Ekonomi

Kisah Perajin Wayang Kulit Banyuwangi yang Karyanya Tembus Mancanegara

Sabtu, 30 September 2023 - 08:21 | 125.26k
Pengrajin wayang kulit yang beralamat tinggal di Jalan Yos Sudarso, Lingkungan Sukowidi, Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Eko Susanto sedang menjelaskan detail pahatan. (FOTO : Anggara Cahya /TIMES Indonesia)
Pengrajin wayang kulit yang beralamat tinggal di Jalan Yos Sudarso, Lingkungan Sukowidi, Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Eko Susanto sedang menjelaskan detail pahatan. (FOTO : Anggara Cahya /TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Wayang kulit, seni klasik Indonesia yang berakar dalam budaya Jawa, telah menjalar hingga ke pelosok dunia. Di tengah perubahan zaman yang terus berlangsung, ada seorang pengrajin wayang kulit yang tetap setia mengukir kisah dalam setiap selembar kulit sapi. Namanya Eko Susanto, tinggal di Jalan Yos Sudarso, Lingkungan Sukowidi, Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur. Eko adalah perajin wayang kulit yang karyanya tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga hingga ke mancanegara.

Awal Mula dan Bakat Sejak Kecil

Eko Susanto, seorang pria berusia 46 tahun, memiliki kisah panjang di dunia seni wayang kulit. Ia mulai belajar seni ini sejak kelas 4 SD pada tahun 1987, walaupun awalnya hanya bisa ngunggit, menggambar, dan mewarnai. Bakatnya dalam mengukir wayang kulit muncul secara alami, mungkin karena darah seni yang mengalir dalam keluarganya.

Advertisement

Pada awalnya, Eko hanya iseng ingin membantu orangtuanya dengan membuat wayang ketika ayahnya sedang pergi ke sawah. Namun, ia mendapat apresiasi yang besar dari ayahnya karena kemampuannya dalam membuat dan mengukir wayang kulit dengan sangat teliti dan berbakat.

Peminat dari Berbagai Kalangan

Saat ini, Eko Susanto memiliki sejumlah konsumen dan peminat dari berbagai kalangan. Wayang kulit produksinya sering dibeli oleh kolektor wayang, dalang dari sanggar wayang, dan bahkan pihak Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang ingin memiliki koleksi wayang karyanya. Tidak hanya di Jawa Timur, pembeli wayangnya datang dari berbagai wilayah di Indonesia, bahkan hingga Irian Jaya, Sulawesi, dan Kalimantan Timur.

Namun, prestasi Eko Susanto tidak terbatas pada tingkat nasional. Karyanya yang indah dan berkualitas telah menarik perhatian kolektor wayang dari Perancis dan Jerman, yang membeli karyanya pada tahun 2013, sebelum pandemi melanda.

Proses Pembuatan Wayang Kulit

Eko Susanto memerlukan waktu yang cukup lama untuk membuat satu karakter wayang kulit, yaitu paling cepat selama tujuh hari. Waktu yang diperlukan tergantung pada ukuran dan tingkat kerumitan wayang yang diukirnya. Karakter yang paling cepat dalam pengerjaannya adalah Punokawan, sementara karakter yang paling sulit dan memakan waktu lama adalah Gunungan, yang memiliki grade atau kelas tersendiri.

Untuk pembuatan Gunungan, Eko harus menjalani tirakat puasa pada hari Senin dan Kamis terlebih dahulu. Ini juga berlaku untuk pembuatan wayang Bhatara Guru. Keyakinan ini dipercayai dapat meningkatkan kualitas dan aura wibawa pada wayang yang dibuatnya.

Kulit Sapi Berkualitas Tinggi

Wayang kulit buatan Eko Susanto terbuat dari kulit sapi atau kerbau berkualitas tinggi. Biasanya, kulit tersebut dipesan dari Bali, Yogyakarta, dan Solo. Ukuran kulit sapi sebesar 190 centimeter (CM) memiliki harga sekitar Rp1 Juta, dan untuk pembuatan satu set wayang, Eko menjualnya dengan harga yang bervariasi. Wayang gunungan disesuaikan dengan grade dan biasanya dijual dengan harga Rp7 Juta, sementara satu set wayang lebih kecil dapat dibeli dengan harga Rp4 Juta.

Menghadapi Tantangan dalam Mempertahankan Seni Wayang

Eko Susanto, seperti banyak pengrajin seni tradisional, menghadapi tantangan dalam mempertahankan seni wayang kulit. Minat masyarakat terhadap budaya tradisional, termasuk wayang kulit, cenderung menurun. Hal ini membuatnya berharap agar lebih banyak orang mulai menghargai seni tradisional dan menghormati upaya perajin dalam menciptakan karya seni yang berkualitas.

“Kalau seniman menghargai karyanya pasti bilang 'Penak tak gae dewe, Apik tak gae dewe'. Jika perajin asal-asalan buatnya itu analoginya 'Lak iso mangan enak tur murah'," kata Eko, Sabtu (30/9/2023).

Kisah Eko Susanto adalah contoh hidup yang menginspirasi, yang menunjukkan bahwa seni tradisional Indonesia seperti wayang kulit masih memiliki tempat di hati masyarakat lokal dan internasional, selama ada perajin yang setia menjaganya. Semoga karyanya terus dikenal dan dihargai di masa mendatang.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES