Gaya Hidup International Coffee Day

Secangkir Kopi Menuju Kenikmatan di 'Singgasana Ketuhanan'

Jumat, 30 September 2016 - 19:10 | 393.81k
FOKUS

International Coffee Day

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – "Kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa berkata: Hidup Ini Sempurna."

Begitu filosofi kopi menurut Ben, seorang barista yang handal dalam meramu kopi disebuah kedai miliknya yang disebut "Filosofi Kopi Temukan Diri Anda Di Sini".

Advertisement

Begitu ulasan Ben dalam cerita yang diulas dalam buku berjudul "Filosofi Kopi" karangan Dewi Lestasi Simangunsong, atau yang populer dipanggil Dee. 

Dalam buku yang ditulis perempuan 'cantik' kelahiran Bandung, Jawa Barat, 20 Januari 1976 itu, bercerita tentang sosok Ben dan Jody. Dua sosok itu yang kagum pada kopi Indonesia.

Dalam buku "Filosofi Kopi", Dee juga menulis "Kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.”

Dalam bukunya, Dee ingin menghadirkan bagaimana perjuangan seorang yang memiliki hobi terhadap kopi dan memaknai kopi dari sudut pandang kehidupan. Itulah nikmatnya kopi yang dilahirkan dari tanah Nusantara.

Para pecinta kopi merayakan ‘hari kopi’ setiap hari. Tapi seperti hal-hal lain di muka bumi yang harus diperingati, maka kopi juga ada hari jadinya.

Di Hari Kopi Internasional atau seluruh dunia menyebutnya dengan "International Coffee Day" ditetapkan 1 Oktober. Penetapan itu diresmikan oleh International Coffee Organization di London.

Dalam peresmian tersebut, hadir pihak Central Director for the Internationalization of the Foreign Office Vincenzo de Luca dan General Manager for Participants of the company Expo Milano 2015, Stefano Gatti. 

Selain itu juga dihadiri The Chairman of the Promotion and Market Development Committee of ICO, Andrea Illy. 

International Coffee Day itu, tergabung dari 75 anggota dari beragam asosiasi dan pebisnis yang bergerak di dunia kopi. Akhirnya, disepakati bahwa Hari Kopi Internasional jatuh pada 1 Oktober pada setiap tahunnya.

Menelisik sejarah kopi di Indonesia, sudah banyak dicatat sejarah dan dibukukan secara resmi oleh pemerintah dan pecinta kopi. Di Hari Kopi Internasional, TIMES Indonesia, menghadirkan banyak ulasan soal kopi yang tersaji di Nusantara. Ulasan tersebut dalam banyak perspektif.

Dalam perspektif Islam, kenikmatan kopi dinilai mampu menembus 'Rasa Ketuhanan'. Hal itu, tergambar dan dijelaskan dengan detail dalam Tarikh Ibnu Toyyib.

Tarikh Ibnu Toyyib menjelaskan dalam kitab berjudul "Tadzir an-Nas" yang ditulisnya, bahwa kopi bagi kamu muda adalah penghilang kesusahan. Kopi dinilai sebagai kenikmatan penghibur bagi sang pencari ilmu.

"Kopi adalah minuman orang yang dekat pada Allah didalamnya ada kesembuhan bagi pencari hikmah diantara manusia," jelas Tarikh Ibnu Toyyib. 

Bahkan Tarikh Ibnu Toyyib berani mengatakan bahwa termasuk orang yang bodoh jika tidak mau meminum kopi. Hanya orang bodoh yang mengatakan kopi itu 'haram'.

Selain Tarikh Ibnu Toyyib, Al Imam Ibnu Hajar Al Haitami juga menjelaskan jika kopi mampu mengobati hati yang gelisah. "Lalu ketahuilah duhai hati yang gelisah bahwa kopi ini telah dijadikan oleh Ahli shofwah (orang orang yang bersih hatinya) sebagai pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia Tuhan, penghapus kesusahan," jelasnya.

Walaupun para ulama berbeda pendapat akan kehalalan kopi, namun alhasil yang diunggulkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Syarhul Ubab setelah penjelasan bahwa asal usul kopi di awal abad kesepuluh hijriyah memandang dari Qoidah "Bagi perantara menjadi hukum tujuannya', maka selama kopi ini dimasak untuk kebaikan maka mendapat kebaikannya begitu juga sebaliknya. Maka fahami asalnya."

Dikisahkan, ketika as-Sayyid Ahmad bin Ali Bahr al-Qadimi jumpa dengan Nabi Muhammad SAW, dalam keadaan terjaga. Ia berkata kepada Nabi Muhammad SAW.

"Wahai Rasulullah, aku ingin mendengar hadits darimu tanpa perantara." Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda: "Aku akan memberimu tiga hadits yang salah satunya adalah "Selama bau biji kopi ini masih tercium aromanya di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat akan beristighfar (memintakan ampun) untukmu."

Sementara itu, Al-Habib Abubakar bin Abdullah al-Atthas juga berkata bahwa hidangan yang ada bekas kopinya tidak akan ditempati jin.

"Sesungguhnya tempat yang ditinggalkan dalam keadaan sepi atau kosong maka jin akan menempatinya. Sedangkan tempat yang biasa digunakan untuk membuat hidangan kopi maka para jin takkan bisa menempati dan mendekatinya," jelasnya.

Mengkaji soal Kopi dan Tuhan, Denny Siregar, dengan jelas menulis dalam buku "Tuhan dalam Secagkir Kopi" yang ditulisnya. Menurut Denny, bahwa tuhan ingin manusia menikmati secangkir kopi bersama, tanpa perlu saling mengagungkan diri. 

"Dan ketika kita saling mengangkat cangkir dengan pandangan kasih, Tuhan meliputi semua diri kita. Karena di mana ada kebaikan, disitulah Ia hadir. Karena agama itu indah. Hanya Kitalah yang selalu merusaknya," jelas Denny.

Ditemani secangkir kopi, dan menikmati citarasa kopi, mengajak manusia terus belajar. Yakni belajar menghormati, belajar merendahkan diri, belajar mengasihi, belajar adil dan belajar berfungsi kepada manusia.

Masih menurut Denny, secangkir kopi bisa membukakan banyak hal. Mulai dari obrolan sederhana tentang keseharian hingga jalan hidup seseorang yang penuh misteri.

"Tiap orang punya cerita sendiri, termasuk bagaimana orang memahami Tuhan dalam interaksi pribadi yang tidak seharusnya menjadi persinggungan karena perbedaan nama agama. Sebaliknya, memberi warna dalam kebersahajaan hidup yang saling menguatkan. Itulah Kopi," ungkapnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES