
TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Batik sebagai kekayaan budaya Indonesia ternyata memiliki motif beragam yang membanggakan bagi Indonesia. Batik menjadi kekhasan Indonesia memang sepatutnya dilestarikan keberadaannya sebagai kekayaan budaya.
Sebagaimana diketahui, motif batik biasanya terdapat di kain ataupun beberapa pakaian, namun motif batik kini bisa di jumpai di ukiran. Daun pintu, jendela, bingkai cermin, dan aneka perabotan rumah tangga yang terbuat dari kayu bisa berbentuk ukiran dengan motif batik. Maka akan terlihat lebih anggun, unik, dan tentunya keren.
Advertisement
Perajin mebel kayu jati yang konsen menghasilkan karya ukiran bermotif batik adalah Miftachun. Pemilik Galeri di Jalan Basuki Rahmad, Kota Lamongan ini mengaku membuat ukiran dengan motif batik karena ingin melestarikan kekayaan bangsa ini.
“Kekayaan budaya kita ini punya macam-macam, kalau orang asing budayanya sedikit,” ungkapnya mengawali pembicaraan.
Banyak sekali pilhan motif ukiran batik untuk dijadikan berbagai mebel. “Ada banyak motif,” sambungnya. Miftachun mengaku, menciptakan beberapa desain batik yang masing-masing terinspirasi oleh asal-usul etnik.
“Ukiran motif batik ini idenya waktu dulu ramai-ramai Indonesia sama Malaysia, jadi muncul ide ukiran batik,” terangnya.
Menurut Miftachun ukiran motif batik ditambah dengan nilai-nilai personal yang di inspirasi oleh tradisi dan simbol lokal.
“Kebanyakan saya buat ini batik motif Lamongan-an yaitu batik Sendang, Paciran sama perpaduan dengan batik Tuban, batik Tuban paling banyak,” jelasnya.
Sebagai pengrajin sekaligus seniman, dari motif–motif dasar tersebut diciptakan desain motif yang dituangkan ke dalam motif ukiran batik sehingga tercipta desain yang indah dan anggun untuk dikenakan.
“Idenya muncul begitu saja, munculnya gak bisa kita rekayasa, kalau pengrajin menghasilkan karya yang baik, dengan kebetulan muncul saja,” kata Miftachun.
Berkarya untuk menciptakan pola batik melalui akulturasi etnik tanpa meninggalkan makna dari pola orisinalnya merupakan tantangan seorang pengrajin.
“Sebagai produsen saya harus menciptakan karya yang belum ada diluar, supaya saya bisa memonopoli, jadi kalau ada di luar saya tidak bermain sendiran,” paparnya.
Lebih lanjut, Miftachun menambahkan, untuk menghasilkan satu karya, waktu yang dibutuhkan tak singkat.
“Contohnya untuk pintu, kalau untuk mengukirnya saja butuh waktu 1 minggu dengan 1 orang yang ngerjakan, yang menghaluskan 1 orang dan ngecat ada 1-2, 10 hari selesai,” pungkas dia.
Batik sebagai kekayaan budaya Indonesia ternyata memiliki motif beragam yang membanggakan bagi Indonesia. Batik menjadi kekhasan Indonesia memang sepatutnya dilestarikan keberadaannya sebagai kekayaan budaya.
Sebagaimana diketahui, motif batik biasanya terdapat di kain ataupun beberapa pakaian, namun motif batik kini bisa di jumpai di ukiran. Daun pintu, jendela, bingkai cermin, dan aneka perabotan rumah tangga yang terbuat dari kayu bisa berbentuk ukiran dengan motif batik. Maka akan terlihat lebih anggun, unik, dan tentunya keren.
Perajin mebel kayu jati yang konsen menghasilkan karya ukiran bermotif batik adalah Miftachun. Pemilik Galeri di Jalan Basuki Rahmad, Kota Lamongan ini mengaku membuat ukiran dengan motif batik karena ingin melestarikan kekayaan bangsa ini.
“Kekayaan budaya kita ini punya macam-macam, kalau orang asing budayanya sedikit,” ungkapnya mengawali pembicaraan.
Banyak sekali pilhan motif ukiran batik untuk dijadikan berbagai mebel. “Ada banyak motif,” sambungnya. Miftachun mengaku, menciptakan beberapa desain batik yang masing-masing terinspirasi oleh asal-usul etnik.
“Ukiran motif batik ini idenya waktu dulu ramai-ramai Indonesia sama Malaysia, jadi muncul ide ukiran batik,” terangnya.
Menurut Miftachun ukiran motif batik ditambah dengan nilai-nilai personal yang di inspirasi oleh tradisi dan simbol lokal.
“Kebanyakan saya buat ini batik motif Lamongan-an yaitu batik Sendang, Paciran sama perpaduan dengan batik Tuban, batik Tuban paling banyak,” jelasnya.
Sebagai pengrajin sekaligus seniman, dari motif–motif dasar tersebut diciptakan desain motif yang dituangkan ke dalam motif ukiran batik sehingga tercipta desain yang indah dan anggun untuk dikenakan.
“Idenya muncul begitu saja, munculnya gak bisa kita rekayasa, kalau pengrajin menghasilkan karya yang baik, dengan kebetulan muncul saja,” kata Miftachun.
Berkarya untuk menciptakan pola batik melalui akulturasi etnik tanpa meninggalkan makna dari pola orisinalnya merupakan tantangan seorang pengrajin.
“Sebagai produsen saya harus menciptakan karya yang belum ada diluar, supaya saya bisa memonopoli, jadi kalau ada di luar saya tidak bermain sendiran,” paparnya.
Lebih lanjut, Miftachun menambahkan, untuk menghasilkan satu karya, waktu yang dibutuhkan tak singkat.
“Contohnya untuk pintu, kalau untuk mengukirnya saja butuh waktu 1 minggu dengan 1 orang yang ngerjakan, yang menghaluskan 1 orang dan ngecat ada 1-2, 10 hari selesai,” pungkas dia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rochmat Shobirin |