GSH Glutathione, Peran Pentingnya Pada Penderita Trauma Luka Bakar
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Trauma fisik, sampai abad ini, luka-luka akibat trauma adalah penyebab utama kematian pada manusia. Di Amerika Utara pada saat ini, trauma menempati urutan/ tempat ke-3 disamping penyakit jantung/ stroke tetapi beberapa kelompok ekonomi terutama pada populasi laki-laki kaum miskin, trauma tetap di garis terdepan.
Beberapa penyakit kritis mengurangi cadangan glutathione. Artikel terbaru dari Journal Critical Care Medicine, F.Hammarquist menunjukan bahwa perawatan intensif pada pasien mengalami kurang lebih 40% dibanding orang yang sehat.
Advertisement
M.Krtzschmar dari Jerman mengikuti perkembangan pasien dengan kasus “Multiple Injuries” pada beberapa perawatan ICU dari masuk atau keluar sampai dengan meninggal. Dia menemukan bahwa pada luka yang berat, dan berkurangnya pertahanan glutathione.
Sekelompok tim dari Irlandia yang dipimpin oleh C. Kitty menunjukan kadar glutation transferase dapat digunakan sebagai indikator kerusakan organ secara umum. Tim yang berasal Harvard Medical School dipimpin oleh MC. Robinson menunjukan pada laboratorium hewan percobaan dengan mengurangi kadar glutation secara dramatis cenderung mengalami kematian dan dengan komplikasi kehilangan darah (shock hemmoragik).
Hasil akhir ini menunjukan pengobatan pada kasus trauma termasuk beberapa cara menjaga kadar glutation. Hal ini memungkinkan penurunan kerusakan sistem multi organ pada kasus shock.
Pada banyak penelitian telah difokuskan terhadap peran stress oksidatif dan metabolisme glutathione pada otak dan luka jaringan saraf. Cedera pada kepala seringkali mengakibatkan kerusakan secara klinikal barier/sawar aliran darah otak dan berikutnya terhadap masalah sirkulasi darah yang menyebabkan bertambah besar dan terbentuknya cairan pada otak. Radikal bebas menengahi beberapa proses komplek “secondary injuries” terdapat pada trauma jenis ini.
Upaya pencegahan komplikasi pasca perlukaan adalah berupa pengobatan yang krusial pada keadaan darurat dan management perawatan kritis. Metabolisme glutation meniadakan kerusakan yang disebabkan oksiradikal. Peningkatan dalam aktivitas peroksidase telah dilaporkan mengikuti trauma neurologikal. Jika luka-luka sangat berat atau komplikasi, penyebab ini akhirnya menjadi berkurang.
Ahli dari Kanada BH. Juverlink dan PG. Patterson dari Universitas Saskatchewan menunjukan bahwa turut sertanya nutrisi dalam prekursor (bahan dasar pembentuk) GSH dapat memaksimalkan pertahanan antioksidant dan strategi seperti itu membuat menjadi semakin agresif sebagai pertahanan antioksidant, Tim EF. Ellis pada Department Farmakologi dan Toksikologi bekerja sama dengan Medical College of Virginia melakukan pengujian dengan menggunakan NAC mencegah gegar otak setelah trauma pada otak.
Mereka menemukan bahwa pemberian NAC untuk atau mengurangi setelah luka pada otak dapat mencegah beberapa konsekwensi sirkulasi oksidatif.
JH.Lucas dan DG Whesler pada OH10 State University menunjukan efek perlindungan serupa glutation pada perlukaan spiral cord. Penggunaan prekursor GSH gamma glutamyl cysteine dan OTZ meningkatkan kadar glutathione terhadap penurunan kemampuan spiral neuron setelah trauma fisik. R.Wagner dan RR Myers pada Universitas California telah berkembang dan therapi yang menarik untuk perlukaan saraf dan inflamasi pada Sciatica dan mempresentasikannya dalam Journal Medis “PAIN”.
Mereka telah membuktikan konsekwensi patologis perlukaan saraf akibat pada kasus Sciatica dengan menggunakan obat NAC untuk meningkatkan kadar GSH. Subyek sebelum dilakukan penelitian menunjukan respon yang baik.
Penundaan yang lama dalam pemakaian NAC setelah perlukaan ,menghilangkan kemampuannnya dalam pengobatan. Pembedahan yang bersifat intensif dan mengganggu anatomi tubuh pasien, ini menyebabkan siempunya tubuh harus menyesuaikan diri dengan kadar psikologik.
Meskipun dari sudut pandang seorang ahli bedah ini adalah inti prosedur dengan penilaian yang bersifat objektif dari sudut pandang tubuh pasien. Seperti halnya penyembuhan akibat trauma, keberhasilan suatu operasi tergantung sebelumnya terhadap pertahanan tubuh pasien, kebugaran dan status imun.
Pembedahan melepaskan berjuta-juta radikal bebas kedalam tubuh.Ini sangat berat mengganggu pada pertahanan antioksidant si pasien dan hasil akhir operasi yang buruk secara bersamaan dengan kadar antioksidant yang rendah. Seperti vitamin yang mengandung antioksidant dalam intra seluler, glutathione diambil dari tempat penyimpanannnya di hati dan otot rangka dan diedarkan untuk mengurangi kerusakan. Akibat dari operasi besar kemungkinan pengurangan glutathione secara menyeluruh.
Suatu artikel dari Amerika Journal of Physiology seperti operasi anus menunjukan menurunnya kadar glutathione sampai 40% setelah operasi bagian perut. Ini mungkin meningkatkan kerutan pasien terhadap perlukaan sel akibat proses oksidatif.
Perlengkapan medis yang relatif terbaru seperti laparoskop seperti pipa dengan kabel fiber optik yang dimasukan langsung dimana ahli bedah langsung melihat dengan bekerja dalam tubuh/rongga perut manusia.
Alat utama akan melihat pada bagian akhir laparoscope dan prosedur operasi dilakukan melalui lubang kecil pada tubuh pasien. Pengurangan sayatan, waktu penyembuhan dan tanggal beberapa kasus di rumah sakit. Pembedahan didalam penyebab trauma oleh operasi konvensional dan operasi laparoscope dapat diukur. Tim bedah dari Hongaria mencatat stress oksidatif dan kadar GSH pada 3 group pasien pengangkatan kandung empedu. Kelompok laparoskopik menunjukan penurunan signifikan rendahnya kadar oksidasi dan penurunan GSH dari group operasi terbuka.
Luka bakar
Luka bakar pada pasien yang diakibatkan suhu panas terdiri dari rentetan peristiwa yang komplek meliputi luka awal, penyesuaian fisiologis tubuh terhadap perubahan sirkulasi 3 cairan tubuh, hematologikal dan respon immunologis serta proses penyembuhan yang rumit. Kematian luka bakar akibat suhu panas seringkali dapat dicegah. Beberapa hari setelah menderita luka bakar, penderita dapat meninggal akibat dari shock sirkulasi yang disebabkan oleh kehilangan cairan akibat luka bakar. Beberapa minggu setelah luka bakar, pasien dapat mati karena serangan jantung akibat proses infeksi (sepsis) karena menurunkan kemampuan tubuh.
Ahli luka bakar telah lama mengetahui bahwa oksidatif stress dapat menimbulkan luka bakar yang berat bagi pasien, kadar peroksidase lipid, merupakan tolok ukur terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas selalu tinggi. Glutathione dan segala enzim yang aktivitasnya berhubungan dapat menghambat proses diatas. Hal ini telah diprakarsai oleh para peneliti untuk menggunakan antioksidant untuk melindungi sel dari kerusakan yang lebih jauh.
Sekelompok tim bedah anak dari Jerman mengadakan penelitian selama dua tahun terhadap anak-anak dengan luka bakar dan penyakit inflamasi yang berat.Mereka mengatur dengan benar parameter stress oksidatif pada pasien yang menggunakan subtitusi selenium yang meningkatkan kadar peroksidase glutathione. Mereka menemukan, therapi supportif ini berguna untuk kondisi serupa itu.
Ahli gizi lainnya dapat meningkatkan selenium dengan memberikan secara langsung TPN (Total Parenteral Nutrition or Intravenous Nutrition) atau memberikan langsung melalui pipa makanan yang langsung menyalurkan keperut atau usus. Satu fenomena yang segera timbul setelah periode luka bakar adalah merosotnya jumlah Hb .Para ahli bertanya mengapa??? Sekelompok tim dari Varna Medical University menunjukan bahwa luka bakar menghabiskan pertahanan glutathione dan antioksidant pada sel darah merah itu sendiri. Proses oksidatif yang dihasilkan dari akumulasi produk-produk luka bakar menyebabkan kerusakan sel-sel ini. Mereka menunjukan dengan therapy antioksidant yang adekwat dapat mencegah komplikasi ini, selama dilakukan secara segera.
Tim dari Jepang yang dipimpin oleh C.Kasamura dari Environmental Health Science Division of Tuhuku University of Medicine menyelidiki akibat dari luka bakar ringan dalam pengaruh stress oksidatif,mereka memaparkan panas pada hewan percobaan dengan suhu (95 derajat Celcius). Mereka menunjukan bahwa hewan yang secara tiba-tiba dipaparkan oleh suhu cukup tinggi menyebabkan kerusakan oksidatif dan bahwa GSH berhubungan dengan sistem antioksidatif memainkan peran penting dalam tugasnya mempertahankan kerusakan.
Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam journal”BURNS” oleh D.Konukeglu yang bermaksud menggunakan NAC pada therapi tenggorokan yang terbakar. Para ahli telah berhasil menurunkan kadar peroksidasi lipid dan menurunkan kadar GSH. Menggunakan suplement oksidant (GSH,Vitamin C dan NAC) untuk menaikkan kadar glutation. Beberapa penelitian di Boston mempublikasikan penelitian pada Journal of Burn Care Rehabilitation and In Shock,menunjukan bahwa mereka dapat mengurangi kasus kematian sampai 6% dari 60% pada hewan-hewan yang menderita luka bakar derajat tiga. Ini adalah bukti kuat bahwa keadaan oksidasi memperbesar kasus kematian pasca luka bakar.
Kesimpulan
Bedah, luka bakar, trauma dan shock adalah kejadian kompleks terdiri dari rangkaian proses biokimiawi, anatomi, fisiologi dan reaksi immunologi. Stress oksidatif dan pelepasan radikal bebas adalah keadaan yang tidak dapat dielakan pada permulaan luka-luka,akibat reaksi inflamasi dan proses penyembuhan .
Glutathione adalah salah satu bagian integral tubuh dalam mekanisme meminimalkan kerusakan-kerusakan dan mempercepat penyembuhan. Dalam kedua fungsinya sebagai antioksidant dan dukungannya pada sistem pertahanan tubuh (immune system)
Selama ini kandungan suplementasi antioksidant dan nutrisi pendukung telah dianggap remeh namun pendekatan baru kepada masalah ini belum berkembang dan terjadi perubahan sikap siasat dalam memelihara atau meningkatkan kadar sistem enzim glutation telah bermanfaat pada percobaan pendahuluan dan banyak menjanjikan dalam protokol pelaksanaan pengobatan pada trauma besar, pembedahan dan luka bakar. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |