Gaya Hidup

Pernah Jadi SPG, Inilah Perjalanan Karir Satu-satunya General Manager Wanita di Grup Artotel

Senin, 17 Agustus 2020 - 13:33 | 142.49k
Lia Retno Sumiar Hardini, saat ini menjadi GM Artotel Semarang.
Lia Retno Sumiar Hardini, saat ini menjadi GM Artotel Semarang.
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SEMARANGLia Retno Sumiar Hardini atau akrab disapa Lia merasa tertantang setelah resmi menjadi General Manager (GM) di jaringan Grup Artotel, yakni Artotel Semarang. Resmi menjabat pada Maret lalu, Lia langsung dihadapkan pada situasi pandemi yang turut "membunuh" dunia perhotelan.

Padahal seandainya situasi berjalan normal sekalipun, Lia juga memiliki segunung pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mengingat konsep Artotel sangat berbeda dengan hotel pada umumnya.

Advertisement

Dengan tidak memiliki meeting room, Artotel mencoba menjual konsep baru dengan nuansa full enterteinmen dan full art. Sebuah percobaan bisnis yang tentu saja belum akrab di dunia perhotelan.

Saat ditemui, Lia mengisahkan sebenarnya dia mengawali karirnya bukan sebagai pegawai hotel atau hal-hal yang berhubungan dengan dunia perhotelan. Wanita berusia 38 tahun yang pernah kuliah di Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS) tahun 2000 itu mengaku ingin menjadi seorang pramugari.

"Saya sempat ikut pelatihan dan ingin magang, tapi ternyata tidak diberi kesempatan karena ada beberapa hal yang dianggap tidak memenuhi persyaratan jadi pramugari," ujar wanita yang saat kuliah mengambil jurusan Teknik Informatika UDINUS ini.

Di tengah-tengah kesibukan kuliahnya dulu, Lia juga pernah bekerja freelance sebagai seorang Sales Promotion Girl (SPG) berbagai produk.

"Dulu cita-cita saya malah pengin jadi pramugari, pernah saya daftar dan magang tapi akhirnya tidak lolos. Setelah itu pernah jadi SPG dan dunia marketing. Kuliah saya sendiri di teknik informatika Udinus, gak nyambung ya," ungkap wanita asal Banymanik Semarang ini dengan tawa.

Awal karirnya masuk ke dunia perhotelan adalah menjadi vendor rental mobil di salah satu hotel bintang lima di Semarang. Di situ mau tidak mau dirinya melihat keseharian orang-orang hotel mulai dari front office hingga back officenya.

"Aku melihat pekerjaan mereka seperti apa, dan setiap harinya ketemu orang-orang baru kan seru ya gak ngebosenin. Dari situ juga saya sering dikomplain terus dionek-onekke (dikata-katain) dan akhirnya melatih mentalku seperti ini," jelasnya.

"Tapi dari kerjaan itu aku sempet break sebentar untuk skripsi terus aku ngelamar mas di Hotel Ciputra Semarang tahun 2005," imbuhnya.

Di hotel terbesar di Kota Semarang itu dirinya bekerja secara casual, yang berarti bekerja hanya ketika pihak hotel membutuhkan tenaganya dan diupah pas saat ketika kerja.

"Saat itu saya kerja casual, karyawan yang dibayar harian dan berangkat ketika dibutuhkan saja (on call). Di ciputra itu saya bekerja sekitar satu setengah tahun," ungkapnya.

Saat awal tahun 2000-an, bekerja di hotel sempat dianggap tabu oleh sebagian orang tua, apalagi jika seorang perempuan bekerja di hotel hingga larut malam. Stigma negatifpun sempat diterima oleh Lia yang bahkan stigma itu diterima dari kedua orang tuanya sendiri.

"Orang tua saya sempat tidak setuju saya kerja di hotel karena pada saat itu kebanyakan orang tua menganggap kerja di hotel itu tabu karena dianggap bekerja sebagai pelayan rendahan yang tugasnya membersihkan makanan dan melayani tamu," bebernya.

"Sampai akhirnya aku aplly jadi sekertaris pengusaha asing di daerah Ungaran sekitar tiga setengah tahun. Jadi sekertaris beliau orang asing ini aku kan jadi jembatan komunikasi dengan pihak luar ya, salah satunya orang hotel juga, ketemu lagi sama lingkupnya orang-orang hotel," imbuhya.

Setelah kontraknya bersama pengusaha asing tersebut selesai, Lia bergabung dengan Hotel Horizon simpang lima (sekarang Arkenzo) dan menduduki posisi sekretaris GM.

"Jenuh jadi sekretaris pengusaha asing, Pada tahun 2008 aku coba aplly di hotel horizon sebagai sekretaris GM. Nah dari situ aku betul-betul ngerti dunia hotel dari sisi manajemennya," ujarnya.

Satu tahun bekerja, Lia mendapat nasehat dari GMnya dan mengatakan “kalau kamu masuk ke hotel dan hanya jadi sekretaris, iki wes mentok (ini sudah mentok)”. Saat itu usia Lia sudah sekitar 27 tahun.

"Usiaku saat itu sekitar 27-an dan itu dianggap mentok untuk jadi sekretaris GM, kecuali kalau aku mau mencoba departemen lain seperti sales, marketing, accounting. Pada akhirnya aku masuk di departemen sales," ungkapnya.

Lia sendiri pertama kali menjadi seorang General Manager pada tahun 2013 di sesama grup Horison, tepatnya di hotel @Home yang saat itu baru launching di Kota Semarang. Setelah dari @Home dia berpindah-pindah kerja ke banyak tempat.

"Tanpa terasa aku baru naik di level GM tahun 2013 di hotel @Home Pandanaran. Dari situ aku pindah ke Horison Ciledug Jakarta, lalu ke Horison India. Jadi sudah tujuh tahun aku jadi GM saat ini. Bulan Desember 2019 aku tidak melanjutkan kontrak dengan grup Horison karena sudah merasa tak ada tantangan lagi," ucapnya.

Setelah putus kontrak dari gurp Horisln, pada maret 2020 atau persis pertama kali virus corona (covid-19) melanda Indonesia, Lia resmi menjabat sebagai GM Artotel dalam situasi bisnis pariwisata dan perhotelan jatuh karena pandemi.

"Dan akhirnya sekarang aku memutuskan gabung dengan Artotel karena menurutku di sini ada tantangan yang tidak biasa," ungkapnya.

Liapun tak bisa langsung menjukkan performanya kerena selama tiga bulan pasca covid-19 melanda Kota Semarang, dunia perhotelan ditutup untuk mengantisipasi penularan virus. Barulah pada awal Juli 2020, Artotel beraama GM barunya ini memulai bergeliat dengan tagline "New Live Style" dengan menggelar konser adaptasi.

Di grup Artotel sendiri Lia adalah satu-satunya GM perempuan. Alasan dia tertarik menjadi GM Hotel tanpa meeting room tersebut karena memiliki tantangan yang belum pernah dia temui.

"Dan saya sendiri adalah satu-satunya GM cewek di seluruh grup Artotel. Saya bener-bener tertarik dengan konsep life style yang mana hotelnya tidak ada meeting roomnya. Kalau hotel-hotel lain pasti ada paket meeting room, sedangkan Artotel tidak ada. Di sini benar-benar hanya menyediakan kamar untuk menginap agar para tamu enjoy tidak mikir kerjaan atau kegiatan yang biasanya hotel lain seperti itu," bebernya.

Artotel memang hanya menyediakan tempat untuk orang yang benar-benar membutuhkan tempat istirahat.  Selain itu, hotel yang mengusung tema kesenian dan hiburan itu menrut Lia bisa menjadi trobosan baru dalam dunia perhotelan.

"Saya tertantang untuk membuat nuansa enterteinmen agar setiap pengunjung merasa terhibur dan nyaman di sini," ungkapnya.

Selain nuansa seninya, para karyawan di Artotel tidak mengenakan seragam formal sepertu halnya di hotel-hotel lain. Di sini semua bebas mengenakan pakaian apapun bahkan boleh bertato, bertindik, atau mewarnai rambut.

"Terus di Artotel itu gak lagi pakai pakaian formal seperti high hills untuk permpuan atau pantovel untuk laki-laki dan lain-lain. Penampilan rambut bisa bebas, boleh bertato, bertindik, dan penampilan apapun. Kenapa seperti itu, kami ingin menyampaikan kemasan yang berbeda," katanya merasa bangga.

"Tantangan lain di sini adalah bagaimana mengenalkan hotel dengan nuansa seni yang kental. Karena memang sejak awal Artotel didirikan memang untuk berjualan seni. Di sinilah tantangannya bagaimana mengenalkan seni untuk kemudian dikonsumsi orang banyak untuk hiburan sekaligus menikmatinya," terangnya.

Artoel punya alasan yang filosofis kenapa harus seperti ini, menurut Lia pihaknua tidak semata-mata ingin tampil beda saja. Mereka ingin menarik minat komunitas atau masyarakat yang memang memiliki kecintaan terhadap seni baik itu seni music, lukis, teater, atau apapun.

"Kita memberikan kesempatan orang-orang untuk belajar lebih dalam tentang seni, termasuk untuk karyawan dan manajemen disini termasuk saya. Kami yakin segmen kami pasti ada,"

"Saya benar-benar tertantang untuk memperkenalkan hotel berkonsep seni dan merasa sangat bahagia jika kami berhasil mengenalkan konsep baru yang kami pasarkan," bebernya.

Di akhir Lia menyampaikan bahwa dirinya ingin terus mencari tantangan untuk mengembangkan diri dalam berkarya.

"Target saya kedepan saya ingin terus berkarya sampai memang kemampuan saya sudah tidak dibutuhkan lagi," ucap Lia Retno Sumiar Hardini General Manager (GM) Artotel Semarang, bagian jaringan Grup Artotel(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES