Ekonomi

Mengenal Batik Stupa Kota Blitar, Bermula dari RT Keren

Kamis, 06 Juli 2023 - 06:11 | 188.84k
Produk Batik Stupa (Foto: Tiara Firgishanda Ipaenin/TIMES Indonesia)
Produk Batik Stupa (Foto: Tiara Firgishanda Ipaenin/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BLITARBatik merupakan identitas serta warisan budaya Indonesia yang harus dilestarikan. Upaya yang bisa dilakukan untuk melestarikannya bisa beragam. Mulai dari mengunjungi tempat wisata batik, belajar membatik, mengenakan busana batik, atau membuat usaha atau program yang berkaitan dengan batik. Hal itu yang dilakukan oleh Dodo Mahendra, seorang motivator dengan karya Batik Stupa.

Dodo, sapaannya, mulai merintis usaha Batik Stupa tahun lalu, 2022. Belum lama. Kisahnya bermula dari program Pemerintah Kota Blitar, RT Keren ( (Rukun Tetangga Keberagaman Religius Nasionalis). Program ini bertujuan memberdayakan warga masyarakat di lingkup RT. Setiap RT mendapat bantuan sebesar Rp50 juta untuk dikelola sebagai usaha yang berorientasi pada pemberdayaan.

Advertisement

Melalui program tersebut, Dodo bersama warga di kompleks Perumahan Puri Kenari Asri, Kecamatan Sananwetan, menggagas kegiatan membatik. Dipilihnya menjadi tidak lepas dari aspirasi warga serta keinginan agar program bisa berkelanjutan.

Dari belajar dasar membatik, program dikembangkan menjadi sebuah usaha. Keterampilan warga yang memang berminat dalam membatik terus dikembangkan dengan pelatihan. Mereka mulai memproduksi dan dinamainya Batik Stupa. Dari 25 warga yang menjadi peserta pelatihan membatik, beberapa di antaranya terus melanjutkan membatik, termasuk Dodo Mahendra bersama istri.

Batik Stupa boleh dibilang masih belia di dunia perbatikan Kota Blitar. Itu pula yang memotivasi Dodo bersama warga di lingkungan perumahannya untuk mengembangkan secara serius usaha batiknya. Kesempatan makin terbuka ketika Batik Stupa akhirnya bergabung dengan Asosiasi Batik Blitar (Ababil). Ada 25 kelompok pembatik yang tergabung di dalamnya. 

"Stupa menjadi anggota ke-21 di Ababil," kata Dodo yang ditemui TIMES Indonesia di rumahnya, beberapa waktu lalu. 

Kendati belia terjun di usaha batik, Stupa telah berupaya mengenalkan karya-karyanya lewat berbagai ajang, seperti fashion show dan carnival, juga pameran. Tak tanggung-tanggung, agar lebih dilirik, Stupa menggunakan jasa model untuk mengenalkan karya-karyanya.

Berbagai upaya masih terus dilakukan agar Batik Stupa makin dikenal, tidak hanya di Kota Blitar. "Kami baru mempersiapkan katalog, website, dan marketing communicationnya,” ungkap pria kelahiran Tulungagung ini.

Batik Stupa, kata Dodo, memakai canting listrik untuk memproduksi karya. Ia menyebut metode ini satu-satunya di Kota Blitar. Ia menjelaskan, pemakaian canting listrik dimaksudkan agar hasilnya lebih halus. Awalnya, Stupa membuat batik percik atau ciprat, karena relatif mudah. Kemudian berkembang menjadi batik cap, lalu batik tulis hingga kini.

Batik-STUPA.jpg

Soal pemasaran, ujar Dodo, yang dilakukannya seperti mengikuti pameran, fashion show, hingga membuat event sendiri. Juga bekerja sama dengan berbagai pihak seperti event-event di Blitar.

"Seperti kemarin kegiatan Blitar Jadoel, kita mengikutsertakan Batik Stupa pada dua stand. Yakni ikut standnya komunitas Ababil dan standnya kecamatan. Jadi dengan ini juga masyarakat perlahan tahu mengenai batik Stupa,” ujar Diana, istri Dodo.

Mengenai modal awal dari usaha batik ini diberikan oleh pemerintah secara gratis. Lalu setelah adanya pelatihan, modalnya dari iuran anggota yang terdiri dari 12 anggota. Untuk menambah skill pembatik di Stupa, diadakan pelatihan secara berkala, setidaknya 3 bulan sekali.

Di sampung itu, melalui forum rutin bersama Ababil, menjadi ajang berbagi pengetahuan seputar membatik. “Lagian kan setiap pembatik itu berbeda caranya, yang penting mereka sudah tahu dasar-dasar dari membatik itu,” ujar Dodo Mahendra.

Berdasarkan pengalamannya, tantangan dalam merintis usaha batik Stupa adalah niat dan mood yang baik untuk membatik. "Karena yang dikerjakan adalah batik tulis bukan batik mesin," ujarnya.

Untuk bisa berkembang saat ini, kata Dodo, diperlukan kolaborasi sesama pelaku usaha batik. Tidak merasa saling bersaing.

Hal lain yang juga menjadi perhatiannya adalah pemasaran. Mengingat kondisi pembatik tidak semuanya bisa berjualan. Pemanfaatan media sosial menjadi hal penting dalam memasarkan produk.

“Kalau masalah laku tidak laku, kami menerapkan prinsip yakni setiap kain batik pasti ada pemiliknya. Jadi kami merasa legowo atau ikhlas kalau semisal belum banyak pembeli. Kami juga yakin bahwa batik itu akan sukses pada zamannya,” kata Diana perihal tantangan dalam pemasaran batik.

Terlepas dari dinamika yang ada, Dodo dan Diana, yang mengembangkan batik Stupa berharap karyanya bisa menjadi ikon Kota Blitar. 

"Semoga Batik STUPA bisa menjadi salah satu batik di Indonesia yang tetap mempertahankan ciri budaya Kota Blitar," ujar Dodo. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES