Jadi Korban Mafia Peradilan, PT Hitakara Apresiasi Langkah Komisi Yudisial Pecat Tiga Hakim

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Komisi Yudisial telah merekomendasikan memecat tiga Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya karena dinilai membebaskan terdakwa Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan teman kencan.
Pemecatan hakim ini rupanya menjadi kabar baik bagi sejumlah pihak. Salah satunya PT Hitakara yang harus menanggung kepailitan atas putusan hakim dalam perkara pidana pemalsuan surat utang dan membebaskan terdakwa seorang kurator bernama Victor S Bachtiar (VSB).
Advertisement
PT Hitakara merasa turut menjadi korban mafia peradilan PN Surabaya. Perusahaan ini melalui kuasa hukumnya memberi apresiasi kepada Komisi Yudisial karena telah memecat Hakim Mangapul, SH, MH terkait vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur pada tanggal 30 Juli 2024 lalu. Hukuman pemecatan itu dinilai sudah tepat.
"Hakim Mangapul, SH, MH sebagaimana yang ramai diwartakan, dinilai berbagai kalangan sebagai hakim super mafia di PN Surabaya. Menjelang pensiun, dalam sepekan ia membebaskan dua orang terdakwa dalam perkara pidana yang berbeda," terang R Primaditya Wirasandi, SH selaku Kuasa Hukum Pidana PT Hitakara, didampingi Livia Patricia, S.H. dalam konferensi pers di Surabaya, Kamis (29/8/2024).
Sebelum memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur, pada tanggal 30 Juli 2024, Mangapul, SH, MH, bersama-sama Hakim Suswanti, SH, dan Sudar, SH juga memvonis bebas terdakwa Victor S. Bachtiar, yang terjerat dalam kasus pidana mafia kepailitan No. 952/Pid.B/2024/PN.Sby.
"Pada rentang waktu tidak berjauhan, hakim juga memutuskan bebas kepada terdakwa (VSB) pemalsuan utang. Jadi dari awal kami melihat putusannya hampir sama namun ada fakta-fakta yang tidak dipertimbangkan," kata R Primaditya.
Kliennya menjadi korban dalam perkara ini karena hakim dinilai mengabaikan pertimbangan hukum dan menyatakan onslag.
Sementara kata Primaditya, dalam fakta persidangan telah terungkap jika peran terdakwa Victor S. Bachtiar, selaku kurator Pemohon PKPU telah membuat tagihan palsu kepada PT Hitakara.
Padahal tagihan seharusnya dialamatkan kepada PT. Tiga Sekawan. Akibatnya, dua gedung hotel milik PT. Hitakara masuk ke dalam harta pailit yang kini dikuasai kurator.
PT. Hitakara kemudian melaporkan Hakim Mangapul, SH, MH dan kawan-kawan ke Ketua Bawas Mahkamah Agung RI pada tanggal 2 Agustus 2024, dengan perihal: Dugaan Suap dalam putusan perkara No. 952/Pid.B/2024/PN.Sby”. Pihaknya juga berharap KY memeriksa dua hakim lain.
"Kami mendukung rencana KPK mengungkap suap," tandasnya.
Ia menegaskan jika kliennya menjadi korban dari persekongkolan jahat yang menggunakan topeng PKPU dan Kepailitan.
"Putusan onslag terhadap terdakwa Victor S. Bahtiar jelas tidak didaasari fakta materiil, persis dengan apa yang terjadi di Putusan Gregorius Ronald Tannur," lanjutnya.
Hingga saat ini masih berlangsung perkara pidana No 1277/Pid.B/2024/PN.Sby dengan Terdakwa Indra Ari Murto dan Riansyah masih terkait dugaan tagihan palsu terhadap PT Hitakara.
"Kami minta MA, Bawas MA, bahkan KPK melakukan pengawasan ketat terhadap proses peradilan yang sedang berlangsung," harap Primaditya.
Sebab kondisi PT Hitakara yang sedang berangsur membaik setelah didera pandemi Covid-19 di tahun 2020-2022, mengalami kerugian yang besar dan berhenti beroperasi karena pailit.
Sementara hakim saat proses putusan dinilai hanya mempertimbangkan proses pengajuan PKPU terdakwa dan mengabaikan esensi materil kejadian perkara pidana yang terjadi. Bahkan jaksa langsung menyatakan kasasi pada saat itu.
Kuasa Hukum Perkara Niaga PT Hitakara, Livia Patricia S.H.,LL.M. turut menegaskan saat itu kliennya telah melaporkan kurator VSB kepada Bareskrim Polri atas dugaan kasus pemalsuan surat utang.
"Viktor saat itu membuat tagihan seolah-olah PT Hitakara memiliki utang, kami tidak mungkin mengakui karena bukan utang karena itu adalah bagi hasil. Sebab dalam laporan keuangan tidak ada untung karena saat itu pandemi," terang Kuasa Hukum PT Hitakara dalam perkara niaga, Livia Patricia S.H.,LL.M.
Namun kasus itu disinyalir dibelokkan ke ranah perdata dan berujung pada keputusan pailit PT Hitakara dan telah dinyatakan onslag. PT Hitakara kemudian menuntut keadilan dan mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA).
"PT Hitakara dinyatakan pailit dan masih ditinjau kembali di tingkat Mahkamah Agung (MA)," sambungnya.
Kuasa hukum telah menyampaikan pengaduan kepada Kepala Bawas Mahkamah Agung karena ditengarai dalam putusan bebas itu dugaan ada kasus suap terhadap hakim.
"Karena tujuan PKPU untuk menjamin kelangsungan usaha dan merestrukturisasi utang debitur, tapi dimohonkan PKPU (untuk) PT Hitakara, bukan berdasarkan adanya utang," kata Livia.
Pada kesempatan yang sama, pihaknya mengucapkan apresiasi kepada Komisi Yudisial yang merekomendasikan memecat tiga orang hakim terkait bebasnya Ronald Tannur.
"Pada rentang waktu tidak berjauhan, hakim juga memutuskan bebas kepada terdakwa pengaduan pemalsuan utang. Jadi dari awal kami melihat putusannya hampir sama namun ada fakta-fakta yang tidak dipertimbangkan," kata kuasa hukum.
Ia berharap tidak terjadi praktik mafia hukum yang dilakukan oleh majelis hakim yang membebaskan terdakwa kasus pemalsuan surat yaitu Kurator Victor S Bachtiar. Yang mana salah satu anggota majelis hakim tersebut sudah direkomendasikan dipecat oleh Komisi Yudisial. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |