Diminta Mundur dari KPK, Berikut Daftar Pelanggaran Kode Etik Firli Bahuri

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dewan Pengawas (Dewas) KPK RI memberlakukan sanksi etik berat kepada Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri, dan meminta Firli untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatannya di KPK.
Keputusan tersebut disampaikan oleh Tumpak H Panggabean, selaku Ketua Dewas KPK, yang membacakan putusan etik untuk Firli di kantor Dewas KPK, Jakarta. Firli diduga melanggar tiga pasal dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021.
Advertisement
"Menyatakan terperiksa saudara Firli Bahuri telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik yaitu melakukan hubungan langsung ataupun tidak langsung dengan Syahrul Yasin Limpo yang perkaranya sedang ditangani KPK dan tidak diberi tahu dengan sesama pimpinan lain yang diduga menimbulkan konflik kepentingan serta tidak menunjukkan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf a atau Pasal 4 ayat 1 huruf j dan Pasal 8 ayat e Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021," katanya saat proses sidang kode etik untuk Firli, Rabu (27/12/2023).
Dewan Pengawas pun merincikan sanksi-sanksi yang diberlakukan, yaitu:
- Pasal 16 angka 1 a Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021, pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 ayat 2 huruf a dijatuhkan sanksi berat,
- Pasal 15 angka 1 a Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021, pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 ayat 1 huruf j dijatuhkan sanksi sedang,
- Pasal 14 ayat 5 a Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021, pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 8 huruf e dijatuhkan sanksi ringan.
Dewan Pengawas KPK mencatat ketidakjujuran Firli terkait LHKPN, khususnya tidak melaporkan pembayaran sewa rumah di Jalan Kertanegara selama 3 tahun dengan biaya Rp 645 juta per tahun serta ia dan keluarganya telah menggunakan rumah tersebut sebelum secara resmi menyewanya.
"Terperiksa dan/atau keluarganya beberapa kali telah menggunakan rumah di Jl Kertanegara nomor 46 yang masih disewa oleh saksi Tirta Juwana Darmaji," tutur Dewas KPK.
"Serta mengajukan permintaan pamasangan internet kepada saksi Tirta Juawana Darmaji untuk rumah tersebut, yang menurut majelis tidak sepantasnya dilakukan oleh terperiksa sebagai Ketua KPK," lanjutnya.
Selain itu, Dewas KPK mengungkapkan seharusnya Firli melaporkan pembayaran rumah tersebut dalam LHKPN. Firli juga disebut tidak melaporkan tujuh aset atas nama istrinya, Ardina Safitri, yang terdiri dari satu apartemen dan enam bidang tanah.
Pihaknya juga mengklaim Firli tidak mencatat kepemilikan uang asing tunai sebesar Rp 7,8 miliar setelah ditukar ke dalam rupiah.
"Terperiksa telah terbukti secara sah dan meyakinkan tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan, sebagaimana diatur dalam pasal 8 huruf e Peraturan Dewan Pengawas nomor 3 tahun 2021," imbuhnya.
Oleh karena itu, Dewas menyatakan bahwa jika terdapat beberapa sanksi untuk pelanggaran yang berbeda dalam satu pemeriksaan, maka sanksi yang diberlakukan adalah yang paling berat dan membuat Firli dikenakan sanksi etik berat. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |