OJK Cabut Izin OVO Finance, Tak Terkait dengan OVO Uang Elektronik

TIMESINDONESIA, JAKARTA – JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan PT OVO Finance Indonesia (OFI). Pencabutan izin tersebut tidak terkait dengan OVO uang elektronik.
“OFI adalah perusahaan multi finance yang tidak ada kaitan sama sekali dan tak pernah menjadi bagian dari kelompok perusahaan uang elektronik OVO,” kata Head of Public Relations OVO Harumi Supit, Rabu (10/11/2021), dikutip dari katadata.co.id.
Advertisement
OVO yang bergerak di bidang uang eletronik berada di bawah naungan PT Visionet Internasional. Dan, startup ini sudah mendapatkan izin resmi dari Bank Indonesia (BI).
“Hanya saja, sejak awal pendiriannya, OFI juga menggunakan nama ‘OVO’,” ujar Harumi Supit.
Dia menegaskan kembali bahwa pencabutan izin OFI oleh OJK tidak berkaitan dengan semua lini bisnis di kelompok usaha uang elektronik OVO.
Harumi mengatakan, semua operasional dan layanan uang elektronik OVO dan perusahaan di bawah OVO Group berlangsung seperti biasa, normal, dan tidak ada masalah sama sekali.
Sementara itu, pencabutan izin usaha terhadap PT OVO Finance Indonesia (OFI) dilakukan melalui Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-110/D.05/2021 tanggal 19 Oktober 2021.
Pencabutan izin usaha OVO Finance Indonesia dilakukan karena pembubaran akibat keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Pencabutan izin usaha tersebut berlaku sejak Surat Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal ditetapkan," tulis OJK dalam Pengumuman Nomor PENG-73/NB.1/2021 tentang Pencabutan Izin Usaha Perusahaan Pembiayaan PT OVO Finance Indonesia, dikutip dari kompas.com.
“Perusahaan dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang pembiayaan dan wajib menyelesaikan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” demikian isi pengumuman OJK.
Adapun hak dan kewajiban yang harus diselesaikan oleh OVO Finance Indonesia, meliputi:
1. Penyelesaian hak dan kewajiban debitur, kreditur, dan/atau pemberi dana yang berkepentingan.
2. Memberikan informasi secara jelas kepada debitur, kreditur, dan/atau pemberi dana yang berkepentingan mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban.
3. Menyediakan pusat informasi dan pengaduan nasabah di internal perusahaan.
Di samping itu, sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 112 POJK Nomor 47/POJK.05/2020 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan Syariah, perusahaan yang dicabut izin usahanya dilarang untuk menggunakan kata "finance", "pembiayaan", dan/atau kata yang mencirikan kegiatan pembiayaan atau kelembagaan syariah. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |