Wiwiek Afiato, Aktivis Wanita yang Peduli Budaya dan Lingkungan

TIMESINDONESIA, MALANG – Kediaman Wiwiek Afiato di Perumahan Permata Jingga, Kota Malang bak museum. Halaman depan rumahnya ijo royo-royo. Penuh dengan berbagai macam tanaman hias dari berbagai negara. Ada yang ditanam seperti biasa, digantung, hingga yang menjalar di tembok.
Masuk ke bagian ruang tamu, puluhan koleksi piring antik yang dia dapat dari berbagai negara tertata rapi di bufet dan ditempel di tembok. Ditambah lagi gelas-gelas cantik yang dia tempatkan di dalam almari kecil yang dapat terlihat dari luar.
Advertisement
Lebih dalam lagi, di kamar depan ruang TV, Wiwiek menyimpan ratusan koleksi Wastra Nusantara dari seluruh daerah di Indonesia. Mulai dari songket, lurik, tenun, hingga batik semua ada disana. Baik yang sudah dijahit menjadi baju, atau yang masih berbentuk kain panjang. Selain itu masih banyak lagi barang koleksi milik wanita kelahiran Pekalongan itu yang menarik dan memanjakan mata.
Dari semua koleksi yang dia miliki, hal itu mungkin cukup untuk menggambarkan bahwa Wiwiek merupakan wanita yang Aktiv dan banyak kegemaran dan kepedulian. Tak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk banyak orang.
Klaim Wiwiek sebagai aktivis yang peduli dengan kebudayaan dan lingkungan bukan hanya isapan jempol belaka. Hal itu bisa dibuktikan dari track recordnya yang telah banyak memberikan kontribusi dalam berbagai hal.
Dari segi warisan budaya, Wiwiek yang juga sebagai desainer tak hanya mengoleksi dan mendesain Wastra Nusantrara menjadi sebuah produk yang menarik. Tapi dia juga kerap kali mengenalkan kekayaan Indonesia ini ke kancah global. Baik melalui pameran atau hal lainya.
Salah satu cara dia mengenalkan kekayaan budaya Indonesia di luar negeri tergolong unik. Yakni dengan membuat panggung "cat walk" secara tak resmi di tempat-tempat umum. Seperti bandara, di dalam LRT (Light Rail Transit), atau tempat ramai lainya.
Di sana, dia dan peraga akan berjalan di hadapan banyak orang dengan mengenakan baju berbahan Wastra. "Dan dari situ banyak orang yang terpukau dan langsung menawar baju yang kita kenakan. Karena baju dari Indonesia ini memang istimewa. Sudah banyak orang luar negeri yang tahu itu," ucapnya.
Dari segi kesenian, pada 2010 silam, Wiwiek bersama pejabat Pemkot Malang kala itu juga pernah menggelar malam kesenian di Belgia. Tepatnya di Kedutaan Besar RI yang ada di Belgia. Di sana, beberapa kesenian tari dari Jawa serta Reog Ponorogo ditampilkan, dan memukau banyak orang.
Selain itu, meski saat ini dirinya tinggal di tengah kota, dia juga selalu berusaha untuk tetap nguri-nguri atau menghidupkan warisan budaya dalam bentuk makanan atau jajanan. Hampir setiap hari Wiwiek selalu membuat kue tradisional di rumahnya. Seperti lepet, iwel-iwel, dan jajanan lainya. Makanan itu yang akan menjadi suguhan ketika ada tamu datang ke rumahnya.
Agar warisan budaya ini tak putus, ketrampilan membuat jajanan tradisional itu juga dia ajarkan ke anak-anaknya. "Bahkan anak saya yang jadi dokter akhirnya juga bisa bikin jajajan itu sendiri," kata dia.
Kiprah perempuan lulusan Universitas Diponegoro itu dalam bidang lingkungan juga telah dirasakan oleh banyak orang. Mulai dari lingkungan tempat tinggalnya hingga di tingkat kota. Dia bersama stakeholder lainya sering menginisiasi penanaman pohon dan penghijauan. Beberapa tempat yang berhasil dia hijaukan seperti Taman Slamet, Hutan Kota Malabar, dan beberapa tempat lainya.
"Kota Malang ini butuh paru-paru kota, yaitu taman-taman yang bisa menjadi tempat peresapan air. Sehingga tidak ada lagi banjir," kata dia
Kepeduliannya terhadap lingkungan juga dia tuangkan dengan memberikan pelatihan kepada ibu-ibu rumah tangga untuk mengolah limbah rumah tangga menjadi sebuah barang yang berguna dan tidak membahayakan lingkungan. Seperti media tanam dari pampers.
Caranya, limbah tersebut akan disemprot terlebih dahulu bio wash atau cairan untuk mencegah dan menghilangkan gas metan dari limbah, yang mereka buat sendiri dari kulit buah yang difermentasikan dengan pro mix.
"Gas metan itu kalau semua tertimbun dan ada di TPA itu menyebabkan CO2 dan sangat panas. Tentunya akan memperparah global warming yang seharusnya bisa kita cegah. Jadi melalui ibu-ibu saya mengedukasi bahwa limbah dapur itu, juga termasuk pampers balita dari lansia, itu bisa diolah menjadi media tanam," kata dia.
Selain itu, dia juga mengajarkan para ibu-ibu rumah tangga untuk mengubah minyak jelantah yang biasanya dibuang dan mencemari lingkungan menjadi lilin aroma terapi. Sehingga limbah tesebut tidak menjadi beban alam.
Masih banyak lagi kiprah dan hal positif yang telah dilakukan oleh Wiwiek Afiato, khususnya untuk Kota Malang. Semoga hal ini bisa menjadi inspirasi, khususnya untuk para wanita, sehingga bisa turut menghidupkan warisan budaya yang ada, dan lebih peduli dengan lingkungan yang ditinggali. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Rizal Dani |