Dugaan Pencabulan di Pondok Pesantren Cilacap, Polisi: Ada Lima Korban dan Kemungkinan Bertambah
TIMESINDONESIA, CILACAP – Sebagian santriwati pondok pesantren di Kecamatan Kedungreja, Cilacap, Jawa Tengah diduga jadi korban pencabulan pengasuhnya, dan peristiwa ini diduga sudah berlangsung beberapa tahun silam.
Salah satu orang tua dari salah satu korban mengatakan, baru saat ini anaknya berani bercerita.
Advertisement
Pada saat kejadian, anaknya masih kelas 3 SMA. "Sekarang sudah 20 tahun dan tidak lagi menjadi santri di pondok tersebut," kata MK (48) kepada wartawan usai membuat laporan di Polresta Cilacap, Jumat (20/9/2024) lalu.
Informasi yang berkembang di masyarakat, jumlah korbannya banyak. MK tidak menyangka anaknya ikut menjadi korban.
Menurut MK, di dalam pondok tersebut, saat kejadian anaknya seperti dihipnotis gitu. "Tidak sadar dengan dirinya sendiri," jelasnya.
Anak MK menyebut sudah dicabuli namun belum memastikan apakah sampai disetubuhi atau tidak.
Dari informasi yang didapat MK, pencabulan ini sudah terjadi berulang kali. Lokasi dan waktunya pun berbeda-beda.
Juga, anaknya pernah dilecehkan waktu di dapur, terus waktu bikin kopi. "Yang jelas anak saya tidak sadar waktu diperlakukan seperti itu, kayak dihipnotis. Intinya lebih dari satu kali," ujarnya.
Mendengar informasi tersebut ia merasa tidak terima. Hingga akhirnya ia membuat laporan ke unit PPA Sat Reskrim Polresta Cilacap.
Kasat Reskrim Polresta Cilacap, Kompol Guntar Arif Setyoko, membenarkan telah menerima informasi dugaan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) yang terjadi di salah satu ponpes.
"Memang benar, bahwa saat ini kami menerima laporan dari beberapa santri dan mantan santriwati yang ada di salah satu pondok pesantren di Cilacap. Laporan itu terkait dengan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pengasuh pondok pesantren," katanya.
Hingga saat ini sudah ada lima santri yang diduga menjadi korban. Namun kasus ini masih dalam penyelidikan karena ada kemungkinan jumlah korban bertambah.
"Sampai saat ini yang datang melapor ada lima. Setelah menerima laporan kami lakukan pemeriksaan untuk kita dalami, apakah dari beberapa pelapor ada kemungkinan korban lain," ujar Guntar.
Guntar menambahkan, karena ini ada di lingkungan pondok pesantren yang jumlah santriwatinya lumayan banyak. Dan dari keterangan pelapor kemungkinan ada korban lain. Pelaku adalah salah satu pengasuh di pondok pesantren tersebut.
Kuasa hukum pelaku, Denny Indriawan menyampaikan bahwa pemberitaan terhadap kliennya dan lain-lain itu perlu diluruskan dan tidak benar.
"Karena awal kejadian telah dimediasi di pondok pesantren, terlepas dari benar atau salah, di situ terjadi kesepakatan jika memang kiai ini (pelaku) bersedia untuk meninggalkan pondok dan tidak berdomisili di situ, maka tidak akan diteruskan pelaporan polisi," kata Denny, Rabu (25/9/2024) malam.
Namun, Denny menekankan, kalau masih di situ, akan diteruskan menjadi laporan polisi.
"Itu ditandatangani oleh semua pihak, sehingga klien kami menghargai kesepakatan yang telah dibuat sehingga hijrah-lah kilen kami ke tempat keluarga," tandasnya, sambil menandaskan bahwa kliennya bukan kabur.
"Tapi setelah ada informasi panggilan dari kepolisian, klien kami pun kooperatif, kembali dan mengikuti jalannya pemeriksaan atas laporan tersebut," ucapnya.
Denny juga mengatakan, pihaknya baru mengetahui adanya korban lain. "Karena awalnya yang saya tahu itu ada 2 korban, dan secara lisan kemudian ada penambahan menjadi 5, dan tadi pada saat pemeriksaan dan penetapan status tersangka tadi, korban menjadi 7," katanya.
Namun demikian, ia tetap kooperatif untuk mengikuti pemeriksaan ini sampai dengan selesai. "Ya apa bukti-bukti yang disampaikan oleh penyidik kita masih ikuti terus. Sebagai warga negara kita tentunya mengikutinya, dari penyidik memiliki kekhawatiran akan adanya klien kita melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, dan jika memang penyidik memberikan perintah untuk penahanan, ya klien saya siap," ujar Denny.
Untuk persiapan sampai di sidang, Denny tetap akan mendampingi tersangka yang merupakan warga negara yang memiliki hak hukum untuk dibela. Ia menyadari bahwa perkara ini muncul karena kekhilafan yang memang tidak bisa dimaafkan. "Tapi ada sanksi hukum yang dijalani, kita ikuti," katanya.
Denny juga mengimbau, agar santriwati tidak mengidolakan kiainya secara berlebihan, sehingga seolah-olah menunjukkan perhatian, sehingga menjadikan kiai atau pengasuh pesantren salah tafsir.
Karena itu, Denny berharap kepada santriwati, fokuslah mengaji, fokuslah belajar agama secara benar, dan tidak usah melakukan perbuatan-perbuatan yang sifatnya mengundang orang lain untuk khilaf.
"Supaya ke depannya, lembaga pesantren ini benar-benar menjadi lembaga pendidikan agama, akhlak, agar para santri semua berakhlak baik," sebutnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |