
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hari ini, umat Kristiani di seluruh dunia merayakan Hari Raya Pantekosta. Sebuah momen yang lebih dari sekadar peringatan turunnya Roh Kudus atas para rasul—Pantekosta adalah perayaan hidup dari kasih Allah yang terus mengalir, yang menembus batas waktu, ruang, bahkan agama.
Namun Pantekosta bukan sekadar peringatan liturgis. Ia adalah peristiwa transformasi yang mengubah cara manusia mengalami Allah. Di sinilah kasih Tritunggal tak lagi hanya menjadi doktrin, tetapi realitas yang menyentuh dunia secara nyata.
Advertisement
Kisahnya bermula di Yerusalem. Ketika para murid Yesus berkumpul dalam ruang atas, dalam suasana doa dan kecemasan, tiba-tiba datanglah suara seperti tiupan angin keras. Lidah-lidah api hinggap di atas mereka. Mereka dipenuhi oleh Roh Kudus, dan mulai berbicara dalam bahasa-bahasa asing.
Peristiwa lidah-lidah api itu mengubah segalanya. Mereka yang sebelumnya diam kini bersuara. Mereka yang ketakutan kini berani tampil. Para murid menjadi saksi kasih yang hidup—kasih yang tak bisa disimpan sendiri, tetapi mesti dibagikan.
Apa yang terjadi di ruang atas Yerusalem menjadi titik balik sejarah iman. Roh Kudus memampukan komunitas kecil yang tertutup itu menjadi Gereja yang terbuka, keluar, menyapa dunia, dan mewartakan kabar baik bagi segala bangsa.
Namun karya Roh Kudus tak hanya terjadi dalam ledakan karismatik. Ia juga hadir dalam kelembutan—sebagai penghibur, penolong, dan pengingat. Seperti janji Yesus dalam Injil Yohanes: “Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu” (Yoh 14:26).
Dengan kata lain, Roh Kudus menuntun kita dalam perjalanan iman sehari-hari. Ia tidak hanya menginspirasi, tetapi juga meneguhkan. Ia membisikkan hal-hal yang kerap kita lupakan—bahwa kita dikasihi, bahwa kita tidak sendirian, bahwa kita dipanggil untuk menjadi cahaya.
Inilah yang ditegaskan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. Ia mengingatkan bahwa mereka yang dipimpin oleh Roh adalah anak-anak Allah. Bukan budak yang hidup dalam ketakutan, melainkan pribadi yang dikasihi dan dimampukan untuk berseru, “Abba, ya Bapa!”
Paulus memperkenalkan wajah baru relasi manusia dengan Allah: bukan relasi antara hamba dan tuan, tapi antara anak dan Bapa. Di sinilah letak kekuatan Pantekosta—memberi identitas baru bagi manusia sebagai bagian dari keluarga ilahi.
Lalu, apa artinya semua ini bagi kita hari ini?
Dalam dunia yang dipenuhi kekhawatiran, ketidakpastian, dan jarak antar manusia, kehadiran Roh Kudus menjadi sangat relevan. Kita butuh Roh yang menghidupkan kembali harapan. Kita butuh kasih yang mengalir dari sumber sejati—kasih yang bukan untuk disimpan, melainkan diteruskan.
Di sinilah Pantekosta menjadi sangat nyata. Roh yang sama hadir di rumah kita, di tempat kerja, di jalan, di ruang digital. Ia hadir bukan hanya untuk memberi sensasi spiritual, tetapi untuk menolong kita mencintai secara konkret.
Kabar baik itu bisa hadir dalam bentuk kehadiran kita bagi orang yang kesepian. Dalam pengampunan yang kita berikan kepada orang yang pernah menyakiti. Dalam keputusan untuk tetap berharap di tengah keadaan yang tidak pasti.
Kabar baik itu juga bisa datang dari siapa saja. Bukan hanya dari para pemuka agama, tetapi dari siapa saja yang mau membiarkan kasih Allah bekerja melalui dirinya. Ya, termasuk kita.
Pantekosta bukan akhir dari kisah kasih Allah—ia justru awal dari perutusan kita. Perutusan untuk menjadi saluran kasih, menjadi wajah pengharapan, menjadi saksi bahwa kebaikan belum mati.
Kasih Allah tidak pernah mandek. Ia terus mengalir—dari Bapa kepada Putra, dari Putra kepada Roh Kudus, dan dari Roh Kudus ke dunia, melalui hati manusia yang terbuka.
Mari menjadi bagian dari aliran kasih itu. Dunia ini terlalu penuh luka untuk kita tambahkan kebencian. Dunia ini terlalu haus untuk tidak kita beri setetes kasih.
Veni Sancte Spiritus Datanglah, ya Roh Kudus.
Penuhi kami dengan kasih-Mu yang tak pernah padam.
Nyalakan kami untuk hidup, bersaksi, dan mencintai.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |