Solusi Investasi Bagi Start Up dan UMKM, Ternyata Semudah Ini

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Dalam era yang dipenuhi dengan dinamika global, pelaku usaha kecil menengah kini memiliki akses yang lebih luas terhadap beragam peluang investasi dan pengembangan.
Perubahan tren konsumen, kemajuan teknologi, serta pergeseran kebijakan pemerintah menciptakan lanskap yang menarik bagi pertumbuhan bisnis skala kecil dan menengah.
Advertisement
Dengan berbagai insentif dan dukungan dari lembaga keuangan, pelaku usaha UMKM dapat mengoptimalkan potensi bisnis mereka melalui investasi yang tepat dan strategi pengembangan yang inovatif.
Namun demikian, peluang dan potensi membesarkan usaha dengan mengundang investor tidaklah berlaku untuk setiap jenis usaha, karena pelaku usaha pun terkadang hanya ingin murni modal yang didapat dari mereka sendiri dan mengolah usaha serta membesarkan tanpa turut campur “modal” orang lain.
“Memang bisa jadi ada sebagian start up/pelaku usaha yang belum siap menerima kucuran dana investasi dan di sisi lain, ada juga start up yang tidak terlalu membutuhkan investasi atau sektornya sektor baru seperti smart city. Makanya, seperti yang saya sampaikan tadi, smart city itu banyak risetnya banyak muatan R&D nya. Pada dasarnya, bisnis itu menciptakan revenue buat cash flow yang bisa menjamin kelangsungan perusahaan kita,” terang Nur Islami Java, Chief DEF Sharing Vision, Founder INVST.ID, Business Initiative Movement (BIM), Senin (5/8/2024).
“Memang ujungnya dari kerja sama penginvestasian itu adalah business matching antara si investor dan start up-nya. Jadi, bila sama-sama cocok untuk terjalin kerja sama maka bisa segera direalisasikan. Terkadang, pada saat pitching untuk investasi pun, kita hanya butuh 2 sampai 5 menit untuk melihat prospek usaha yang diajukan. Bahkan, ada juga yang tanpa presentasi dan hal itu case by case, tidak semua start up yang bisa mendapat persetujuan investor segampang itu,” ulas Jeff, demikian Java biasa dipanggil.
Jeff mengutarakan bahwa kejadian persetujuan invest dari investor bisa gampang kepada start up bisa terjadi karena banyak hal, bisa dari sisi bisnisnya, pertimbangan terhadap founder dan tim bisnisnya pun bisa jadi pilihan.
Atau bahkan, bisa jadi karena pertimbangan dari perspektif investornya itu sendiri. Jeff menuturkan bahwa jumlah investor yang ada dan aktif sekarang ada sekitar 600-an dan mereka sendiri memiliki pola pikir atau kepribadiannya masing-masing.
Ia menjelaskan bahwa tipe-tipe investor itu beragam, ada yang venture capital, perusahaan dan arah-arahnya ke perusahaan yang merupakan hasil karya dari banyak orang. Sementara untuk angel investor, biasanya perorangan, walaupun mereka yang terlalu kaya akan membuat perusahaan investasi tersendiri untuk berinvestasi kepada start up.
Jeff menuturkan bahwa kondisi di atas hasil dari dua sudut pandang yakni sudut pandang bisnis dan investor dimana dua aspek tadi bisa menjadi pertimbangan dan penilaian bisnis apa yang layak untuk diinvest, apakah timingnya pas atau tidak.
“Kalau di Bandung, kita baru invest di pengolahan kopi, letaknya di atas gunung sedikit. Saya sendiri dapat referensi dari investment-investment house managemen partner. Kita miliki house management partner karena kita sendiri punya kesibukan dan ada network yang isinya tuh investor yang isinya suka menginvestasi di UMKM atau Starting Up. Di dalam house network kita ada yang dipecah-pecah sesuai dengan kesukaan masing-masing buat ngurusin batch-batch investasi,” ulas Jeff.
“Waktu itu bahkan 3 hari sudah deal, dan satu minggu sudah beres dengan kontrak dan lainnya. Kenapa kita bisa sampai sebentar untuk pengurusan kontrak bisnis dengan pengusaha Kopi di Bandung? Hanya makan waktu satu sampai dua minggu untuk ngurusin kontrak dan lainnya, tujuannya adalah urusan bisnis biar cepat selesai. Dan untuk sebagian investor, mereka percaya dengan housenya,” imbuh Jeff.
Jeff menceritakan bahwa untuk presentasi dari bisnis kopi pun tidak banyak, hanya dua slide saja tetapi bisa segera disetujui pengajuan investasinya. Pertimbangannya adalah bisnisnya ada, orangnya serius dan bisa dipercaya, resiko bisnis kopinya pun terbayang. Dan sifat penginvestasian di bisnis nya pun ada yang bagi untung/bagi rugi dan fixed alias pinjaman berbunga.
“Kalau saya lebih menyukai system investasi dengan system bagi hasil karena sifatnya sama senang Ketika bisnis sukses dan sama rugi Ketika bisnis sedang lesu. Walau resiko dari si pemilik usaha adalah mereka membagi untungnya kepada investor cukup besar. Tapi, bisnis kan tidak selamanya untung terus, di sisi rugi pun, investor bisa merasakan pahitnya tersebut,” pungkas Jeff. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |