Kisah Cafe Sunyi Coffee Yogyakarta Gandeng Penyandang Disabilitas Sebagai Karyawan

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Salah satu tempat tongkrongan menarik bernuansa inklusivitas ternyata ada di Kota Yogyakarta.
Bagi masyarakat umum khususnya kalangan anak-anak muda tentu sudah tak asing lagi dengan yang namanya cafe. Apalagi, di Kota Yogyakarta yang didominasi oleh mahasiswa dari berbagai lintas kampus pasti dianggap sebagai tempat alternatif untuk sekadar berkumpul maupun mengerjakan tugas.
Advertisement
Namun di sini, ada satu cafe yang sangat berbeda dengan cafe-cafe pada umumnya yaitu cafe Sunyi Coffee. Di mana cafe ini sebagian besar mempekerjakan karyawan-karyawan dari penyandang difabel tuna rungu.
Selain itu, pengunjung yang datang pun bisa ikut belajar Bisindo atau teknik belajar dengan penyandang difabel tuna rungu.
Nah, pada kesempatan ini, TIMES Indonesia mencoba menelusuri keberadaan Sunyi Coffee yang beralamat di Jalan Waringinsari II, Ngropoh, Condongcatur, Depok, Sleman Yogyakarta.
Dan benar saja, begitu sampai terlihat sejumlah karyawan Sunyi Coffee saat menerima pengunjung yang mayoritasnya mahasiswa ini segera mengajak komunikasi dengan teknik Bisindo tersebut.
Vanaldo, Owner Sunyi Coffee yang dihubungi langsung melalui sambungan video menceritakan awal mendirikan cafe yang didominasi oleh karyawan penyandang difabel ini. Ia mengungkap bahwa setelah selesai kuliah dan lanjut bekerja, pihaknya berkeinginan untuk membangun coffee shop namun didalamnya mayoritas penyandang difabel.
Ide Pendirian Cafe Sunyi Coffee
Sesaat sebelum mendirikan cafe ini, dirinya beranggapan jika hal itu merupakan sebuah tantangan yang menarik dan juga ia melihat bahwa teman-teman difabel juga memiliki kesempatan yang sama seperti orang-orang pada umumnya.
"Jadi kenapa ngga sih kita mulai untuk memberikan kesempatan yang sama untuk teman-teman difabel apalagi soal masa depan mereka juga," ungkap Aldo, sapaan akrabnya, Kamis (30/3/2023).
Bahkan, Aldo tak merasa kesulitan untuk berkomunikasi serta mengajari teman-teman penyandang difabel tersebut. Sebab, ia sebelumnya sempat masuk ke dalam komunitas mereka di mana Aldo mempelajari baik dari teknik bahasa maupun budaya mereka sendiri. Sedangkan untuk sistem pelatihannya diakuinya berbeda dengan yang lain.
Pada saat mencari seorang Barista misalnya, hal yang paling utama harus dilakukan oleh Barista ini adalah belajar bahasa isyarat terlebih dahulu. Setelah berhasil belajar bahasa isyarat ini, Barista perlu mentransfer knowledge kepada pihak karyawan difabel itu.
"Awalnya kita semua teman-teman belajar dulu lalu kita sama-sama transfer knowledge ini kepada mereka dengan menggunakan bahasa isyarat sehingga pada akhirnya mereka semua bisa seperti sekarang ini," jelasnya.
Ditanya perihal nama Sunyi tersebut, Aldo mempresentasikan bahwa sunyi itu jauh dari segala perbedaan yang memiliki arti kesetaraan. Sunyi ini tak hanya melulu untuk teman-teman difabel tuli saja untuk bekerja melainkan seluruh penyandang difabel akan diterima bekerja di Sunyi Coffee.
"Makna Sunyi itu sendiri merupakan jauh dari perbedaan, jauh dari diskriminasi dan yang utama kita semua itu setara," tegas Aldo.
Kepedulian pada Difabel
Aldo menuturkan sejauh ini penanganan terhadap difabel oleh pemerintah Indonesia dinilai masih sangat kurang. Ia tak menampik jika sudah ada Undang-Undang yang menyatakan bahwa penyandang difabel diberikan tempat bekerja di mana untuk area pemerintahan itu sekitar 2% dan di area BUMN itu sekitar 1%.
"Tapi pada faktanya masih banyak perusahaan-perusahaan yang menolak mereka untuk bekerja. Kenapa hal ini masih terjadi, kita bisa lihat bahwa tingkat pengangguran di kalangan teman-teman difabel itu sangat tinggi. Oleh karena itu memang dibutuhkan sekali peran pemerintah untuk lebih tegas dalam memberikan aturan yang jelas," ujarnya.
"Misalnya coba berikan sanksi tegas untuk perusahaan yang menolak teman-teman difabel ini, beri sanksi tegas saja kalau memang pemerintah itu berpihak. Kalau itu iya, berarti pemerintah kita telah peduli dan benar-benar inklusi," Aldo melanjutkan.
Agar Indonesia ini benar-benar menjadi negara yang inklusi, Aldo secara tegas mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk lebih berempati kepada mereka dan jangan hanya sekadar bersimpati saja. Jika masyarakat hanya melihat mereka merasa dikasihani hal itu bukanlah sebuah solusi yang tepat.
"Coba ketika kita hanya melihat mereka, oh kasihan ya mereka dan segala macam keluar dari mulut kita, bukan itu maksud saya tetapi kita terjun langsung ke dunia mereka. Jadi, sekali lagi saya mengajak semua orang Indonesia untuk lebih berempati kepada teman-teman difabel, tolong tingkatkan itu," paparnya.
Sunyi Coffee ini telah beranggotakan karyawan sebanyak 40 orang yang tersebar di empat cabang Sunyi Coffee lainnya. Sunyi Coffee tersebut tersebar di wilayah Jakarta Selatan, Tangerang, Bekasi dan juga Yogyakarta.
Tentu saja, Aldo berkeinginan akan segera menambah Sunyi-Sunyi Coffee lainnya di Indonesia dengan harapan teman-teman difabel bisa diserap untuk bekerja bersama.
Tanggapan Pengunjung Mengenai Sunyi Coffee
Beta Sari, salah satu pengunjung Sunyi Coffee berkesempatan ikut berbagi cerita perihal pengalaman pertamanya mengunjungi cafe ini. Menurut pandangannya, pihaknya sempat kaget pada saat datang pertama dikarenakan tidak biasa berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat sehingga hal inilah yang cukup mengagetkan Beta serta teman-temannya.
Tapi di sisi lain, mahasiswi UNY angkatan 2018 tersebut merasa kagum dan bangga melihat aktivitas-aktivitas dengan bahasa isyarat di cafe ini. Sebelumnya ia pun melakukan browsing terlebih dahulu cara berkomunikasi dengan penyandang tuli agar bisa lebih mudah dalam melakukan komunikasi.
"Sebelum ke sini aku browsing dulu gimana sih caranya berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Misalnya bahasa isyarat ucapan terima kasih, jadi aku sekalian bisa belajar di sini," tutur Beta.
Pengunjung dari mahasiswi UNY lain, Mawar mengaku bahwa ini juga merupakan kali pertamanya berinteraksi dengan penyandang difabel utamanya tuna rungu dan tuna wicara.
Awalnya ia takut akan terjadi misscommunication tetapi ternyata di cafe ini sudah ada petunjuk-petunjuknya. Lalu, dari pihak karyawannya sendiri faktanya bisa memahami. "Intinya kagum banget sih karena dengan keterbatasannya itu bisa berinteraksi dan mereka sangat percaya diri dengan keterbatasannya itu," ujar Mawar.
"Jadi bisa memotivasi bahwa dengan keterbatasan seperti ini mau dan bisa bekerja maupun memberikan kontribusi ke masyarakat, kenapa kita malah ngga mau? Aku tersentuh banget sih mas," imbuh mahasiswi Jurusan Bahasa Prancis UNY ini saat ditemui di Sunyi Coffee Kota Yogyakarta. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |