Ekonomi

Buruh Terdampak PHK Terima Gaji 6 Bulan, Ini Kata Ahli Ekonomi Tenaga Kerja Unair

Kamis, 06 Maret 2025 - 20:54 | 9.43k
Ahli Ekonomi Tenaga Kerja Unair Achmad Sjafii S E ME. (FOTO: Dok.Unair)
Ahli Ekonomi Tenaga Kerja Unair Achmad Sjafii S E ME. (FOTO: Dok.Unair)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Kondisi ekonomi yang tidak stabil, membuat banyak perusahaan memutuskan hubungan kerja secara sepihak. Saat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pesangon yang diperoleh karyawan seharusnya terhitung berdasarkan lamanya bekerja. 

Namun yang terjadi tidak demikian. Karyawan memperoleh 60 persen gajinya selama 6 bulan bekerja.

Advertisement

Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2025 yang berisi skema perlindungan bagi karyawan yang mengalami PHK.

Menanggapi hal ini, Ahli Ekonomi Tenaga Kerja Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Achmad Sjafii S E ME  membuka suara. Kebijakan itu menimbulkan keresahan di kalangan buruh karena membuat perlindungan kerja semakin rapuh di tengah ketidakpastian ekonomi global.

“Hal tersebut dapat menyebabkan pekerja semakin berisiko mengalami pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan di tengah maraknya efisiensi dan keadaan ekonomi yang kurang stabil,” tuturnya, Kamis (6/3/2025).

Sedangkan proses pencarian dana, pemerintah berencana menggandeng BPJS ketenagakerjaan, program itu akan diberikan kepada pekerja terdampak PHK. 

Menurut Sjafii, kebijakan itu merupakan bentuk kepedulian pemerintah terhadap pekerja yang terkena PHK.

Kendati di sisi lain, masih ada kekhawatiran terhadap pembiayaan kompensasi yang akan diberikan kepada pekerja yang terkena PHK. 

“Kebijakan ini menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap pekerja. Namun, di sisi lain dana JKP dari BPJS ketenagakerjaan dikhawatirkan belum cukup kuat untuk membiayai kompensasi selama enam bulan ke depan jika terjadi gelombang PHK massal di beberapa instansi maupun perusahaan,” ungkapnya.

Langkah ini sangat sulit diimplementasikan, sebab adanya program efisiensi dari pemerintah pusat.

Sjafii menyebut, bahwa dalam mengawal kebijakan itu, pekerja harus memastikan kebijakan tersebut tidak terpengaruh dengan adanya kebijakan efisiensi yang tengah terjadi. 

“Apabila anggaran terkena efisiensi maka akan terdapat kesulitan dalam proses pembayarannya,” ujarnya. 

Perusahaan Diuntungkan

Dengan diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2025, itu dinilai memberikan keuntungan bagi perusahaan yang mana dalam pembayarannya tidak menambah beban finansial apapun bagi perusahaan. 

Pembayaran tersebut menyebabkan sebagian beban perusahaan turun dari 0,46 persen menjadi 0,36 persen JKN (setelah PP/25) ditanggung oleh BPJS.

“Hanya saja pihak perusahaan menaruh harapan penerapan PP 6/25 dijalankan secara konsisten dan dengan pengawasan yang ketat. Penerapannya perlu diawasi agar tidak terdapat penyelewengan dana yang dapat merugikan karyawan terdampak PHK,” ungkapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES