Reduksi Kantong Plastik, Kisah Awal Perajin Keranjang Bambu dari Windusari Magelang

TIMESINDONESIA, MAGELANG – Berawal dari keprihatinan pada pemakaian kantong plastik yang limbahnya sulit diurai tanah, Ngatinah (41) asal Kabupaten Magelang mencoba membuat keranjang dari anyaman bambu. Keranjang bambu tersebut berfungsi sebagai alternatif kantong plastik.
Bertempat di rumahnya, Dusun Ngondangan, Desa Ngondangrejo, Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang, ibu dari 2 anak ini mengaplikasikan keterampilannya untuk mendulang rupiah. Ia membuat keranjang dari anyaman bambu bersama sang suami, Muhamad Umri.
Advertisement
"Keranjang ini memang tidak bisa sebagai wadah atau tempat semua barang saat berbelanja. Kalau untuk tempat telur dan kentang memang pas dan umumnya memang dipakai untuk tempat telur," ujarnya kepada TIMES Indonesia.
Untuk membuat satu keranjang, Ngatinah membutuhkan waktu 5 sampai 10 menit. "Karena sudah terbiasa, jadi ya bisa cepat buatnya, sehari saya dan suami bisa membuat sampai 100 keranjang. Yang lama itu proses membuat bahan anyamannya," imbuh Ngatinah.
Satu batang bambu yang ia beli dengan harga 10 Ribu rupiah, harus ia potong menjadi beberapa bagian. Kemudian ia bagi lagi dan ia iris tipis menjadi bahan yang siap dianyam.
"Kalau prosesnya lumayan lama, karena setelah diiris-iris harus dijemur dulu biar kering, kalau gak kering nanti bisa jamuran dan tidak bisa dianyam menjadi keranjang, kalaupun bisa hasilnya jelek," jelas Ngatinah.
Ngatinah dan suaminya, saat membuat kerajinan keranjang dari anyaman bambu. (FOTO: Sulistyo/ TIMES Indonesia)
Di dusunnya, hanya Ngatinah dan suaminya yang membuat keranjang tersebut.
"Awalnya karena prihatin dengan penggunaan kantong plastik dan karena ingin membantu suami saya yang kerjanya sebagai buruh harian, tapi Alhamdulillah hasil dari membuat keranjang ini lumayan juga untuk tambahan mencukupi kebutuhan hidup," lanjut Ngatinah.
Setelah jadi, keranjang buatan Ngatinah dan suaminya ia kumpulkan dan jemur agar tetap kering. Kemudian ia menghubungi langganan yang biasa membelinya. "Kalau sudah terkumpul banyak, baru saya menghubungi pembelinya. 1 keranjang dihargai Rp 750," ucapnya.
Sejauh ini, Ngatinah belum pernah mendapatkan modal bantuan usaha. Ia berharap ke depan bisa mendapatkan bantuan tersebut dari pemerintah, agar usahanya semakin bisa berkembang.
"Karena memang belum pernah mengajukan. Usaha membuat keranjang ini juga masih bersifat rumahan, pemasarannya juga masih lokal. Kemungkinan kalau pesanannya semakin banyak, saya juga akan mencari bantuan modal untuk usaha saya ini," pungkas Ngatinah. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |