Vonis Bersalah untuk Produsen Obat Batuk yang Sebabkan Gagal Ginjal, Pengadilan Kabulkan Ganti Rugi untuk Orang Tua

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan dua perusahaan obat bersalah dalam kasus obat batuk terkontaminasi yang menyebabkan gagal ginjal.
Pengadilan juga memerintahkan perusahaan untuk membayar hingga Rp60 juta kepada setiap keluarga yang anak-anaknya meninggal karena cedera ginjal akut atau terluka parah setelah mengonsumsi sirup obat batuk yang terkontimasi dan menyebabkan penyakit.
Advertisement
Dikutip dari Reuters, Jumat (23/8/2024), hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan produsen dan pemasok obat, Afi Farma dan CV Samudera Chemical, bersalah dalam kasus tersebut. Menurut putusan yang dikeluarkan pada Kamis malam.
Sementara, Kementerian Kesehatan dan BPOM dibebaskan dari tuduhan bersalah.
Dokumen pengadilan, yang diposting di situsnya, tidak mencantumkan alasan keputusan tersebut.
"Menghukum Tergugat I dan Tergugat III secara tanggung renteng dihukum untuk memberikan ganti rugi yaitu pemberian santunan masing-masing sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) bagi ahli waris korban GGAPA yang telah meninggal dan masing-masing Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) bagi korban gagal ginjal akut progresif atipikal yang telah sembuh atau menjalani proses pengobatan dan rehabilitasi medis sebagaimana Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 185/HUK/2023 sebatas kepada Para Penggugat sebagai orangtua korban," bunyi putusan yang dikutip dari stus resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam putusan itu, juga disebukan ada 24 orang tua yang akan mendapatkan ganti rugi.
Sebagai informasi, para orang tua yang melakukan gugatan meminta uang sebesar Rp3,4 miliar untuk setiap anak yang meninggal, dan Rp2,2 miliar untuk anak yang selamat.
Tahun lalu, pengadilan pidana memutuskan produsen obat Afi Farma yang berbasis di Jawa Timur bersalah karena lalai dan memenjarakan pejabat karena tidak menguji bahan-bahan yang dikirim oleh pemasoknya.
Sirup tersebut mengandung etilen glikol (EG), bahan kimia yang umum digunakan dalam produk seperti minyak rem dan antibeku. Dokumen pengadilan dari kasus pidana tersebut mengatakan konsentrasi EG dalam sirup mencapai 99%, dimana standar internasional menyatakan hanya 0,1% EG yang aman untuk dikonsumsi.
Data menyebutkan, lebih dari 200 anak di Indonesia meninggal karena dan sekitar 120 lainnya selamat, beberapa di antaranya hidup dalam disabilitas gagal ginja; yang menyebabkan kesulitan keuangan bagi orang tua mereka.
Pengadilan juga menyebutkan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan farmasi, termasuk produsen obat lokal dan beberapa pemasok, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dalam persidangan mengenai keracunan tersebut.
Pada akhir tahun 2022, lebih dari 20 keluarga mengajukan gugatan class action perdata terhadap badan tersebut, kementerian kesehatan, dan beberapa perusahaan.
Sementara itu, Pengacara Afi Farma, Reza Wendra Prayogo, mengatakan kepada Reuters pada hari Jumat bahwa perusahaan tersebut “kecewa” dengan keputusan kasus perdata dan perusahaan masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |