Keris Wedung, Senjata Khas Perempuan Demak yang Eksis di Pacitan
TIMESINDONESIA, PACITAN – Keris Wedung, senjata khas perempuan dari era Kerajaan Demak, tidak hanya eksis dalam sejarah, tetapi juga ditemukan di Pacitan, Jawa Timur.
Pelestari benda pusaka asal Desa Tambakrejo, Kecamatan Pacitan, Tri Anjar Waluyo, menyatakan bahwa Keris Wedung memiliki nilai tinggi dan sering digunakan sebagai ageman atau jimat.
Advertisement
"Keris Wedung bisa dikatakan sebagai Lading Suro yang biasa digunakan sebagai ageman atau jimat. Jangan salah, para perempuan zaman dulu juga memakai pusaka," ungkapnya, Sabtu (27/1/2024).
Pada masa itu, lanjut Anjar, Keris Wedung digunakan oleh perempuan sebagai sarana perlindungan dari perampok, begal, dan bentuk kejahatan lainnya. Keris ini umumnya dimasukkan ke dalam kemben atau pakaian karena bentuknya yang kecil, sehingga mudah dibawa.
"Bentuknya memang kecil, tapi mampu meningkatkan kepercayaan dan kewibawan pemakainya. Para perempuan juga dibekali ilmu kanuragan untuk bela diri. Tentu bukan orang sembarangan," terangnya.
Setiap pembuatan pusaka memiliki makna tersendiri. Berikut adalah beberapa karakteristik Keris Wedung yang ditemukan di Pacitan:
- Dhapur Keris (Jenis Bentuk): Wedung
- Pamor (Motif Lipatan Besi): Pamor Wengkon
- Tangguh (Perkiraan Masa Pembuatan): Tangguh Demak pasca runtuhnya Majapahit.
- Panjang Bilah: sekitar 10-15 centimeter
- Pesi (Berat): utuh, panjang original tanpa sambungan
- Gagang: terbuat dari kayu
Sejarah Singkat Keris Wedung
Beberapa koleksi Keris Wedung yang ada di Pacitan. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Pada akhir kerajaan Majapahit dan awal berdirinya kekuasaan Demak, ketegangan dan kekacauan melanda rakyat sipil. Banyak rakyat biasa yang melengkapi diri dengan senjata khas waktu itu yang disebut wadhung atau wedung. Wedung adalah senjata tajam seperti pisau lebar, populer sebagai senjata tebas.
Wedung juga menjadi atribut pakaian kebesaran pegawai istana dan masih digunakan hingga sekarang di keraton Solo dan Yogyakarta. Desa Wedung, di sebelah barat sentral Kerajaan Demak, merupakan tempat di mana para empu keris menggarap wedung.
Selama perkembangan seni, wedung yang awalnya berbentuk sederhana dan berfungsi sebagai senjata tebas, mulai bertransformasi menjadi benda seni. Sang Empu menggunakan teknik pelipatan besi dan lapisan dari bahan meteor yang disebut pamor. Motif pamor yang umum adalah beras utah dan wiji timun.
"Saya mengoleksi beberapa benda pusaka sejak 2009, itu tinggalan dari leluhur. Kalau sekarang saya hunting ke desa-desa untuk mengumpulkan," terangnya.
Saat ini, Tri Anjar Waluyo mengaku kesulitan dalam menemukan pembuat keris di Pacitan, yang sebelumnya memiliki banyak perajin.
Tak hanya itu, Ia melihat potensi ekonomi dari benda pusaka keris, tapi mencari pemahaman pusaka sesuai pakem menjadi tantangan tersendiri.
"Padahal bisa menjadi peluang untuk meningkatkan perekonomian. Semua bahan ada dan melimpah, tapi yang sulit adalah mencari pemahaman pusaka sesuai pakem," jelasnya.
Keris Wedung yang kini berada di tangan Tri Anjar Waluyo masih terjaga keasliannya. Pada momentum tertentu, dengan telaten ia rawat agar tetap awet.
Keris Wedung yang masih tersimpan di Pacitan bukan hanya warisan bersejarah, tapi juga memberikan wawasan tentang kearifan lokal maupun tradisi dan perlu dilestarikan untuk generasi mendatang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sholihin Nur |