Kondisi Industri Sawit Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pandemi Covid-19 telah mengganggu stabilitas perekonomian global dan membuat sebagian besar negara di dunia mengalami resesi. Namun di tengah kondis tersebut industri sawit mampu menunjukkan taringnya dan menjadi salah satu dari sedikit industri besar nasional yang mampu bertahan.
"Hal tersebut terlihat dari peran industri sawit dalam menahan perlambatan ekonomi nasional yang pada Triwulan II/2020 yang mengalami penurunan sebesar 5,32%," ungkap Eddy Abdurrachman, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam keterangan yang diterima TIMES Indonesia, Jumat (18/12/2020).
Advertisement
Eddy Abdurrachman, Direktur Utama BPDPKS menyampaikan kondisi sawit Indonesia di tengah pandemi Covid-19. (FOTO: BPDPKS for Times Indonesia)
Pada Triwulan III/2020, lanjut Eddy, kondusi ekonomi sedikit lebih baik yaitu -3,49% dan Bank Dunia atau World Bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 ini akan berada pada kisaran -2,0 s.d. 1,6 persen.
Salah satu faktor penting ketahanan pertumbuhan sektor sawit selama pandemi Covid-19 di dalam negeri, menurut Eddy adalah adanya program penggunaan energi terbarukan melalui mandatori biodiesel berbasis sawit.
Setelah sukses menjalankan program mandatori biodiesel 20% sejak 2016 sampai dengan 2019, pemerintah melanjutkan dengan program mandatori B30 sejak Januari 2020 yang menambah daya serap minyak sawit di pasar dalam negeri.
"Sejak dimulainya program peremajaan sawit rakyat di tahun 2016 hingga saat ini, program PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) telah melibatkan lebih dari 100 ribu petani rakyat, dan lebih dari 200 ribu hektar kebun yang menerima dana PSR," ujar Eddy.
"Di tengah Covid-19 yang melanda seluruh negeri, BPDPKS berkomitmen untuk tetap menjalankan seluruh program penguatan industri sawit," tambahnya.
Program dukungan BPDPKS terhadap sektor hulu dan hilir sering kali menjadi bahan perdebatan. Misalnya, prioritas program hulu seperti Peremajaan Sawit Rakyat disandingkan dengan program hilir seperti dukungan insentif biodiesel.
Integrasi program hulu dan hilir sawit sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi pasar domestik agar produk sawit bisa lebih banyak terserap, salah satunya melalui program mandatori biodiesel.
Melalui program tersebut, tujuan untuk stabilisasi harga CPO dan juga ekspor sawit bisa tercapai. Peniadaan program mandatori biodiesel akan berpengaruh kepada stabilisasi harga CPO dan stok menumpuk yang akan mengakibatkan keseimbangan industri sawit dapat terganggu.
"Itulah sebabnya integrasi program hulu dan hilir diperlukan, sehingga program berjalan produktif, pasokan untuk kebutuhan industri hilir juga tersedia.Masing-masing program memiliki tantangannya sendiri, yang tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi BPDPKS dan pemangku kepentingan industri sawit," paparnya.
Program PSR bakal lebih banyak lagi tantangannya di tahun 2021, sebabnya antara lain validitas data lahan dan profil pekebun swadaya, status lahan, kelembagaan petani, akses terhadap dukungan finansial/perbankan, dan kesiapan kelembagaan petani dalam pemenuhan persyaratan PSR.
Hal-hal tersebut yang akan menjadi fokus BPDPKS selaku pengelola dana sawit Indonesia untuk penyempurnaan kebijakan untuk mendukung industri sawit di tahun 2021. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |