Gaya Hidup

Bedah Kupat Luar, Tradisi Pegang Janji yang Masih Lestari

Kamis, 18 Februari 2016 - 11:30 | 523.16k
JANJI ADALAH HUTANG: Pertunjukan reog Ponorogo ini adalah wujud pembayaran janji seorang suami kepada istrinya di Desa Punten Kota Batu. (foto by Nurliana Ulfa/batutimes.com)
JANJI ADALAH HUTANG: Pertunjukan reog Ponorogo ini adalah wujud pembayaran janji seorang suami kepada istrinya di Desa Punten Kota Batu. (foto by Nurliana Ulfa/batutimes.com)

TIMESINDONESIA, MALANG – Janji adalah sebuah perkataan yang sangat mudah diucapkan, namun terkadang sulit menepatinya. Untuk mendorong konsistensi terhadap janji itulah, nenek moyang dulu punya tradisi budaya yang cukup unik. Namanya budaya bedah kupat luar.

Di Kota Batu, tradisi kuno ini ternyata masih dilestarikan. Meski hanya oleh beberapa kelompok orang yang memegang kuat tradisi ini.

Seperti yang dilakukan oleh Agustina dan suaminya, Didik Wahyudi di Desa Punten Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Rabu (18/2/2016). Tradisi bedah kupat luar ini dilakukan sebagai simbol telah terpenuhinya ujar (janji, nazar) dari seseorang.

Apa janji antara suami istri itu? “Dulu waktu saya hamil anak pertama, suami saya berujar, bahwa jika anak yang saya kandung tersebut adalah laki-laki, kami akannanggap (menggelar pertunjukan) Reyog Ponorogo,” ungkap perempuan berusia 37 tahun ini.

Dan ternyata benar. Agustina pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang kini sudah duduk di kelas satu SMP.

Untuk menepati janji tersebut, Didik pun mendatangkan reyog asli dari Ponorogo setelah melakukan prosesi mbedah kupat.

Prosesi mbedah kupat ini dilakukan oleh Agustina bersama Didik yang mengeluarkan janji. Mereka berdua memegang ujung satu dan ujung lainnya dari satu kupat (ketupat). Anyaman kupat itu berbeda dengan ketupat biasa.

Karena tidak biasa  menganyam ketupat luar, maka sebelumnya ketupat itu sudah dianyamkan oleh para sesepuh desa. Ketupat tersebut berisi beras kuning dan beberapa receh uang logam.

Ketika Agustina dan Didik memegang ujung ketupat yang ada di masing-masing ujung, sesepuh desa melafalkan ijab kabul. Itu sebagai tanda pengesahan telah terpenuhinya janji sepasang suami istri tersebut.

Setelah ijab kabul selesai, merekapun menarik ujung ketupat hingga udhar (terurai) yang membuat beras kuning dan recehan uang logam pun tumpah.

Menurut Agustina, jika mereka tidak menepati janji yang telah terujar, maka bahaya dan kesengsaraan diyakini akan menimpa karena orang tersebut masih dinilai memiliki ‘hutang’ yang belum terbayar. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Publisher : Ahmad Sukmana
Sumber : =

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES