Gaya Hidup

Mengenal Sosok Bejo, Pembuat Karinding yang Hampir Punah

Rabu, 05 Februari 2020 - 22:18 | 103.37k
Bejo memainkan Karinding di Gubuk Galejo yang terletak di Kecamatan Sukun, Malang (FOTO: Delfi/TIMES Indonesia)
Bejo memainkan Karinding di Gubuk Galejo yang terletak di Kecamatan Sukun, Malang (FOTO: Delfi/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANGKarinding merupakan alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara disentil menggunakan ujung telunjuk sambil ditempelkan di bibir. Alat musik ini terbuat dari bambu kering, pelepah aren atau juga logam. 

Seiring perkembangan zaman, alat musik yang satu ini sangat jarang ditemukan. Namun, tidak disangka sampai saat ini ternyata masih ada yang berusaha melestarikannya dengan membuat replika alat musik tersebut. 

Advertisement

Bejo, lelaki dengan ciri khas rambut gondrong dan diikat karet gelang. Dia adalah penggiat seni yang setia membuat replika karinding yang ada di seluruh Indonesia.

Berawal dari tuntutan kebutuhan di komunitas teaternya yang bernama Celoteh, Bejo merasa kurang indah membawakan puisi atau drama tanpa iringan musik. Sejak saat itulah, Bejo mulai menggunakan Karinding dalam setiap penampilan teater. 

Suatu hari Bejo dikirimi video perjalanan teman teaternya yang berkunjung ke Belanda. Dalam video tersebut, tampaknya di Belanda terdapat sebuah tempat yang menyimpan banyak jenis Karinding yang tersebar di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia.

"Saya kaget waktu lihat video ini, kok ternyata Indonesia kaya dan Belanda saja mampu mengabadikannya. Jadi saya mulai membuat Karinding dengan melihat jenis-jenisnya sesuai yang di video ini," ucap Bejo sambil memperlihatkan video perjalan tersebut.

Ditemani Sehan, istrinya, Bejo mulai membuat berbagai macam Karinding dengan alat dan bahan seadanya, yakni bambu dan pelepah aren.

Lelaki yang juga mengajar teater di beberapa tempat di Malang ini, menanamkan prinsip ikhlas dalam hidupnya untuk melestarikan budaya asli Indonesia. Salah satu caranya dengan membuat Karinding, dan menyebarkannya kepada penggiat seni yang lain bahkan juga anak kecil. Hal tersebut dilakukan agar generasi bangsa mengetahui kekayaan yang dimiliki negaranya.

"Saya gak punya harta berlimpah, tapi saya ingin sedekah ke banyak orang, terutama ke anak kecil. Saya kasih Karinding saja ke mereka. Menurut saya itu termasuk sedekah, karena esensi sedekah kan bahagia. Jadi saat melihat mereka (yang diberi harpa) bahagia, maka saya akan lebih bahagia," tutur Bejo.

Kecintaannya terhadap Karinding tidak pernah berkurang sedikitpun. Upaya untuk mempertahankan kebudayaan selalu dia terapkan dalam kehidupannya dengan cara terus mengenalkan Karinding ke masyarakat. Bahkan anaknya yang sedang duduk di bangku kelas empat SD, telah lihai memainkan Karinding sejak setahun yang lalu.

Lelaki berkulit cokelat sawo matang ini mengenalkan Karinding beriringan dengan komunitas teaternya, dan juga di acara seminar maupun talkshow. Semakin hari, tampaknya semakin banyak masyarakat yang menyukai musik yang dibawakan oleh Bejo. Masyarakat mengenalinya dengan sebutan Karinding Bejo. Sedangkan gubuk teaternya bernama Gubuk Galejo yang berarti Galeri Bejo.

Bejo memfokuskan diri membuat Karinding berbahan bambu. Selain karena mudah ditemukan, Karinding bambu juga ramah lingkungan. 
"Kita lebih fokus bikin yang bambu, karena bambu banyak di sini. Terus juga, bambu kan bahan organik jadi lebih ramah lingkungan," tutur Bejo.

Bejo berharap agar karinding dan kebudayaan apapun yang ada di Indonesia patut dilestarikan. Karena dengan kekayaan budaya tersebut, Indonesia terlihat lebih indah dan berbeda dengan negara lainnya.

"Sudah seharusnya kita mempertahankan budaya-budaya tradisional Indonesia. Karena pada dasarnya Indonesia ini indah karena hal tersebut," harap lelaki satu anak itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur
Sumber : TIMES Malang

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES