Entertainment

Mr D Mengungkap Rahasia Para Musisi Memanfaatkan Gelombang Pikiran

Selasa, 12 Januari 2021 - 12:28 | 243.12k
Gitaris one finger Mr D. (FOTO: Dok.TIMES Indonesia)
Gitaris one finger Mr D. (FOTO: Dok.TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Memahami ilmu frekuensi dalam bermusik memiliki peran cukup penting. Namun banyak musisi tidak mengerti peran frekuensi seperti dalam human brain waveGitaris one finger, Doddy Hernanto atau akrab disapa Mr D, mengungkapkan fakta di balik keberadaan frekuensi

Ia menyebutkan beberapa tingkatan frekuensi mulai gamma, beta, alfa, theta dan delta. Setiap tingkatan frekuensi beresonansi terhadap pikiran-pikiran manusia. 

Advertisement

Gelombang otak tersebut diyakini mewakili spektrum kesadaran manusia secara naluriah dan bisa berubah sepanjang hari akibat pengaruh aktivitas, pikiran, serta perasaan masing-masing individu. 

Gelombang delta merupakan gelombang otak yang paling lambat. Rentang frekuensinya sangat rendah, berkisar 0,5-3 Hz. 

Sedangkan pada gelombang theta, meski pengaruhnya pada proses kerja otak secara umum belum diketahui dengan jelas, gelombang theta sering dikaitkan dengan kemampuan daya ingat dan navigasi ruang.

Gelombang theta juga terjadi saat tidur dan memusatkan pikiran. Rentang gelombang ini berkisar 3-8 Hz.

Gelombang alfa terjadi ketika otak berada dalam kondisi diam tapi tetap siaga, misalnya saat sedang melamun atau bermeditasi. Rentang frekuensi gelombang ini berkisar 8-12 Hz.

Saat dalam keadaan sadar, merasa waspada, fokus, tengah memecahkan suatu masalah maupun mengambil sebuah keputusan, gelombang beta akan mendominasi otak. Aktivitas gelombangnya yang cepat berkisar 12-30 Hz.

Sedangkan rentang frekuensi gelombang gamma berkisar 25-100 Hz. Umumnya, gelombang ini bergerak pada frekuensi 40 Hz. Gelombang gamma terjadi saat berbagai area otak memindai informasi secara bersamaan. Gelombang ini juga dikaitkan dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi.

Namun, selain kelima jenis gelombang otak tersebut, manusia juga bisa memiliki gelombang otak jenis lanjutan seperti Hyper-Gamma dengan frekuensi tepat 100 Hz, dan gelombang Lambda dengan frekuensi tepat 200 Hz. Berdasarkan penelitian lembaga Center for Accoustic Research, kedua gelombang ini berkaitan dengan kemampuan supranatural dan metafisika.

"Saya coba membahas ini, apakah sering mendengar ajakan ayo shalat tahajud. Kenapa tahajud itu bagus? Karena shalat tahajud dimulai pada tengah malam. Antara jam 11 malam hingga pukul 5 pagi ada banyak gelombang theta di situ," ungkap Mr D, Selasa (12/1/2021).

Gelombang theta ini juga terjadi saat tidur dan meditasi. Rentang gelombang memiliki kekuatan lebih besar, yaitu 4–8 Hz. Gelombang theta memiliki hubungan erat dengan memori atau daya ingat serta tingkat kesadaran dan siklus tidur alami tubuh. Pola gelombang otak ini juga berhubungan dengan fenomena mimpi dan lucid dream.

Gelombang theta apabila dibarengi gelombang alfa mampu menjadi pembangkit kreatifitas dalam situasi santai dan relaksasi. Theta beresonansi saat hening. 

"Biasanya para musisi dan seniman menemukan inspirasi dahsyat dalam kondisi ini," ucapnya. 

Musik Mempengaruhi Perilaku

Mr D menambahkan, menurut beberapa penelitian, musik memancarkan gelombang tertentu yang mampu mempengaruhi perilaku dan sifat seseorang. 

Misalkan musik dengan distorsi memekakkan telinga ternyata juga bisa mengganggu kejiwaan seseorang. 

"Sehingga manusia itu menjadi keras, coba kita amati seorang pemberontak-pemberontak itu ya memang kebanyakan distorsi," jelas Mr D. 

Namun apabila seseorang menikmati alunan musik lembut dan santai, jiwa menjadi rileks dan tidak membuat lelah. 

"Itu balik lagi cara penggunaannya yang penting ya," tandasnya. 

Ada pula penyelidikan di Inggris, manfaat gelombang pada musik bagi bayi dalam kandungan. Musik lembut membuat bayi lahir dalam keadaan tenang. Sedangkan saat diberikan musik distorsi, bayi cukup rewel. 

Sementara beberapa literatur juga menyebut kebanyakan orang menikmati saat bekerja dalam keadaan sunyi. Gelombang-gelombang yang beresonansi di kesunyian ada tanpa kita sadari. Bahkan di kebisingan. Maupun beradu dalam sebuah jalinan harmoni. 

"Beethoven bahkan bisa tuli karena kepekaan ini," tandasnya. 

Guna mengetahui tingkatan frekuensi, Mr D menjelaskan, ada sebuah alat ukur frekuensi bernama Electro Encephalograph (EEG). Cara kerja alat ini memunculkan gelombang dalam bentuk grafis. Selain EEG, juga ada alat pengukur lain bernama neuro feedback. 

Para seniman kelas dunia mengumpulkan energi gelombang dalam kondisi tenang demi menghasilkan karya-karya dahsyat. 

Namun, Mr D menyarankan agar pemanfaatan gelombang-gelombang ini tidak berlebihan. "Semua itu kalau kelebihan juga jelek," ujarnya. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES