Guru Besar UI: Jaga Ketahanan Pangan Hadapi Dampak Perubahan Iklim

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Telisa Aulia Falianty, mengingatkan pentingnya menjaga ketahanan pangan sebagai langkah kunci dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
Dalam pernyataannya yang disampaikan di Kampus UI Depok, Rabu (11/10/2023), Telisa Aulia Falianty mengungkapkan bahwa sektor keuangan dan moneter memiliki peran vital dalam menjaga ketahanan pangan. Karena menjaga ketahanan pangan membutuhkan dana yang besar.
Advertisement
Telisa Aulia Falianty mengatakan saat ini terjadinya El Nino dan kemarau dapat mengancam krisis pangan, menyebabkan meningkatnya harga beras dan kebutuhan pokok lainnya.
"Ancaman perubahan iklim dengan terjadinya El Nino dan kemarau yang terjadi bisa mengancam krisis pangan contohnya harga beras yang semakin mahal untuk itu butuh terobosan darurat," kata Telisa Aulia Falianty.
Meskipun ekonomi Indonesia saat ini memiliki fondasi yang solid, menurut dia, perubahan iklim adalah tantangan jangka panjang yang membutuhkan perencanaan jangka panjang, berbeda dengan pandemi COVID-19 yang hanya 2-3 tahun. Dia menegaskan, fokus utama saat ini adalah ketahanan pangan.
"Ketahanan pangan yang perlu dijaga dan membutuhkan dana besar makanya sektor keuangan dan moneter ikut berperan untuk mendukung ketahanan pangan," katanya.
Alasannya, kata dia, saat ini krisis beras yang merupakan kebutuhan pokok. Apalagi saat ini tahun politik, masyarakat terbebani harga-harga yang naik dan daya beli yang berkurang. Hal ini dapat mengganggu pencapaian visi Indonesia 2045.
Oleh karena itu, Telisa Aulia Falianty menawarkan opsi pembiayaan darurat yang mirip dengan respons saat pandemi COVID-19.
Dia merinci bahwa mekanisme pembiayaan iklim perlu diterapkan untuk mengatasi perubahan iklim. "Karena tidak mungkin memakai dana APBN sendiri yang mencapai Rp300-Rp500 triliun per tahun, karena juga butuh untuk IKN," ujarnya.
Tantangan menuju Visi Indonesia 2045
Lebih lanjut, Telisa Aulia Falianty menjelaskan bahwa tantangan menuju visi Indonesia 2045 adalah menghadapi tingkat inflasi yang lebih tinggi di negara maju dibandingkan dengan negara berkembang dan suku bunga yang tinggi.
Hal tersebut dapat menghambat kemampuan Indonesia dalam menurunkan suku bunga. Untuk itu, kebijakan moneter supaya kebijakan nasional tidak sepenuhnya tergantung pada negara maju. Karena ketergantungan terhadap negara maju berimbas pada stabilitas ekonomi Indonesia.
"Kita harus punya pola sendiri jadi tidak tergantung negara maju, seiring dengan penguasaan SDA dan tren hilirisasi seperti nikel yang berbasis baterai dan merupakan energi baru terbarukan," katanya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |