Gaya Hidup

Tradisi "Cethe" dari Tulungagung, Seni Membatik Rokok Menggunakan Ampas Kopi

Senin, 19 Juni 2023 - 09:37 | 434.05k
Hasil karya peserta lomba cethe angkringan RadenMas Tulungagung yang terpilih menjadi juara. (Foto: Beny S/TIMESIndonesia)
Hasil karya peserta lomba cethe angkringan RadenMas Tulungagung yang terpilih menjadi juara. (Foto: Beny S/TIMESIndonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, TULUNGAGUNG – Selain dikenal sebagai Kota Marmer, Kabupaten Tulungagung juga memiliki julukan Kota Cethe. Cethe atau seni melukis atau membatik menggunakan ampas kopi di batang rokok memang sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Tulungagung. Tidak hanya menjadi kegiatan pengisi waktu saat nongkrong sambil ngopi, nyethe juga menjadi salah satu kegiatan yang sering dilombakan dan ditunggu-tunggu para penghobi.

Seperti halnya pada saat lomba cethe yang digelar di warung angkringan Raden Mas di Desa Balerejo, Kecamatan Kauman, Tulungagung, pada Minggu (18/6/2023) siang, puluhan penggemar cethe dari berbagai penjuru Tulungagung antusias beradu kreatifitas.

Advertisement

"Tujuan saya mengadakan lomba cethe ini untuk membentuk wadah bagi pecinta seni cethe supaya bisa hidup kembali, alhamdulillah tanggapan teman-teman peserta cukup bagus," kata penyelenggara lomba cethe, Sayid Muhamad Assegaf, Minggu (18/6/2023).

Dalam lomba cethe kali ini, sedikitnya ada 20 seniman cethe yang ikut meramaikan lomba. Dengan telaten para peserta menggoreskan cethe atau ampas kopi yang telah dicampur kental manis ke batang rokok menggunakan tusuk gigi. Gambar cethe yang dibuat rata-rata bermotif batik, bunga, dan barong.

Menurut Amak panggilan akrab Sayid Muhammad Assegaf, seni cethe atau melukis rokok menggunakan ampas kopi saat ini cukup banyak digemari oleh masyarakat Tulungagung. Hanya saja saat ini diperlukan wadah seperti sering diadakannya perlombaan, agar seni cethe yang identik dengan Tulungagung tersebut tetap lestari.

"Beberapa kali saya melihat di warung-warung itu meski tidak ada lomba masih banyak orang-orang ngopi yang menggambar rokoknya dengan cethe. Harapannya seni cethe di Tulungagung bisa berkembang, bisa terbentuk komunitas yang solid, dan sering ada lomba-lomba dengan kapasitas yang lebih besar," ujarnya.

Sementara itu salah seorang peserta lomba, Dwi Firmansyah berharap, seni cethe sebagai salah satu ciri khas Tulungagung bisa semakin berkembang. Dalam lomba kali ini karya cethenya yang bermotif ukiran terpilih sebagai juara satu. Menurut Dwi Firmansyah, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan gambar cethe yang bagus. Selain daya kreatifitas atau imajinasi, keterampilan tangan dalam menorehkan cethe diatas media rokok serta bahan cethe yang digunakan juga sangat berpengaruh.

"Kesulitannya itu kalau bubuk kopinya kurang halus nanti hasilnya juga kurang bagus, terus campuran antara ampas kopi dan susu kental manis juga harus pas, agar cethe mudah dibuat menggambar tetapi juga cepat kering dan tidak rembes,"  ujar Dwi Firmansyah.

Dalam lomba cethe biasanya terdapat dua hal pokok yang menjadi kriteria penilaian, yakni motif atau pola cethe dan tingkat kerapian. Menurut salah juri lomba seorang seniman lukis cethe asal Tulungagung, Adhitya Khresna yang baru saja menggelar pameran di Amerika Serikat, karya seni cethe yang baik selain ditentukan motif dan tingkat kerumitan dengan detail yang kuat, penguasaan membuat material cethe juga tidak kalah penting.

"Pengendalian material ini cukup penting, jadi gimana caranya saat dioleskan cethe itu tidak mblobor (merembes) sehingga hasilnya benar-benar rapi. Jadi tingkat kelembutan kopi itu seperti apa, airnya seberapa, susunya seberapa, itu harus benar-benar diperhitungkan," jelas Adhitya Khresna.

Menurut Adhit, budaya cethe berawal dari kebiasaan masyarakat Tulungagung wilayah barat dan selatan yang mayoritas petani. Sebagai masyarakat petani yang bekerja pada pagi hingga siang hari,  mereka memiliki banyak waktu luang di sore hari dan mengisinya dengan berinteraksi di warung-warung kopi sambil menikmati rokok.

"Di sela-sela aktifitas itu agar rokok jadi lebih awet mereka mengoleskan ampas kopi atau cethe, untuk menghemat rokok," ujarnya.

Adhit melanjutkan, untuk motif cethe biasa berupa motif batik dan ukiran. Inspirasi tersebut berasal dari masyarakat yang sering melihat kain batik jemuran para perajin yang banyak terdapat di Tulungagung.

"Motif-motif cethe itu dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat sehari-hari, seperti kain batik dan lain-lain, karena di lingkungan kita itu banyak produksi batik," tuturnya.

Sebagi seniman yang telah mengenalkan seni cethe ke kancah internasional, Adhit berharap seni khas Tulungagung tersebut bisa semakin berkembang. Dia berharap cethe semakin banyak diangkat tidak hanya sekedar lomba tetapi juga diakui sebagai kesenian secara umum.

"Semoga cethe nanti bisa masuk menjadi bagian dari seni rupa, sehingga nantinya bukan cuma lomba tetapi sudah bisa dikenalkan sebagai produk seni untuk pameran," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES