Tarif Listrik Tidak Sesuai, BHS: PLN Layak Dilakukan Audit

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pemerintah kembali menaikkan tarif listrik. Warga menanggung biaya yang cukup tinggi. Terutama pelanggan rumah tangga.
Bagi sektor ini, kenaikan tarif yang dibebankan pemerintah semakin mempersulit keadaan.
Advertisement
Keluhan kenaikan tarif ini sampai di Anggota DPR RI terpilih, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono (BHS). Politikus Partai Gerindra itu langsung turun ke masyarakat guna memastikan apakah benar terjadi lonjakan tarif.
"Saya ingin melihat yang dialami masyarakat di Wilayah Surabaya, harga listrik sama. Listrik rumah tangga tanpa AC, kulkas kecil tanpa mesin cuci bisa mencapai Rp480 ribu,” ujarnya usai melakukan peninjauan di Kawasan Pacar Keling Surabaya, Sabtu (15/6/2024).
Ia menduga ada ketidakwajaran dalam tarif listrik yang dibebankan PLN kepada masyarakat.
"Ini harus diproses, apakah benar tarif listrik yang diterima masyarakat 11 sen," tuturnya.
Jika yang diterima benar 11 sen, harusnya tidak ada kelonjakan. Tarif yang dibebankan masyarakat menurutnya terlalu tinggi .
Bambang membandingkan yang terjadi di Jepang, dengan menggunakan listrik 24 jam tarifnya hanya mencapai Rp267.000 ribu untuk ukuran pelanggan rumahnya dengan hitungan 24 sen.
Satu yen sama dengan Rp2.126, artinya tarif yang ada di Indonesia yang diberlakukan pada masyarakat jauh lebih tinggi daripada Jepang.
"Tarifnya 11 sen, tapi tagihannya jauh lebih mahal. Dan inidikasinya ada sampai 36 sen,” ujar Bambang.
Adanya penemuan ini harusnya dilakukan penyelidikan. Menurut Bambang, pemerintah harusnya mengaudit PLN atau pembaga lainnya juga dapat melakukan audit. Kontroling ini diperlukan mengingat hal ini merupakan kebutuhan masyakat.
Sementara Kenaikan tarif ini sangat memberatkan masyarakat.
"Tarif sebelumm pandemi Rp250 ribu dengan daya 900 VA,” kata Bu Deby warga Pacar Keling.
Beban semakin terasa ketika Deby mengajukan tambah daya dari 900 VA ke 1.300 VA karena kebutuhan rumah tangganya mulai bertambah.
Namun, jawaban dari PLN mengecewakan dirinya. Ia diminta untuk menambah daya 2.200 VA yang tentunya tarifnya lebih tinggi. Alasannya, kuoto 1.300 VA telah habis.
Sedangkan penambahan daya yang tidak sesuai dengan kebutuhan warga ini, sama halnya mendorong pemborososan penggunaan energi. Di satu sisi, masyarakat dimita untuk hemat dalam pemakaian daya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sholihin Nur |