Ekonomi Tumbuh Tapi Pengangguran dan Kemiskinan di Bondowoso Naik, Ini Kata Ekonom

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Bondowoso, KH Salwa Arifin, pertumbuhan ekonomi Bondowoso tumbuh dari minus 1,36 persen di Tahun 2020 menjadi 3,49 di Tahun 2021.
Namun di sisi lain, selama masa pandemi Covid-19 terdapat sebanyak 20.835 orang di Kabupaten Bondowoso yang menganggur. Jumlah itu meningkat sebanyak 1.362 orang dari Tahun 2020 atau bertambah 6,99 persen.
Advertisement
Dengan begitu, pengangguran terbuka juga mengalami peningkatan dari 4,13 persen pada tahun 2020 menjadi 4,46 persen di tahun 2021 Sementara kemiskinan pada tahun 2021 meningkat pada level 14,73 persen dengan adanya Pandemi Covid-19.
Sebagaimana data badan pusat statistik (BPS) selama periode Maret 2020 - Maret 2021 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bondowoso bertambah sebanyak 4,93 ribu jiwa, dari 110,24 ribu jiwa pada Maret 2020 menjadi 115,18 ribu jiwa pada Maret 2021 atau mengalami peningkatan sebesar 4,47 persen.
Pertumbuhan ekonomi justru berbanding terbalik dengan angka pengangguran. Dimana angka pengangguran dan kemiskinan semakin meningkat saat ekonomi tumbuh. Hal ini sempat menjadi perdebatan.
Pengamat ekonomi sekaligus Dosen Universitas Jember (UNEJ), Dr. Moehammad Fathorrazi mengatakan, pertumbuhan ekonomi terjadi karena aktivitas ekonomi yang meningkat sehingga dapat menyerap tenaga kerja dan pengangguran berkurang.
Hal itu juga menciptakan pertambahan pendapatan masyarakat sehingga kemiskinan menurun. Tetapi kata dia, kondisi itu tidak berlaku jika terjadi sesuatu pada masyarakat. Misalnya alih teknologi dari labor intensive menjadi capital intensive.
"Akibatnya maraknya kegiatan ekonomi bukan menampung pengangguran, melainkan menambah pembelian mesin sehingga pengangguran tidak berkurang malah bisa bertambah," kata dia.
Kedua lanjut dia, pengangguran bertambah banyak bisa disebabkan lulusan SMA yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi sehingga menambah pengangguran. "Menurut hemat saya, hal ini yang dominan terjadi di Bondowoso karena minat melanjutkan studi yang kurang bergairah," jelas dia.
Menurutnya, di Bondowoso saat ini sudah ada kurang lebih 10 perguruan tinggi yang siap menampung mereka. "Tetapi dinikahkan oleh orang tua mereka," imbuh dia.
Pengelola UNEJ Kampus Bondowoso itu juga menjelaskan, perhitungan penduduk miskin oleh BPS menggunakan GAKIN (Garis Kemiskinan) sehingga angkanya bisa naik-turun, bisa juga karena inflasi daerah.
GAKIN itu ditentukan berdasarkan beberapa produk. Sebut saja misalnya sekitar 60 produk dikalikan harganya. Misalnya ketemu harga ketela pohon sekian dan produk lainnya sekian. Setelah itu baru ketemu GAKIN-nya.
Misalnya GAKIN-nya ketemu Rp 400.000. Apabila ada penduduk yang pendapatannya Rp. 395.000 maka tergolong miskin, dan penduduk yang mendapatnya Rp. 401.000 tergolong hampir miskin.
"Misalnya harga-harga naik dan GAKIN menjadi Rp. 410.000, maka penduduk yang pendapatannya 401.000 tadi menjadi miskin sehingga total kemiskinan bisa naik," paparnya.
Menurutnya, garis kemiskinan bisa ditentukan oleh harga produk di daerah tersebut. "Oleh sebab itu pimpinan daerah harus juga memikirkan kenaikan harga di daerahnya," jelas pria asli Bondowoso itu, Selasa (5/4/2022). (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Rizal Dani |