Dari Diskusi Publik Quo Vadis Spin Off Bank Syariah: Perlunya Mempertahankan Unit Usaha Syariah
TIMESINDONESIA, JAKARTA – dir="ltr">Sekretaris Jenderal Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Herwin Bustaman, memberikan tiga poin penting mengapa Unit Usaha Syariah (UUS) harus dipertahankan. Dalam diskusi publik bertajuk "Quo Vadis Spin Off Bank Syariah?" yang diselenggarakan di Universitas Paramadina pada 25 Mei 2023.
Ia menyatakan, "Pertama, secara global tidak ada fatwa yang melarang model Unit Usaha Syariah (UUS). Bahkan, itu masih diadopsi oleh sebagian besar negara termasuk Kerajaan Arab Saudi. Kedua, lebih banyak mudharat daripada manfaatnya jika UUS dihapuskan. Ketiga, UUS juga berperan penting dalam mengembangkan industri perbankan syariah."
Advertisement
Sejarah Panjang UUS
Menurut Herwin, pembahasan tentang UUS sudah memiliki sejarah yang panjang. "Permohonan dari komite ahli perbankan syariah adalah bagaimana bisa dipastikan tidak adanya percampuran antara konvensional dengan syariah. Maka itu ada persyaratan untuk menjalankan UUS laporan keuangan harus dipisah, pencatatannya dipisah. Landasan hukumnya tafriqul halal 'anil haram." katanya.
Menariknya, hasil beberapa riset ditemukan bahwa Bank Umum Syariah (BUS) kecil di negara-negara berkembang terlalu kecil untuk bisa berkontribusi ke negara tersebut. Bahkan, spin-off tidak menghasilkan kinerja yang lebih baik bahkan setelah 4 tahun.
"Secara global, Tahun 2021 Bank Syariah Indonesia (BSI) menempati peringkat ke 23 di antara bank-bank syariah terbesar di dunia. Serupa dengan pasar perbankan lainnya BSI membutuhkan counterpart lokal yang setara/kuat untuk mendukung menjadi Top 10 Global Islamic Bank." ungkapnya.
Potensi Perbankan Syariah: Kesempatan dan Tantangan
Dr. Handi Risza, Dosen Prodi MM Universitas Paramadina, menegaskan bahwa potensi perbankan syariah masih sangat luas sementara market share masih pada kisaran 6-7%. "Market share industri jasa keuangan syariah 10 %, sedangkan perbankan syariah 7%. Perbankan syariah dituntut mampu menyediakan kebutuhan keuangan dalam pengembangan industri halal dan pengembangan lembaga keuangan syariah."
Namun, tantangan pun tak sedikit. Salah satu yang disinggung adalah rendahnya literasi keuangan syariah. "Masih sangat rendah, yaitu baru 8,93%, jauh tertinggal dari literasi keuangan secara nasional yang sebesar 38,03%. Untuk indeks inklusi keuangan syariah juga masih
Rendahnya Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah
Menurut Handi, tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia masih rendah, yaitu baru 8,93%, jauh tertinggal dari literasi keuangan secara nasional yang sebesar 38,03%. Sedangkan indeks inklusi keuangan syariah juga masih tertinggal di posisi 9,1% dibandingkan dengan inklusi keuangan nasional 76,19%. Hal ini menandakan bahwa masih ada tantangan signifikan dalam pengembangan perbankan syariah.
Handi juga menggarisbawahi beberapa hal penting terkait Spin-off. "UU No 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) membuka 'kotak pandora' tentang kelemahan dasar justifikasi pada peraturan mandatory spin-off sebelumnya." ungkapnya.
Selain itu, "Penetapan kewajiban spin-off tidak memperhatikan kondisi realitas UUS dan Industri, melainkan hanya berdasar pada lama tahun sejak diundangkan dan persentase aset UUS dibanding BUK-nya." tambahnya.
Harapan Masa Depan: Kebijakan Spin-off
Narasumber lainnya, Dr. Anis Byarwati Anggota Komisi XI DPR RI, menyinggung proses pembahasan spin-off. "Yang tertuang di UU P2SK adalah jalan tengah tidak dibatasi waktunya, asetnya tapi kita serahkan kepada OJK untuk membuat roadmap. Kalau mau ada kewajiban spin-off OJK membuat bagaiman mekanisme dari UUS menjadi BUS. OJK diberi kesempatan merancang POJK selama 6 bulan," jelasnya.
Dr. Anis Byarwati menambahkan bahwa perbankan syariah dan konvensional tidak bisa dibandingkan, perlu keberpihakan untuk bisa mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia.
"Keberpihakan harus didukung, namun bank syariah tidak boleh hanya bermain simbol, tetapi harus menjaga kualitas layanan, kepuasan nasabah harus diperhatikan, dan kecepatan layanan," saran beliau.
Diharapkan, kebijakan spin off akan melahirkan Bank Syariah baru yang sehat dan kuat, ditandai dengan total aset yang dimilikinya, sehingga penguasaan pasar perbankan syariah menjadi lebih seimbang.
"Kebijakan spin off diharapkan akan memberikan dampak bagi industri perbankan syariah, terutama dalam memperkuat struktur permodalan, selaras dengan tujuan dan sasaran bank syariah secara keseluruhan, dan berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan ekosistem industri halal di Indonesia," pungkas Anis Byarwati. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rifky Rezfany |