Entertainment

Ajeng Canyarasmi, Perempuan Indonesia yang Sukses Jadi Sound Designer Kelas Dunia

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 03:22 | 91.22k
Sosok Ajeng Canyarasmi, perempuan asal Bandung, Indonesia, yang berkarier sebagai sound designer. (FOTO: Dok. Pribadi)
Sosok Ajeng Canyarasmi, perempuan asal Bandung, Indonesia, yang berkarier sebagai sound designer. (FOTO: Dok. Pribadi)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Menjalani masa kecil di Bandung dan meniti karier di Hollywood sebagai 'ibu kota' film dunia merupakan mimpi dari Ajeng Canyarasmi. Wanita yang  lahir dan besar di Bandung pada 11 Mei 1992 ini telah mengharumkan Indonesia di perfilman Internasional sebagai sound designer dan re-recording mixer. Bagaimana kisah perjalanan seorang Ajeng Canyarasmi menjadi sound designer kelas dunia?

Ajeng, sapaan akrabnya, merupakan lulusan Fakultas Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia menuntut ilmu sound designing dan re-recording mixing di University of Southern California School of Cinematic Arts, sekolah film tertua di Amerika Serikat. Ajeng berhasil mendapatkan gelar Master of Fine Arts (MFA). Luar biasanya, ia lulus dengan indeks prestasi yang hampir sempurna. 

Advertisement

Ketertarikan Ajeng Canyarasmi pada dunia sound designing dan re-recording mixing membuatnya mengesampingkan cita-cita awalnya menjadi sutradara film. 

“Awalnya,  ingin menjadi sutradara. Tapi seiring waktu saya lebih tertarik untuk mengasah keahlian saya di bidang filmmaking,” ujar Ajeng saat diwawancarai via aplikasi Telegram, beberapa waktu lalu.

Menurut Ajeng, film adalah karya seni yang dibangun dari beragam bidang dan aspek di antaranya sutradara, akting, desain set, sinematografi, efek spesial, penyuntingan gambar, rekaman suara, desain dan penyuntingan suara (sound designing and editing), serta rekam-ulang suara (re-recording mixing).

Prestasi Ajeng Canyarasmi

Sebagai sound designer, Ajeng Canyarasmi sudah banyak memenangi penghargaan festival film di Amerika Serikat (AS) maupun negara lain. Di antaranya film Super (animasi), Cupcake (drama), Side Effects (mini seri), Perfectly Natural (sci-fi), Say After Me (horor), My Train Leaves Tomorrow at 7 O'Clock  drama), She The Creator (drama thriller), Foreign Planetary (sci-fi).

Film Say After Me memenangi kategori Best Mystery Short di Indie Short Fastival 2018. Film Super memenangi kategori Best Original Story di Los Angeles Film Award 2019. Film Cupcake masuk dalam Official Selection di Cannes Short Fim Showcase 2020. 

Sementara film My Train Leaves Tomorrow at 7 O'Clock memenangi best sound designer pada indie Short Festival – Los Angeles International Short Film Festival 2020. Film Foreign Planetary memenangi category Special Mention Sound Design di Five Continents International Film Festival 2023. 
 
Selain itu, Ajeng pernah bekerja sebagai sound designer dan re-recording mixer untuk sejumlah film Hollywood terkenal. Sebut saja Trilogi Lord of The Rings, A Quiet Place, World War Z, Planet of The Apes, dan Kung Fu Panda. 

“Saya juga berkolaborasi dengan orang-orang yang bekerja di studio besar seperti Warner Bros, Disney, 20th Century Fox, Skywalker Sound, Pixar, dan HBO,” terang Ajeng yang kini tinggal di Los Angeles, AS.

Konsisten Belajar dan Berkarya

Di dunia yang digelutinya, Ajeng Canyarasmi mengagumi Stephen Flick, sound designer yang sukses meraih berbagai penghargaan. Beberapa karya di antaranya adalah Robocop (1987) dan Speed (1994).

Ajeng terus belajar demi mengasah kemampuannya. Ia merasa beruntung di bawah bimbingan orang-orang terbaik di industri perfilman khususnya desain suara.

“Saya telah mengadaptasi banyak keterampilan dalam desain suara dan bidang re-recording mixing (mixing rekaman ulang ) serta mengembangkan telinga kreatif tentang apa yang secara estetis menyenangkan bagi audiens yang berbeda dari genre yang berbeda,” tuturnya.

Berdasarkan pengakuannya, salah satu proyek yang menentukan karier Ajeng Canyarasmi adalah Perfectly Natural (2018), sebuah film pendek fiksi ilmiah dystopian yang disutradarai oleh Victor Alonso-Berbel. 

Dalam proyek tersebut, kata Ajeng, merupakan kesempatan yang menantang untuk merancang suara rumah pintar masa depan bagi keluarga kelas pekerja, menciptakan sentuhan teknologi yang sonik di tengah lingkungan yang dilingkupi alam. 

“Saya bekerja dengan sekelompok pemain dan kru yang sangat terampil, dan kerja bagus yang dilakukan semua orang telah diakui secara internasional,” ujar Ajeng yang kini menetap di Los Angeles, Amerika Serikat.

Film Perfectly Natural saat ini didistribusikan melalui Dust, saluran konten fiksi ilmiah, dengan lebih dari 5,1 juta penayangan di YouTube. Film tersebut juga secara resmi dipilih untuk Festival Film Catalina di California, Festival Film Seni Sains Bio-Fiksi di Wina, dan Festival Film Independen Internasional di Mexico City.

Suara dalam Film yang Terlupakan

Ajeng Canyarasmi mengaku telah menyaksikan ratusan film. Namun, dia merasa suara yang menjadi bagian dari film, kerap terlupakan atau dinomorduakan dalam proses pembuatan film. Pun, tidak banyak orang ingin bekerja di bidang suara di industri film. 

Di sisi lain, Ajeng melihat ada ‘keajaiban’ dari menyematkan efek-efek suara secara teliti, membuat adegan yang terlihat palsu, seperti adegan berkelahi di film action, tampak sangat nyata ketika efek suara sudah ditambahkan di paska produksi. 

“Inilah yang membuat saya jatuh hati dengan desain suara dan rekam-ulang suara di paska produksi film. Pekerjaan yang sepertinya kecil dan remeh, tapi kalau dilakukan dengan teliti dan rapi dapat membuat film menjadi lebih hidup,” terangnya. 

Pelajaran Hidup dari Bekerja di Perfilman

“Satu hal yg kupelajari dari kehidupan dan bekerja di film adalah you can’t rush things (Kamu tidak bisa terburu-buru),” tuturnya. “Semua akan terjadi pada waktunya, jadi belajar bersabar dan tekun adalah hal yang baik,” kata Ajeng. 

Dia mengingat ketika produksi film berhenti di masa covid. Ia teringat saat terjadi aksi mogok kerja dari penulis dan aktor industry Hollywood sebagai dampak dari pandemi Covid- 19. Ia berpikir bahwa hidup mesti bersabar.

Hal lain yang juga menjadi tantangan adalah munculnya media streaming, dan teknologi baru seperti Artifical Intelligence (AI) di industry film Hollywood. 

“Kalau sabar sambil terus tekun belajar dan bekerja, mau nggak mau kamu akan lebih baik daripada kamu yang sebelumnya, termasuk di sound design,” kata perempuan yang memiliki hobi menari itu.

Asa Ajeng Canyarasmi

Kata Ajeng, untuk  bisa menguasai bidang sound design itu bukan hanya tentang bakat seni , tapi juga butuh konsistensi kerja dan pengalaman. 

“Kalau Hollywood itu pusatnya sineas terbaik di dunia, agar bisa diapresiasi skala global seperti Oscar atau Cannes, kamu harus showcase bahwa kamu adalah yang terbaik di antara semua designer di Hollywood,” ucapnya.

Selain itu, lanjut Ajeng, hal tak kalah penting adalah harus dikenal baik, karena “film business is a small town“.

“Kalau kamu membuat karya yang bagus tapi susah diajak kerja sama, ya penonton dan rekan sineas akan enggan utk memilih karyamu,” kata dia.

“Makanya para pemenang Oscar adalah mereka yang dipilih oleh rekan sineas Hollywood. Jadi kamu juga lumrahnya harus punya reputasi yang baik dan reputasi itu bisa dibangun dari puluhan tahun,” tuturnya. 

Di masa depan Ajeng ingin konsisten berkarya di Hollywood. Ia berharap suatu hari bisa meniti karier mengedit, mendesain suara, atau merekam ulang suara (re-recording mix) karya film yang lebih besar di studio Hollywood.

“Dan suatu hari nanti kalau aku sudah pensiun, aku punya impian membangun sekolah film di Indonesia untuk semua yang bener- bener ingin belajar film,” ucapnya.

“Doakan saja bisa jadi sesuatu untuk beberapa tahun ke depan,” kata Ajeng Canyarasmi menutup perbincangan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES