
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menemui banyak orang dengan tujuan dan masalahnya masing-masing menjadi bagian hidup yang menyenangkan. Enak untuk dinikmati. Setidaknya menjadi ibrah dan menambah energi jiwa untuk berpikiran lebih wisdom.
Seperti seminggu terakhir. Dua teman lama yang sudah bertahun-tahun tak sua, ketemu ngopi. "Cak, itu saya sudah tidak tahan lagi dengan Si Fulan. Dia selalu menekan saya, menuntut ini dan itu tanpa pernah memahami beban yang saya pikul," katanya setengah putus asa.
Advertisement
Segala uneg-unegnya keluar bak air got keruh mengalir deras. Saya dengarkan dengan seksama. Sabar. Masuk ke alam jiwanya, coba memahami apa yang ia rasakan.
Beberapa hari kemudian, eh si Fulan yang jadi bahan itu juga ngajak ngopi. Sama-sama tahunan tak ketemu. "Saya sungguh frustasi dengan si Anu itu. Dia tidak pernah menghargai usaha saya. Setiap kali saya mencoba membantu, dia malah menyalahkan saya," ucap si Fulan dengan nada penuh kekecewaan.
Hidup memang begini. Bukan hidup kalau tidak ada masalh. Kedua orang ini mengeluhkan hal yang sama, namun dari sudut pandang yang berbeda. Mereka saling menyalahkan tanpa pernah mencoba memahami perasaan dan tekanan satu sama lain.
Cermin Hidup
Peristiwa-peristiwa seperti ini adalah cermin dari kita yang masih merasa hidup. Cermin yang seringkali lupa bahwa di balik setiap keluhan ada dua sisi cerita yang harus dipahami sebagai irama kehidupan.
Kehidupan adalah perjalanan panjang yang dihiasi oleh berbagai warna dan corak. Setiap individu adalah pelukis di kanvasnya sendiri. Ia menggoreskan tawa, air mata, harapan, dan kekecewaan.
Seperti aliran sungai yang tenang di permukaan, namun deras dan bergelombang di dasar. Begitu pula hati manusia.
Di balik senyuman yang terukir di wajah, tersimpan tekanan yang menekan jiwa dan rasa sakit yang tak terucap. Kita adalah penjelajah di jalan hidup yang penuh misteri. Masing-masing membawa beban dan tekanan hidup yang tak terlihat oleh mata orang lain.
Bagi manusia, tekanan dalam hidup adalah batu besar yang menghimpit dada. Membuat setiap tarikan napas terasa berat.
Dalam pekerjaan, tekanan datang seperti badai, menggulung harapan dan mimpi, menguji ketahanan jiwa. Di lingkungan keluarga, tekanan adalah duri yang tersembunyi di balik kata-kata manis. Kadang ia melukai tanpa disadari. Sementara, dalam pertemanan, ekspektasi dan harapan yang tak terucap bisa menjadi beban yang menggerogoti kehangatan hubungan.
So, setiap orang akan berjalan dengan batu di pundaknya. Batu yang beratnya hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Yang bisa jadi memunculkan sakit emosional yang tak terlihat.
Rasa sakit emosional itu bisa berupa luka yang tersembunyi di balik senyuman. Ia adalah tangis dalam diam, duka yang merayap di kedalaman hati. Luka ini tak terlihat oleh mata, namun terasa sangat nyata, menggerogoti jiwa sedikit demi sedikit.
Bagi sebagian orang, rasa sakit ini adalah badai yang menghancurkan ketenangan. Sementara bagi yang lain, ia adalah hujan gerimis yang tak kunjung reda. Setiap individu menyembunyikan lukanya dengan cara yang berbeda. Namun di balik topeng kebahagiaan, rasa sakit itu tetap ada, menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup mereka.
Pentingnya Empati dan Pemahaman
Empati adalah jembatan yang menghubungkan hati satu sama lain. Dalam setiap hubungan, baik itu dalam keluarga, pertemanan, atau pekerjaan, empati adalah kunci untuk memahami dan mendukung. Dengan berusaha merasakan tekanan dan rasa sakit orang lain, tercipta ikatan yang lebih kuat dan harmonis.
Pemahaman adalah cahaya yang menerangi jalan menuju kebersamaan, menghindarkan dari konflik dan mempererat persaudaraan. Tanpa empati, hubungan menjadi rapuh, seperti rumah tanpa fondasi.
Dalam QS. Al-Hujurat [49]: 10, Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."
Ayat ini mengingatkan bahwa persaudaraan sejati dibangun di atas dasar saling memahami dan memaafkan. Sementara itu, QS. Al-Ma'idah [5]: 32 menyatakan, "Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia telah memelihara kehidupan manusia semuanya."
Ayat ini menegaskan betapa berharganya kehidupan dan pentingnya saling menjaga dan memahami.
Ibn Qayyim Al-Jawziyyah pernah berkata, "Ketahuilah bahwa di balik setiap kesulitan ada kemudahan, dan di balik setiap tekanan ada pelajaran yang dapat diambil. Empatilah yang membuat kita mampu bertahan dan saling menguatkan."
Kehidupan adalah perjalanan yang penuh dengan tekanan dan rasa sakit yang tak selalu terlihat. Namun, dengan empati dan pemahaman, setiap individu dapat saling mendukung dan menguatkan. Jadikanlah empati sebagai jembatan yang menghubungkan hati, sehingga setiap rasa sakit bisa terobati dan setiap tekanan bisa diringankan.
Hidup akan menjadi lebih indah ketika setiap orang berusaha untuk memahami dan menghargai perasaan orang lain. Dalam kebersamaan, kita menemukan kekuatan untuk menghadapi segala tantangan. Dan dalam pemahaman, kita menemukan kedamaian yang sejati. Happy weekend. (*)
* Penulis adalah Khoirul Anwar, wakil ketua PCNU Kota Malang, pengurus LTN PBNU, pemerhati sastra sufi.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rochmat Shobirin |