Ekonomi

Garva Parfume: Cerita Tentang Kehangatan Aroma

Selasa, 27 Mei 2025 - 10:02 | 8.80k
Pengunjung antusias mencoba varian parfum lokal Garva di salah satu event pameran. Garva menyuguhkan cerita tentang kehangatan, pencarian, dan makna pulang dalam setiap semprotannya. (Foto: Kamiliya Salsabila Imelda/TIMES Indonesia)
Pengunjung antusias mencoba varian parfum lokal Garva di salah satu event pameran. Garva menyuguhkan cerita tentang kehangatan, pencarian, dan makna pulang dalam setiap semprotannya. (Foto: Kamiliya Salsabila Imelda/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Bagi sebagian orang, menciptakan bisnis bisa jadi berangkat dari peluang, tren, atau bahkan sekadar coba-coba. Namun bagi Garva, brand parfum lokal asal Malang ini lahir dari satu hal yang lebih dalam: kelelahan, pencarian, dan keinginan untuk pulang.

Sekitar satu tahun yang lalu, Alan Maulana memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Bukan karena gagal, tapi karena lelah. Ia ingin rehat sejenak dari ritme kerja yang tak ada jeda, lalu muncul pertanyaan yang mengubah hidupnya: "Bisnis apa ya, yang bisa jadi ruang untuk bernafas sekaligus memberi makna?" Dari pencarian itu, lahirlah Garva sebuah platform brand parfum yang kini mulai dikenal luas, bukan hanya karena aromanya, tapi juga karena ceritanya.

Advertisement

Dari Nol, untuk Mencipta Makna

Awal perjalanan Garva bukan tanpa tantangan. Tiga varian pertama Arca, Brama, dan Kayu Tangan yang menjadi saksi dari perjuangan yang tidak main-main. Proses riset dan pengembangan dilakukan mandiri, syuting konten dilakukan sendiri, hingga promo yang harus digencarkan tanpa tim besar. Tapi semua itu justru melahirkan rasa kepemilikan yang kuat.

Garva-Parfume-u.jpgBeragam varian Garva seperti “Zi” dan “Dalu” tersusun rapi di meja pameran. Dengan aroma yang khas dan kemasan ramah lingkungan, brand asal Malang ini terus berinovasi dari hati. (Foto: Kamiliya Salsabila Imelda/TIMES INDONESIA)

“Kami pengin dari awal itu Garva punya impact. Wangi yang kita buat bukan cuma enak, tapi ada cerita di baliknya,” ujar Tiara Aldezia selaku Purchasing Manager Garva.

Salah satu yang paling ikonik adalah varian Kayu Tangan, yang menjadi simbol kehangatan keluarga. Terinspirasi dari kisah nyata pemilik kopi Kopi Hamur Mbah Ndut, Kayutangan yang memutuskan pulang ke Malang dan melanjutkan usaha sang ayah, varian ini menghadirkan aroma yang lekat dengan rasa kembali, kehangatan, dan penerimaan. “Kami ingin tiap semprotannya seperti pelukan dari rumah,” ungkap tim kreatif Garva.

Garva: Dari “Garwa” dan "Sigaraning Nyawa"

Nama Garva bukan sembarang nama. Ia diambil dari bahasa Jawa garwa, yang berarti pasangan hidup atau istri. Filosofi ini kemudian diwujudkan dalam tagline mereka yaitu "Sigaraning Nyawa" atau penyeimbang jiwa, dengan makna itu, Garva ingin menjadi parfum yang bukan hanya menemani aktivitas sehari-hari, tapi juga menjadi bagian dari kepercayaan diri dan kenyamanan penggunanya.

Selain tiga varian utama parfume Garva, kini produk lokal asli Malang itu memiliki 6 varian lainnya seperti Varumi, Prisha, Melipona, Nawa, dan Dalu. Termasuk yang terbaru adalah vanilla, white musk, & rose. Berbeda dengan varian sebelumnya yang didominasi aroma woody dan floral, Zi menghadirkan sentuhan manis dan elegan dari vanilla serta white musk, dengan kekuatan floral hinros yang tajam namun lembut.

Ramah Lingkungan, Dekat dengan Pelanggan

Dalam proses produksinya, Garva menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan. Mereka menggunakan kemasan berbahan daur ulang, sebagai langkah nyata terhadap isu keberlanjutan. "Kita sadar, banyak packaging yang susah terurai. Jadi kita pilih yang ramah lingkungan," jelasnya.

Garva juga aktif melibatkan pelanggan dalam pengembangan produknya. Melalui interaksi di event, direct message Instagram, hingga polling kecil-kecilan, tim Garva kerap mengajak konsumennya untuk turut berkontribusi dalam penciptaan varian baru. “Dari customer kita tahu apa yang mereka suka, dan itu penting untuk kita jaga,” ujarnya.

Garva-Parfume-g.jpgTim Garva menjelaskan filosofi di balik tiap aroma kepada pengunjung. Dengan tagline “Sigaraning Nyawa”, Garva tak hanya menjadi parfum, tapi juga teman dalam perjalanan pulang. (Foto: Kamiliya Salsabila Imelda/TIMES INDONESIA)

Bersaing dengan Raksasa di Dunia Wangi

Tantangan terbesar Garva adalah membangun brand awareness di tengah dominasi brand besar dan keterbatasan mereka yang belum memiliki toko fisik. Meski begitu, keyakinan terhadap kualitas tetap menjadi landasan utama. “Kami tahu kualitas parfum kami bisa bersaing. Kami pakai bahan terbaik, walaupun kami brand lokal,” katanya.

Untuk pemasaran, Garva fokus melalui Instagram dan marketplace seperti Shopee dan Tokopedia. Harga produk dibanderol mulai dari Rp50.000 untuk ukuran travel size dan Rp165.000 dan Rp185.000 untuk varian 30ml.

Aroma yang Mengantar Harapan

Bagi tim Garva, perjalanan ini masih panjang. Harapan mereka sederhana namun penuh cita-cita: agar Garva bisa tumbuh stabil, dikenal lebih luas, dan suatu saat nanti bisa membuka offline store agar pelanggan bisa langsung mencium aroma sebelum membeli. “Semoga suatu saat Garva bisa jadi parfum nasional, yang dekat di hati, dan tetap punya rasa pulang.”

Karena untuk Garva, setiap botol parfum bukan hanya soal aroma. Tapi tentang cerita. Tentang pulang. Tentang rasa yang tak terlihat, tapi bisa dikenang selamanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES