Ketua MPR RI Dorong Kerja Sama Indonesia-Korsel Terkait Energi Terbarukan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, mendorong pemerintah untuk mengeksplorasi potensi kerjasama antara Indonesia dan Korea Selatan melalui Korea Hydro and Nuclear Power Co LTD (KHNP) dalam upaya mengembangkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di Indonesia.
KHNP, sebuah badan usaha milik negara yang didirikan pada tahun 2016, telah berhasil mengoperasikan sekitar 25 unit pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), 37 pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan beberapa pembangkit berukuran kecil lainnya.
Advertisement
Bambang Soesatyo menyatakan, "KHNP telah menjadi pusat pembangkit listrik terbesar di Korea Selatan, mampu memenuhi sekitar 30 persen dari kebutuhan listrik domestik, dengan aset senilai 69 triliun KRW dan pendapatan tahunan sebesar 10,6 triliun KRW pada tahun 2022. KHNP juga mengalokasikan sekitar 5 persen dari total pendapatan penjualan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D)." Pernyataan tersebut disampaikannya setelah kunjungan ke KHNP di Korea Selatan pada tanggal 21 September 2023.
Selain Bambang Soesatyo, kunjungan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari KHNP, yaitu Mr. Kim Jong. Adapun delegasi Ketua MPR RI yang turut serta meliputi Anggota Komisi X DPR RI Robert Kardinal, Ketua Komite II DPD RI Yorrys Raweyai, Sekretaris Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan KADIN Indonesia Junaidi Elvis, Rektor Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA) Eming Sudiana, Founder Yayasan Ali Network Indonesia Ali An Sun Guen, serta Counselor Politik KBRI Seoul Sigit Aris Prasetyo.
Bambang Soesatyo, yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan, menjelaskan bahwa KHNP telah menjalin kerjasama dengan 29 negara di seluruh dunia, termasuk pembangunan 4 reaktor nuklir di Uni Emirat Arab (UEA), dengan 3 reaktor yang telah beroperasi dan 1 reaktor dalam tahap pembangunan yang nantinya akan mampu memenuhi sekitar 25 persen kebutuhan energi UEA. KHNP juga berkolaborasi dengan Mesir dan Ceko dalam proyek turbin pembangkit nuklir.
"Berkaitan dengan potensi di Indonesia, negara ini memiliki banyak sungai dengan arus deras yang dapat dikembangkan menjadi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas mencapai 75.000 Megawatt (MW). Pembangkitan PLTA tersebar di berbagai wilayah, termasuk 15.600 MW di Sumatera, 4.200 MW di Jawa, 21.600 di Kalimantan, 10.200 MW di Sulawesi, 620 MW di Bali-NTT-NTB, 430 MW di Maluku, dan 22.350 MW di Papua. Namun, saat ini, kontribusi PLTA baru mencapai sekitar 3.504 MW. Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti cadangan bahan bakar nuklir sebanyak 90 ribu ton Uranium dan 140 ribu Thorium, yang dapat digunakan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan energi melalui tenaga nuklir," jelas Bambang Soesatyo.
Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan KADIN Indonesia menambahkan bahwa pada tahun 2019, produksi total pembangkit listrik tenaga nuklir di berbagai negara telah mencapai 2.796 terawatt (triliun watt) per jam. Lima belas negara produsen listrik tenaga nuklir terbesar di dunia antara lain Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, Korea Selatan, Kanada, Ukraina, Jerman, Jepang, Spanyol, Inggris, India, Taiwan, Brasil, Afrika Selatan, dan Meksiko.
Menyusul pertemuan Konferensi Pihak-Pihak (COP) ke-26 di Glasgow, Skotlandia pada tahun 2021, banyak negara di dunia sepakat untuk mengurangi emisi karbon guna mengendalikan kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius. Dalam COP-26, pembicaraan mengenai penggunaan energi nuklir juga semakin diperbincangkan sebagai salah satu solusi untuk mengurangi emisi karbon. Bahkan, beberapa negara seperti Ukraina tetap mengandalkan energi nuklir untuk memenuhi 53 persen kebutuhan energi mereka.
Bambang Soesatyo menyatakan, "Sebagai langkah implementasi dari COP-26, Indonesia berkomitmen mencapai emisi nol bersih atau net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Untuk mencapai target ini, langkah-langkah bertahap akan diambil, termasuk menghentikan operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan memaksimalkan penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), yang mencakup pemanfaatan energi nuklir dan tenaga air."
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini menambahkan bahwa pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia telah mencapai titik terang setelah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang Kementerian ESDM) menyelesaikan studi kelayakan untuk PLTN yang akan dibangun oleh PT PAL bekerjasama dengan Thorcon Internasional Pte Ltd, dengan kapasitas listrik 500 Megawatt.
"Sebenarnya sejak tahun 1970-an Indonesia sudah mulai merencanakan pembangunan PLTN. Berbagai upaya dan proses panjang telah dilalui, namun tidak kunjung membuahkan hasil signifikan. Kini setelah COP-26, dari berbagai kajian yang dilakukan pemerintah, lahir opsi penggunaan nuklir yang direncanakan dimulai pada tahun 2045. Hingga pada tahun 2060 nanti, diharapkan kapasitasnya bisa mencapai 35 Giga Watt (GW). Agar bisa terealisasi dengan baik, tidak ada salahnya kita belajar dari Korea Selatan," kata Bambang Soesatyo. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |