Ini Rekomendasi DPP GMNI Soal UMKM dalam UU Cipta Kerja

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) kembali mengkaji dokumen UU Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh Baleg DPR RI, salah satunya soal usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino menilai positif regulasi soal UMKM dalam UU Cipta Kerja. Menurutnya, prioritas pemerintah pada isu legalitas dan pemberdayaan UMKM dinilai sudah tepat. Faktor legalitas merupakan salah satu kendala UMKM tidak berkembang, yang membuat para pelakunya tidak memperoleh akses keuangan, dan dukungan pemberdayaan dari pemerintah yang relatif kurang.
Advertisement
“Saya kira kita harus objektif, bab soal UMKM dalam UU Ciptaker yang memuat soal basis data tunggal, pengelolaan terpadu, kemitraan, kemudahan izin serta insentif fiskal dan pembiayaan hingga adanya dana alokasi khusus dan pencatatan keuangan untuk UMKM sangat berdampak positif. Karena fenomena informalitas dan ilegalitas UMKM harus dijawab melalui pembentukan kebijakan publik yang bisa mengembangkan UMKM itu sendiri,” papar Arjuna dalam keterangan tertulis, Senin (19/10/2020).
Namun GMNI mengusulkan sejumlah rekomendasi kebijakan untuk memperkuat pemberdayaan terhadap UMKM, sehingga dapat berkembang dan bersaing secara global di era digital dan keterbukaan informasi. Pertama, pemerintah harus memberikan jaminan akses pembiayaan yang aman dan adil bagi pelaku UMKM.
“Program pembiayaan yang seringkali diberikan kepada UMKM masih relatif berbunga tinggi dan beresiko berdasarkan perspektif pelaku UMKM. Maka jaminan akses atas pembiayaan yang adil dan aman perlu diatur dalam peraturan turunan,” terangnya.
Kedua, perlu ada fasilitas pendampingan dari pemerintah agar UMKM dapat mengakses basis data tunggal dari Online Single Submission (OSS). Dan yang tak kalah penting mekanisme basis data tunggal harus disusun sesederhana mungkin dan memudahkan UMKM untuk mengakses, sesuai alam pikir dan karakteristik UMKM.
“Fasilitas pendampingan perlu disediakan oleh pemerintah agar UMKM bisa mengakses basis data tunggal. Dan mekanismenya diatur sesederhana mungkin, tidak perlu terlalu birokratis, karena tujuannya menyederhanakan bukan malah merumitkan. Harus memudahkan, sesuai karakteristik UMKM,” jelasnya.
Ketiga, pemerintah harus memastikan kemitraan yang dilakukan dengan UMKM harus bersifat economy sharing, menghindari pola eksploitatif. Artinya perlu ada peraturan turunan yang mengatur tentang mekanisme kontrol kemitraan agar usaha besar tidak melakukan pola-pola eksploitatif terhadap usaha kecil.
“Perlu ada peraturan teknis untuk memastikan kemitraan yang dilakukan UMKM betul-betul kemitraan, berbasis economy sharing. Bukan pola hubungan dependensi yang menjadikan UMKM kita sekedar periferi dengan sebutan “mitra usaha” dari pelaku usaha besar. Relasi ini penting diatur ditengah globalisasi ekonomi dan keuangan,” ujarnya.
Keempat, GMNI mengusulkan perlu adanya sistem asuransi bagi UMKM yang mengalami kegagalan usaha. Sistem asuransi dibutuhkan apabila UMKM mengalami kendala karena faktor krisis ekonomi, masalah iklim/gagal panen bagi UMKM pertanian dan anjloknya harga komoditas global yang bisa membangkrutkan usaha UMKM. Sistem asuransi untuk UMKM, menurut Arjuna, sangat penting agar UMKM tidak mengalami kebangkrutan permanen akibat faktor eksternal yang dialami UMKM.
“Peraturan turunan selanjutnya perlu memuat sistem asuransi bagi UMKM. Ini penting agar UMKM tidak mengalami kebangkrutan permanen ketika terjadi krisis ekonomi dan problem lainnya. Sistem asuransi ini bersifat antisipatif, jaring pengaman bagi UMKM,” kata Arjuna.
Kelima, GMNI mengusulkan pemerintah agar menyediakan fasilitas pendampingan dan bantuan hukum bagi pelaku UMKM yang mencakup mulai dari perizinan, perluasan bentuk usaha, menjalin hubungan kemitraan, hingga penyelesaian sengketa. Karena fasilitas pendampingan yang selama ini disediakan hanya berujung pada pendataan dan sangat sedikit ditemukan pendampingan yang menjangkau pada pembinaan untuk peningkatan kualitas usaha.
“Ke depan paling tidak harus ada kebijakan turunan yang berkaitan dengan fasilitas pendampingan dan bantuan hukum, bisa dimulai dari penyebarluasan program literasi dan mentoring hukum yang berkaitan dengan perizinan dan kontrak yang sering dihadapi oleh pelaku UMKM hingga pada ranah perluasan bentuk usaha, menjalin hubungan kemitraan, hingga penyelesaian sengketa. Sehingga membantu kinerja dan kualitas usaha UMKM," kata Ketua Umum DPP GMNI, Arjuna Putra Aldino soal UMKM dalam UU Cipta Kerja. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |