TikTok Shop Dilarang Jualan, Ini Perbedaan Antara Social Commerce dan E-Commerce

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah secara resmi mengumumkan larangan media sosial yang beroperasi sebagai platform transaksi jual beli online, seperti TikTok Shop.
Keputusan ini tercantum dalam Permendag 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang mulai berlaku pada Selasa, 26 September 2023.
Advertisement
Pada konferensi pers yang diadakan di Kementerian Perdagangan pada Rabu, 27 September 2023, Menteri Zulkifli Hasan menyatakan dengan tegas larangan tersebut.
"Tidak boleh lagi (berjualan). Mulai kemarin (aturan berlaku), tapi kita kasih waktu seminggu. Ini kan sosialisasi namanya, besok kita surati," katanya.
Aturan ini merupakan penyempurnaan dari Permendag 50/2020 yang sebelumnya mengatur tentang perdagangan elektronik.
Presiden telah memberikan mandat kepada Menteri Perdagangan dan Menteri Koperasi untuk meningkatkan perlindungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), konsumen, dan pelaku usaha dalam negeri.
Selama pandemi COVID-19, perilaku berbelanja online meningkat secara signifikan. Hal ini juga berdampak pada transaksi platform belanja online, yang kini tidak terbatas hanya pada e-commerce tetapi juga melalui media sosial, dikenal sebagai social commerce.
Namun, perbedaan antara social commerce dan e-commerce perlu dipahami dengan baik. Berikut adalah beberapa perbedaan kunci, seperti yang dikutip dari berbagai sumber:
1. Pengertian:
- Social Commerce: Social commerce adalah penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) memasang penawaran barang dan jasa.
- E-Commerce: E-commerce merujuk kepada platform online yang menjadi tempat jual beli produk. Produk ditampilkan lengkap dengan deskripsi dan harga, dengan pembeli dapat menyelesaikan transaksi dalam satu platform.
2. Transaksi:
- Social Commerce: Transaksi di social commerce seringkali memerlukan proses di luar platform untuk pembayaran.
- E-Commerce: Transaksi di e-commerce lebih praktis dan dapat diselesaikan dalam satu platform, terutama jika sudah terhubung dengan dompet digital.
3. Interaksi antara Penjual dan Pembeli:
- Social Commerce: Interaksi antara penjual dan pembeli di social commerce terjadi melalui pesan pribadi dan kolom komentar, dan dapat lebih halus dan terbuka bagi pengguna lain.
- E-Commerce: Interaksi di e-commerce lebih terbatas dan hanya seputar produk dan transaksi jual beli.
4. Ulasan:
- Social Commerce: Ulasan tidak diwajibkan oleh platform, sehingga ulasan pembeli mungkin tidak sepenting bagi calon pembeli.
- E-Commerce: Ulasan sangat menentukan reputasi penjual di e-commerce.
5. Tampilan:
- Social Commerce: Penjual di social commerce dapat lebih kreatif dalam menampilkan produk, termasuk foto, video, dan konten audiovisual sesuai dengan segmen pembeli yang dibidik.
- E-Commerce: Tampilan e-commerce seragam untuk setiap toko, dengan perbedaan utama biasanya terletak pada bagian banner.
6. Pemanfaatan Media Sosial:
- Social Commerce: Social commerce mengandalkan media sosial untuk mempromosikan produk dan interaksi dengan konsumen.
- E-Commerce: Tidak semua toko di e-commerce memiliki akun media sosial dan tidak selalu memanfaatkan media sosial untuk pemasaran produknya.
Dengan adanya larangan terhadap TikTok Shop dan media sosial sejenis untuk jualan, perbedaan antara social commerce dan e-commerce menjadi semakin relevan bagi para pelaku bisnis dan konsumen. Perubahan ini akan memengaruhi cara bisnis beroperasi dan konsumen berbelanja di era digital yang terus berkembang.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |