Ekonomi

Kelas Menengah Sering Terabaikan, Pemerhati Sosial Prima Sari Ajukan Rekomendasi Ini

Senin, 22 Januari 2024 - 10:40 | 38.42k
Pemerhati masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan meski rentan, Dra. Prima Sari. (FOTO: Olivia Rianjani/TIMES Indonesia)
Pemerhati masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan meski rentan, Dra. Prima Sari. (FOTO: Olivia Rianjani/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Laporan Bank Dunia bertajuk Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class menyebutkan bahwa kelas menengah di Indonesia tumbuh 10 persen setiap tahunnya. Satu dari setiap lima orang Indonesia saat ini adalah bagian dari kelas menengah.

Dengan kata lain, Bank Dunia mengidentifikasi kelas menengah di Indonesia sebagai orang yang pengeluarannya berkisar Rp 1,2 juta sampai Rp 6 juta dalam sebulan..

Advertisement

Maksud dari kelas menengah adalah masyarakat yang sudah tidak lagi hidup di bawah garis kemiskinan, tetapi masih bisa jatuh miskin jika sewaktu-waktu terjadi guncangan.

Pandemi Covid-19 misalnya, masa-masa di mana banyak kelas menengah kembali miskin lantaran kehilangan mata pencarian, terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan penghasilannya dipotong.

Menyikapi kondisi tersebut, pemerhati masalah sosial ekonomi dan kesehatan, Dra Prima Sari mengatakan meski rentan, sejauh ini kelompok tersebut tidak tersentuh program perlindungan sosial yang saat ini lebih difokuskan bagi mereka yang miskin dan masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

”Saya tidak bicara kelompok menengah-atas, tetapi kelas menengah-bawah yang sangat mungkin jatuh miskin dan tidak mendapat perlindungan sosial. Ke depan, seiring dengan meningkatnya income per kapita kita dan turunnya penduduk miskin ekstrem, kelompok ini akan menjadi yang paling terimbas,” kata Prima, Senin (22/1/2024).

Prima menilai, jika jumlah kelas menengah terus meningkat, tetapi kebijakan ekonomi pemerintah hanga fokus pada angka pertumbuhan ekonomi semata, keresahan sosial yang sama bisa saja terjadi di Indonesia.

”Mengelola ekonomi sampai 2045 akan lebih rumit karena naiknya kelas menengah. Dari sekarang harus mulai dipikirkan kebijakan seperti apa yang bisa memenuhi concern mereka. Tidak bisa hanya fokus pada growth dan pengentasan kemiskinan ekstrem,” sambungnya.

Prima yang sekaligus calon anggota legislatif DPR RI dari Partai Demokrat daerah pemilihan DI Yogyakarta ini menambahkan, perluasan perlindungan sosial ke kelas menengah-bawah di Indonesia kira-kira membutuhkan anggaran yang cukup signifikan setiap tahunnya.

Meski demikian, pendekatan perlindungan sosial untuk kelas menengah-bawah tidak bisa disamakan dengan masyarakat miskin. Besaran bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan ke kelompok menengah-bawah besarannya mesti lebih kecil sesuai proporsi.

Ditambah, bangkitnya populasi kelas menengah di sektor informal adalah hasil dari laju pertumbuhan ekonomi yang terjaga di kisaran 5 persen selama 15 tahun terakhir serta turunnya angka kemiskinan dan pengangguran nasional.

Kebijakan fiskal dan ekonomi secara umum mulai mesti memperhatikan kelas menengah, khususnya menengah-bawah.

”Ini karena sebagian dari mereka masih sangat sensitif. Harga beras naik sedikit saja, mereka sudah kesulitan. Padahal, kelompok ini yang ke depan akan membentuk ekonomi Indonesia,” papar Prima.

Lanjut Prima menambahkan bahwa kelompok kelas menengah di sektor informal ini benar-benar kelompok yang menjadi 'petarung' dalam kesehariannya. Semua biaya-biaya untuk hidup benar-benar disangga secara mandiri, seperti iuran BPJS, tunjangan transport, pendidikan, dan sebagainya.

Mereka ini adalah kelompok yang benar-benar mandiri. Orang Jawa biang “Ora obah ora mamah” (kalau tidak berikhtiar secara mandiri mereka tidak bisa makan). Maka negara harus hadir di tengah-tengah mereka.

Dirinya memberikan tiga rekomendasi yang ditawarkan untuk mengatasi persoalan kelas menengah ini, yaitu :

Pertama, Indonesia perlu mempercepat pertumbuhan produktifitas dengan membuat kebijakan yang bisa membuka inovasi dan kreativitas masyarakat dengan lebih luas. Harapannya, ini bisa membantu pertumbuhan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) maupun usaha rumah tangga untuk juga bisa berkembang.

Kedua, Indonesia perlu menggencarkan promosi investasi di sektor yang menciptakan banyak lapangan pekerjaan kelas menengah. Seperti salah satunya, sektor manufaktur.

Ketiga, memberikan fasilitas untuk pembelajaran dan pelatihan yang mumpuni, khususnya untuk para perempuan dan usia muda. Angkatan kerja perlu dibekali dengan keterampilan yang bisa diberi lewat pelatihan serta edukasi.

Kerena itu kelompok kelas ini perlu ada perlindungan dari negara yaitu perlindungan pendidikan dan kesehatan, sehingga ada keyakinan untuk terus bekembang.

“Menurutnya, Indonesia baiknya fokus dalam mengikutsertakan lebih banyak perempuan dalam angkatan kerja. Kesetaraan ini akan membuka peluang baik bagi perempuan maupun laki-laki untuk mendapatkan penghasilan", tutupnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES