Perjuangan dr. Maedy Tuntut Keadilan di Pengadilan Militer Surabaya
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Perjuangan dr. Mae'dy Christiyani Bawolje dalam menuntut keadilan atas kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menimpa dirinya beserta dua anak kandungnya terus berlangsung di Pengadilan Militer Surabaya.
dr. Mae'dy melaporkan Lettu Laut (K) Dr. Raditya Bagus Kusuma Eka Putra yang notabene suami sahnya ke pihak terkait atas tuduhan melakukan tindakan kekerasan secara fisik dan psikis yang berulang kali terjadi selama pernikahan mereka. Tak hanya itu, kekerasan juga diterima anak dr. Maedy yakni CSP dan ASP.
Advertisement
Menurut dr. Mae'dy sifat temperamental terdakwa (Lettu Raditya-red) sebenarnya sudah bisa dilihat sejak belum menikah. Kondisi tersebut semakin parah saat dirinya memutuskan menikah dengan terdakwa. Puncaknya, kekerasan terdakwa dilakukan pada 29 April 2024.
"Saat anak-anak saya diminta mengantar ibunya untuk kontrol di RSPAL Dr. Ramelan Surabaya tapi tidak saya ijinkan karena ada alasan tertentu," kata dr. Mae'dy.
Kemudian terjadi perdebatan antara dr. Mae'dy dan terdakwa yang berujung pada terdakwa emosi dan melempar guling dan mengenai badan dr. Mae'dy. Kejadian tersebut dilihat oleh anak-anak mereka.
"Percekcokan dan pertengkaran kami disaksikan anak saya, otomatis anak-anak membela Ibunya. Tapi mengapa Raditya malah memukul anak perempuan saya dan meludahi anak perempuan saya, otomatis saya melindungi anak saya. Bahkan saat itu, saya bilang ke terdakwa, tolong Ayah, jangan dipukul anak perempuan saya. Kalau mau pukul, pukul saya saja,” cerita dokter Mae’dy kepada TIMES Indonesia.
Dokter Mae’dy melanjutkan, dirinya kemudian mengajak keluar anaknya dengan merangkulnya tapi tetap dikejar. Dan anak perempuannya dipukul punggung dan kepalanya oleh terdakwa.
Tak hanya itu, terdakwa juga sempat meludahi wajah anak perempuannya. Agar dr. Mae'dy dan anak-anak tidak menerima kekerasan lanjutan dari terdakwa, ia pun inisiatif untuk mengunci akses pintu menuju ruang di lantai bawah rumahnya. Tapi terdakwa sembari berteriak-teriak mendobrak dan berusaha memecahkan kaca supaya bisa membuka pintu.
“Saat itu terdakwa juga membawa pisau dengan mengancam membunuh saya dan anak-anak saya sehingga kami sangat ketakutan saat itu. Kesaksian saya dan anak-anak, didukung dengan barang bukti foto pisau di TKP, hasil rekam medis, hasil visum kekerasan fisik akibat perlakuan pelaku, hasil psikolog LPSK yang sudah kita berikan ke Majelis Hakim Pengadilan Militer," ungkapnya.
Masih kata dokter Mae’dy, sebelum peristiwa tanggal 29 April 2024. Terdakwa (sang suami-red) juga kerap melakukan kekerasan psikis, seperti mengatakan saya bodoh, tolol dan kata tak pantas lainnya.
"Bahkan ada pengalaman saya, ketika saya dan terdakwa di jalan saat mengendarai mobil, terdakwa juga sering marah kepada pengendara lain bahkan tak segan untuk memukul pengendara sepeda motor," katanya.
"Tak hanya temperamental, perilaku buruk lainnya yang dilakukan terdakwa adalah kebiasaan terdakwa meminum minuman keras, dan saya pernah membaca putusan pengadilan ternyata terdakwa sebelum menikah dengan saya, terdakwa juga pernah dihukum pidana karena kasus rumah tangga," tambahnya.
Korban Alami Trauma dan Depresi Berat
Kuasa hukum dr. Mae'dy dan kedua anaknya, Mahendra mengungkapkan jika atas perbuatan terdakwa membuat para korban trauma dan depresi berat serta ketakutan hingga saat ini.
"Bahkan berdasarkan keterangan klien kami, anak korban sempat pernah melakukan percobaan bunuh diri, kemudian Ibu Mae'dy juga sering menangis di tempat kerjanya jika teringat kejadian tersebut," katanya.
Menurut Mahendra, korban beserta ketiga anaknya itu masih melakukan perawatan psikiater dan psikolog sampai dengan saat ini. Hasilnya juga sudah diserahkan ke majelis hakim sebagai bukti yang menguatkan dugaan KDRT baik fisik maupun psikis yang dilakukan terdakwa.
“Kami mengawal kasus ini untuk keadilan bu Mae'dy dan anak-anaknya. Kami sudah menyerahkan bukti foto kejadian TKP, video anak korban kejang maupun korban pada waktu dilarikan ke IGD, resume medis gangguan psikis yang dialami korban beserta anak2 korban, hasil Rekaman Electroencephalography (EEG) dari RS Al Irsyad Surabaya, visum et repertum dan alat bukti lainnya yang menunjukan bukti kekerasan fisik dan kekerasan psikis masing-masing korban yang sudah kami serahkan ke Majelis Hakim," ungkapnya.
Lebih lanjut, Mahendra menjelaskan jika menurut pengakuan korban, KDRT yang dia alami sering terjadi sejak tiga tahun silam. Namun yang menjadi puncaknya saat anak korban mengalami tindak kekerasan pada April 2024. Oleh sebab itu korban memberanikan diri membuat laporan. Akibat KDRT kepada kliennya dan anaknya yang dilakukan terdakwa, korban didiagnosa mengalami depresi berat. Sedangkan dua putrinya mengalami gangguan stress pascatrauma. Diagnosa itu diambil dari hasil asesmen psikolog dan hasil psikiater.
“Psikiater menyampaikan bahwa adanya traumatik yang sangat besar dan rasa tidak aman pada korban beserta anak korban, lalu korban dan anak korban harus meminum obat sehingga baru bisa menjalankan aktivitas sehari-hari. Menurut keterangan klien kami (korban-red), akibat KDRT yang dilakukan terdakwa, mengakibatkan salah satu anak klien kami mengalami kejang dan menderita epilepsi. Hal tersebut didukung dengan bukti Hasil Rekaman Electroencephalography (EEG) dari RS Al Irsyad Surabaya, bahkan ada beberapa kali ada upaya bunuh diri karena trauma dengan terdakwa,” jelasnya.
Mahendra amat menyayangkan KDRT ini terjadi, seyogyanya terdakwa sebagai anggota TNI menjadi tauladan masyarakat serta memegang teguh sapta marga dan 8 wajib TNI.
"Saya juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Komnas Perempuan Indonesia yang telah mengawal proses ini serta kepada LPSK Indonesia yang senantiasa mengawal korban beserta anak-anak korban untuk mendapatkan keadilan," ujarnya.
"Kami akan percayakan kasus ini kepada majelis hakim yang menangani perkara yang tentunya memiliki kebijaksanaan dalam memutus perkara. Dan kami amat sangat yakin bahwa TNI masih menjunjung tinggi sumpah prajurit Sapta Marga dan khususnya TNI AL tentu masih memegang teguh tradisi 'ladys firstnya' (menghargai dan menghormati wanita)," pungkas Mahendra. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |