
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Kabar membanggakan datang dari petani salak Desa Wonokerto Turi, Kabupaten Sleman. Di tengah pandemi ini, para petani Sleman melakukan ekspor salak ke negara Kamboja. Secara simbolis, pelepasan ekspor salak dilakukan oleh Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa, Kamis (26/8/2021). Ikut serta Kepala Dinas Pertanian dan Pangan DIY Sugeng Purwanto, Ketua Paguyuban Petani Salak Suroto, dan Pendiri Paguyuban Petani Salak Arif Siswanto.
Ketua Paguyuban Petani Salak Mitra Turindo, Suroto mengatakan Paguyuban Petani Salak Mitra Turindo berdiri pada Juni 2009. Kelompok ini merupakan gabungan 4 kelompok tani salak yang kini bertambah menjadi 12 kelompok tani.
Advertisement
Pada 2016 dibentuk badan usaha berupa CV sebagai perusahaan untuk melaksanakan packing house dan ekspor. Sebelumnya, pada 2017 pernah dilakukan ekspor ke Kamboja sebanyak 150 ton, pada 2018 sebanyak 350 ton, pada 2019 sebanyak 650 ton, dan pada 2020 karena terkendala Covid-19 hanya dapat mengirimkan sebanyak 160 ton.
“Kendala ekspor adalah transportasi karena transportasi ekspor menggunakan pesawat. Pada awal Covid-19 pernah terkena lock down ketika pesawat singgah di Malaysia. Pada 2021 transportasi ekspor menggunakan kapal dengan tonase 5 ton setiap minggu ke Kamboja,” kata Suroto.
Soroto mengaku, gairah petani salak memang berkurang. Karena itu, perlu adanya pendampingan dari pemerintah daerah agar petani salak kembali bangkit. Untuk menyemangati para petani, Paguyuban Petani Salak Mitra Turindo akan membuat korporasi untuk menyatukan petani salak.
“Pangsa pasar ekspor salak itu sebenarnya ada. Ya sekitar sebanyak 1000 ton. Namun, petani salak tidak dapat memenuhi permintaan tersebut,” terang Suroto.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan DIY Sugeng Purwanto mengatakan, komoditas ekspor yang ada di DIY adalah gula semut dari Kabupaten Kulon Progo. Kemudian, ada salak dari Kabupaten Slemandengan angka ekspor sekitar Rp 53 miliar per tahun.
“Penurunan ekspor salak disebabkan karena tanaman sudah tua dan, petani salak yang lesu, juga petani salak masih kurang regenerasi. Semoga dengan image petani eksportir dapat mempengaruhi milenial. Selain itu, perlu juga dilaksanakan perluasan lahan salak mengingat penyusutan lahan pertanian di DIY, dimana paling tinggi terjadi penyusutan lahan pertanian berada di Kabupaten Sleman,” kata Sugeng.
Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa mengatakan, dengan adanya ekspor salak dapat meningkatkan ekonomi petani. Kabupaten Sleman menargetkan ada ekspor salak asal Sleman sebesar 1000 ton namun itu belum tercapai. Dari 3000 hektare lahan salak, lahan yang aktif sekitar 1500 hingga 2000 hektare. Dari lahan tersebut ada sebanyak sebanyak 34 kelompok tani.
“Produksi salak turun salah satu sebabnya karena pohon salak yang berumur lebih dari 20 tahun sehingga tidak optimal mencukupi komoditas salak. Kami berharap Dinas Pertanian dan Pangan DIY dapat membantu agar petani salak meningkat dalam semangat bertani. Semoga petani Sleman, khususnya petani salak semakin sejahtera,” terang Danang Maharsa. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |