Keren! UMKM Bandung Ini Ubah Limbah Jadi Produk Fashion Unik

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Kain perca atau kain sisa-sisa/limbah memang seringkali dimanfaatkan seadanya bila tidak dibuang. Ada yang memanfaatkannya untuk jadi isi bantalan, dijadikan lap dan ada juga yang membakarnya begitu saja.
Namun, berbeda kondisinya ditangan pelaku usaha fashion UMKM Bandung ini. Kreativitas pelaku UMKM ini bisa menjadikan kain limbah tersebut bernilai jual tinggi.
Advertisement
Produk 2G_Art Project misalnya, produk ini merupakan hasil kreativitas yang berawal dari limbah bahan kain perca batik yang terbuang.
Dengan merangkainya jadi satu rangkaian cantik, lalu dikombinasikan dengan kain berbeda, akhirnya menjadi produk kreatif yang bisa dijual.
Tidak hanya kain untuk pakaian, tetapi hasil jadi bisa berupa tas, craft dan lainnya. Karena uniknya, tak heran, produk-produk dari kain perca limbahan ini bisa layak jual dan berharga tinggi.
“Usaha fashion dan craft ini dimulai pada tahun 2020-an, saat pandemi sedang berlangsung. Karena tidak ada kegiatan selepas berhenti kerja, akhirnya kepikiran untuk membuat produk dari bahan kain perca batik yang sering saya kumpulkan,” tutur MT Saptinah Wisumurdiyanti yang sering disapa Ina, owner PT Double Gune Karya Sukses, Jumat (20/5/2023).
“Seringkali kain perca, sisa sisa kain dari produksi garmen/industri rumahan ini, berakhir menjadi sampah/limbah. Dan kain ini, sudah menjadi masalah sampah/limbah ke dua di dunia yang sulit diurai/dimusnahkan dari sejak dulu,” ungkap Ina.
Ina menjelaskan bahwa terkadang bila melihat limbah seperti itu, banyak orang tidak terpikir mau dibuat produk seperti apa. Awalnya pun, ia hanya senang mengumpulkan sisa-sisa kain perca, tetapi setelah tidak ada income, terpikirkanlah untuk membuat sesuatu produk dari kain tersebut.
Ia memulai serius pengerjaan craft berupa tas dan homedecor serta fashion ini karena memiliki peluang, apalagi disukai orang-orang.
Pengerjaan fashion yang mengarah kepada outter dan jacket hoody ini didesain dengan memakai gabungan limbah bahan dan kain perca batik.
Pembuatan produknya menggunakan teknik patchwork yakni proses sambung-menyambung antara kain yang satu dengan yang lainnya untuk membuat sebuah motif. Dan kombinasi motif itulah yang akan jadi dasar aplikasi dipergunakan diproduknya.
Ina menuturkan memang prosesnya agak rumit sedikit. Pertama, menyambung percanya dahulu untuk menjadi suatu motif lalu dilapis dacron hingga dimodifikasikan ke dalam lembaran kain besar yang akan dibuat suatu pola untuk menjadi produk.
Hasil akhir jadinya berupa produk kain yang unik, cantik dan tidak seperti yang ada di pasaran.
Ketika ditanya bagaimana dengan pola penjualan yang dilakukan Ina, ia pun menjelaskan bahwa promosi yang dilakukan adalah melalui promosi facebook di akun pribadinya.
"Dari pemajangan hasil produksi yang ditampilkan di facebook, lama kelamaan banyak peminat yang ingin membeli produk," ulas Ina.
Dengan semakin berkembang, Ina pun rajin mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh salah satu rumah BUMN hingga ia pun mendapat banyak pencerahan usaha dan jejaring relasi.
Adanya perubahan setelah bergabung dengan komunitas adalah bagaimana legal usahanya bisa lebih rapih dan tertib.
Ia juga mengungkapkan bahwa order produk buatannya masih bersifat satuan belum bisa masal karena kendala di pengerjaan produksi. Untuk memenuhi order pembelain masal diakui Ina bahwa ia butuh mesin yang jauh lebih modern untuk bisa merealisasikan produk jahitannya.
Ina juga sering mendapat order dari rekan dan teman-teman yang tergabung di facebook pribadinya dan juga promosi mulut ke mulut.
Mereka tertarik dengan karyanya karena sering melihat hasil karya jahitan perca di sosial media pribadinya. Ina berharap dengan produksi yang berkualitas, pasar yang mulai ramai, order produknya dari Kain perca atau limbah kain ini akan naik lagi. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rizal Dani |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.