranggen Demak.
Kelebihan batu bata hasil produksi Desa Karangsno dibanding batu bata daerah lain adalah batu batanya keras namaun bobotnya sangat ringan. "Alhamdulillah, mungkin karena tanahnya di desa kami mendukung untuk dibuat menjadi bahan batu bata," ungkap Faiz.
Pria yang akrab disapa Faiz tersebut menjelaskan proses pembuatan batu bata dari mulai bahan bakunya sampai dengan batu bata yang siap dijual. Proses pembuatan batu bata pertama kali harus memilih tanah yang layak untuk dijadikan bahan pembuatan batu bata.
"Tanah yang digunakan untuk membuat batu bata itu harus mengandung pasir," jelasnya.
Kedua, setelah menemukan bahan baku yang tepat yaitu tanah yang mengandung pasir tersebut harus dicampur dengan serbuk gergaji kayu dan sekam. "Bahan-bahan tersebut dicampur kemudian dicetak dan dijemur," paparnya.
Setelah selesai penjemuran, proses selanjutnya adalah membakar batu bata tersebut di tungku pembakaran batu bata. "Untuk melakukan pembakaran, harus mencetak batu bata sebanyak lima puluh ribu buah baru kemudian dilakukan pembakaran," ujarnya.
Proses pembakaran batu bata itu sendiri dilakukan selama satu hari satu malam, selanjutnya tinggal menunggu tengkulak datang untuk menawar batu bata hasil produksi warga Desa Karangsono tersebut.
Modal yang dikeluarkan untuk memproduksi batu bata kisaran mencapai Rp 25 juta, sedangkan keuntungannya tidak bisa ditaksir karena setiap saat harga batu bata itu naik turun.
"Dulu pernah per satu batu bata yang dibeli oleh tengkulak dari perajin itu mencapai harga tertinggi yaitu lima ratus rupiah, keuntungannya pun lumayan," pungkasnya.
Saat ini, batu bata hasil produksi Desa Karangsono dipasarkan ke beberapa daerah seperti di sekitar wilayah Demak, Semarang dan Salatiga. Sementara itu, angkutan yang digunakan untuk mengirim batu bata ke beberapa wilayah biasanya menggunakan truk. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |