Hukum dan Kriminal

Korupsi Hingga Rp 18,7 Miliar, Dirut PT Taru Martani Resmi Jadi Tersangka

Rabu, 29 Mei 2024 - 11:52 | 24.16k
Direktur Utama PT Taru Martani Nur Achmad Affandi (NAA) ditetapkan sebagai tersangka. (Dok.Kejati DIY).
Direktur Utama PT Taru Martani Nur Achmad Affandi (NAA) ditetapkan sebagai tersangka. (Dok.Kejati DIY).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Direktur Utama PT Taru Martani Nur Achmad Affandi (NAA) akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi senilai Rp 18,7 miliar. 

Penetapan tersangka tersebut setelah tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendapatkan dua alat bukti, sesuai dengan Pasal 184 ayat 1 KUHAP.

Advertisement

Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Herwatan menjelaskan, kasus korupsi tersebut berawal saat NAA memenuhi target PT Taru Martani untuk melakukan investasi emas melalui Perdagangan Berjangka Komoditi berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang.  

"Tersangka NAA melakukan investasi tersebut tanpa melalui RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan," ujar Herwatan dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5/2024). 

Diketahui, Taru Martani merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) DIY yang bergerak di bidang industri cerutu dan tembakau.

Herwatan menjelaskan, untuk pembukaan rekening di PT Midtou Aryacom Futures tersebut dapat dilakukan perusahaan dengan syarat surat persetujuan dari pemegang saham dan surat kuasa pejabat yang dikuasakan untuk mewakili perusahaan. Namun tersangka NAA justru membuka rekening atas nama pribadi.

Selama Oktober 2022 hingga Maret 2023, tersangka NAA melakukan penempatan modal pada akun tersebut secara bertahap dengan total sebesar Rp 18.700.000.000 yang dananya bersumber dari dana idle cash PT Taru Martani.  

Hingga akhirnya, berdasarkan summary report pada 5 Juni 2023, akun milik NAA dinyatakan mengalami kerugian.

"Perbuatan tersangka NAA bertentangan dengan akta pendirian PT Taru Martani nomor 05 tanggal 17 Desember 2012. Pada pasal 17 menyebutkan bahwa direksi menyampaikan rencana kerja yang memuat juga anggaran tahunan perseroan kepada RUPS tahunan untuk mendapat persetujuan sebelum tahun buku dimulai," kata dia.

Selain itu perbuatan tersangka juga menyalahi Pasal 4 Permendagri Nomor 118 Tahun 2018 tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerjasama, Pelaporan dan Evaluasi Badan Usaha Milik Daerah.

Pada intinya pasal itu menyebutkan bahwa RKA BUMD wajib disusun oleh Direktur Bersama jajaran perusahaan dan disetujui Bersama oleh Dewan Pengawas atau Komisaris dan disahkan oleh Komite Pemilik Modal atau RUPS. 

"Atas perbuatan tersangka, mengakibatkan kerugian negara, PT Taru Martani kurang lebih sebesar Rp 18.700.000.000," kata dia. 

Pasal yang disangkakan  primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES