TIMESINDONESIA, JAKARTA – Jika kita dihadapkan pada dua pilihan antara menjadi manusai hebat atau menjadi manusia yang bermanfaat, maka akan sulit bagi kita untuk memilihnya. Kita berharap bisa menjadi manusia yang hebat dan bermanfaat. Tapi apa jadinya jika hanya dihadapkan pada satu jawaban saja.
Jika pertanyaan ini ditujukan pada anda, anda pilih mana? Ya, tentu kita akan pilih jadi manusia yang bermanfaat. Kenapa? Karena menjadi manusia bermanfaat pasti hebat, sedangkan menjadi manusia hebat belum tentu bermanfaat.
Advertisement
Orang sukses itu hebat, orang pintar juga hebat, begitu pun orang kaya dan banyak harta. Tetapi, belum tentu bermanfaat jika kesuksesan yang diraih hanya untuk mengejar kesenangan diri sendiri, jika kepintarannya hanya untuk meraih prestasi bagi diri sendiri, harta yang berlimpah tidak dibelanjakan di jalan yang benar. Apalagi jika cara mendapatkan harta tersebut tidak benar.
Mengapa harus menjadi pribadi yang bermanfaat?
Menarik sekali, banyak tulisan yang membahas pentingnya menjadi pribadi yang bermanfaat. Untuk menjadi orang terbaik dan tersukses di tengah-tengah manusia, sebenarnya sederhana saja. Cukup menjadi orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.
Itulah rumus yang diberikan Rasulullah SAW, "Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR Ahmad, Thabrani, Darulquthni, disahihkan al-Bani dalam as-Silsilah as-Shahihah).
Banyak cara
Banyak cara bisa dilakukan agar menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Bisa dengan menolong dalam bentuk tenaga, memberikan bantuan dalam bentuk materi, memberi pinjaman, memberikan taushiyah keagamaan, meringankan beban penderitaan, membayarkan utang, memberi makan, hingga menyisihkan waktu untuk menunggu tetangga yang sakit.
Pemimpin yang baik juga bermanfaat bagi bawahannya, sebagaimana penguasa yang adil pun bermanfaat bagi rakyatnya. Bahkan, membuat orang lain menjadi gembira juga termasuk amalan bermanfaat yang dicintai oleh Allah SWT.
Adalah (sebuah) ironi, jika banyak orang kaya yang lebih senang naik haji berulang kali daripada membantu kaum dhuafa’ yang membutuhkan uluran tangan. Banyak juga orang kaya yang ‘jor-joran’ (berlomba-lomba) membangun masjid mewah, sedangkan di sekelilingnya masih banyak kaum fakir-miskin yang membutuhkan bantuan. Padahal, Allah tidak butuh disembah dengan indahnya masjid ataupun ibadah haji yang berulang-ulang.
Mengapa kita tidak pernah berfikir untuk beramal saleh dengan cara “memberi manfaat” pada semua orang yang berinteraksi dengan diri kita, atau (bahkan) beramal saleh dengan cara berbuat baik kepada sesama makhluk Allah, yang lebih kita prioritaskan dalam situasi dan kondisi tertentu daripada sekadar membangun kesalehan spiritual yang tak banyak berguna bagi orang lain?
Keutamaan menyebarkan dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang yang diamalkan oleh pelakunya. Untuk itu orang yang berilmu harus memberikan manfaat kepada seluruh umat dengan cara mengajarkannya.
Keutamaan orang yang menyebarkan ilmu banyak disebutkan dalam ayat Alquran dan hadits. Orang yang mengajarkan ilmu tidak hanya mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Lebih dari itu, mereka yang berjuang menyeberkan ilmu terutama ilmu agama akan ditinggikan derajatnya oleh Allah. Mencari ilmu dan menyebarkannya juga termasuk jihad yang diperintahkan oleh agama. Jihad bukan hanya mengangkat senjata, namun juga bisa diartikan untuk mencari ilmu dan menyebarkannya demi kebaikan umat. Sebab, salah satu tujuan ilmu adalah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Rumus yang diberikan Rasulullah SAW
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala-pahala orang yang mengikutinya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila seorang manusia meninggal, maka terputus semua amalnya,kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak yang shalih yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |